Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Masihkah Spanyol Memaafkan Si Kepala Batu Enrique?
Blunder demi blunder yang dilakukan oleh Pelatih Tim Nasional Spanyol Luis Enrique berbuah fatal. Bagaimana nasibnya setelah Spanyol gagal lolos?
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Entah apa yang ada di benak Luis Enrique tatkala menyusun line up Tim Nasional Spanyol kala berhadapan dengan Maroko di 16 Besar Piala Dunia 2022. Ia melakukan dua perubahan yang sangat mendasar.
Pertama, di sisi kanan lapangan, ia memilih Marcos Llorente. Pemain ini tidak pernah turun di tiga pertandingan Spanyol sebelumnya. Di laga kontra Kosta Rika, Enrique menempatkan Cesar Azplicueta, sedangkan kontra Jerman dan Jepang menunjuk Dani Carvajal.
Apa pertimbangan menurunkan Llorente? Apakah Azplicueta dan Carvajal sedang tidak dalam kondisi fisik yang baik? Atau lantaran strategi?
“Awak sampek sekarang masih terkejut terheran-heran. Enrique tarok dia di kanan. Artinya, dia main, head to head sama Boufal dan Ziyech yang akan gantian main melebar. Memang, lumayan paten kawan ini di Atletico. Cepat dan keras jugak. Masalahnya, kan, dia sebelumnya belum pernah turun. Eh, sekali turun langsung pulak di pertandingan menentukan. Apa tak terkejut badan dia,” kata Leman Dogol.
Persoalan lebih lanjut adalah terkait kontribusi bagi serangan Spanyol. Di era Enrique, atau sebenarnya di era ketika tidak ada lagi Xavi Hernandez dan Andreas Iniesta di jantung lapangan, gaya permainan La Furia Roja –julukan Tim Nasional Spanyol– telah berubah. Filosofi masih sama, tapi gayanya sudah berbeda.
Serangan-serangan Spanyol tidak lagi dominan dari tengah. Dibangun dari bawah, serangan-serangan cenderung lebih berat ke sisi lapangan. Merujuk data Whoscored, pada Piala Dunia 2022, Spanyol paling sering menyerang dari sisi kiri lapangan yakni sebanyak 38 persen, sisi kanan 35 persen, adapun dari tengah cuma 27 persen.
Dengan gaya seperti ini, terang, Spanyol butuh bek-bek sayap yang bukan hanya tangguh di bawah, lebih juga mesti cepat dan piawai dalam membantu serangan. Baik dalam menopang para gelandang serang, melepas umpan-umpan silang dan terobosan, juga melakukan penetrasi ke pertahanan lawan.
“Azplicueta main bagus waktu lawan Kosta Rika, tapi dia diganti Carvajal pas lawan Jerman. Kalok ini bisa dimaklumi. Mungkin Enrique agak takut-takut sama serangan sayap Jerman. Dia butuh bek yang bukan cumak jago menyerang tapi jugak bisa cepat balik kalok diserang. Lawan Maroko, mestinya di antara orang ni dua yang main. Eh, kok, malah jadi Si Llorente. Dari tadi kami bahas ini sama Mak Ijek, gak dapat-dapat jugak kami jawabannya,” kata Mak Idam.
“Iya, tak terbaca memang pergerakan Enrique ini,” sahut Jek Buntal. “Llorente belum seberapa, Dam. Lebih bikin heran lagi Morata. Apa, lah, cobak alasan dia dicadangkan.”
Alvaro Morata baru masuk lapangan pada menit 63, menggantikan Marco Asensio yang sejak pluit sepak mula dipasang Enrique sebagai penyerang tengah. Persisnya, penyerang “palsu” atawa False Nine. Padahal, posisi asli Asensio adalah gelandang serang yang biasa bergerak dari sayap.
Sejak memulai petualangan di La Liga bersama Real Mallorca pada 2013 lalu pindah ke Real Madrid dan sampai sekarang telah melakoni 250 pertandingan, Asensio tak pernah sekali pun dipasang sebagai penyerang tengah. Dia melesakkan 7 gol untuk Mallorca dan 52 gol untuk Madrid (plus 4 gol untuk Espanyol saat dipinjamkan selama satu musim pada 2015-2016), lewat akselerasi-akselerasinya dari sektor sayap.
Hasilnya bisa ditebak. Serangan-serangan yang dibangun Spanyol mandek. Asensio hanya bisa berlari-lari kebingungan, dan ini, berimbas signifikan pada Dani Olmo da Ferran Torres. Mereka ikut kacau dan sama sekali gagal mengancam gawang Maroko yang dikawal Yassine Bounou. Dan Torres, sebagaimana pada laga-laga sebelumnya, ditarik keluar.
“Torres ini jugak kenapa, lah, terus-terusan dipasang. Padahal jelek kali mainnya pas lawan Jerman. Lawan Jepang dia jadi cadangan, tapi tetap main. Masuk di babak kedua, dan jelek jugak mainnya. Bahkan di Barcelona pun sebenarnya gak selalu jadi pemain inti kawan ini. Kok, bisa, lah, cinta kali Enrique sama dia,” ucap Mak Idam berapi-api.
Mak Idam suporter Barcelona, dan oleh sebab itu, ia merasa harus pula menjadi suporter Spanyol. Malam tadi, sesaat setelah tendangan panenka tipis-tipis yang dilepas Achraf Hakimi menggetarkan jala gawang Spanyol yang dijaga Unai Simon, entah sengaja entah tidak, tangannya menepiskan gelas hingga jatuh ke lantai dan pecah berantakan.
Singgungan perihal Ferran Torres membuat percakapan memanjang kepada isu yang sejak sebelum Piala Dunia bergulir mengiringi Tim Nasional Spanyol. Pilihan-pilihan Luis Enrique dipandang aneh. Dia bertahan pada pemain-pemain yang telah dipilihnya pada Euro 2020 dan Europa Nation League, meski performa sebagian mereka di liga, di klub masing-masing, tidak semua bagus.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/enrike2.jpg)