Piala Dunia di Kedai Tok Awang
Mesin Masih Ngadat, Jerman Bakal Kembali Pulang Cepat
Jerman tergabung di Grup E Piala Dunia 2022, bersama Spanyol, Jepang, dan Kosta Rika. Menjelang laga terakhir, Jerman masih terpaku sebagai juru kunci
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Sungguh barangkali tak ada yang menyangka Jerman akan bernasib buruk di Piala Dunia. Memang, mereka belum pasti tersingkir di fase penyisihan sebagaimana terjadi di Piala Dunia Rusia 2018. Namun paling tidak, sampai sejauh ini, “bau-baunya” sudah tercium.
Jerman tergabung di Grup E Piala Dunia 2022, bersama Spanyol, Jepang, dan Kosta Rika. Dua pertandingan sudah dilewati, dan Die Mannschaft –julukan Tim Nasional Jerman– masih terpaku di posisi juru kunci. Iya, benar, juru kunci!
Jika dibandingkan bahkan boleh dikata lebih parah dari 2018. Kala itu, pascakalah di laga pertama kontra Meksiko, Jerman bangkit dan menang 2-1 atas Swedia. Dengan tiga poin di tangan Jerman diperkirakan lolos lantaran lawan terakhir mereka adalah Korea Selatan yang sudah dipastikan gugur.
Namun yang kemudian terjadi di luar dugaan. Jerman ditekuk Korea 0-2, sedangkan di laga lain, Swedia menghajar Meksiko tiga gol tanpa balas. Jerman terdepak, keluar dari kompetisi, mengulang sejarah kelam mereka di tahun 1938.
“Dari 1938 ke 2018 jaraknya 80 tahun. Ada selisih 18 gelaran Piala Dunia. Nah, kalau, lah, tahun ini Jerman kembali tersingkir, tentu jadi sejarah baru. Jerman terhenti di babak pertama di dua edisi piala dunia secara beruntun. Saya kira dahsyat sudah ini rusaknya. PSSI-nya Jerman harus segera lakukan evaluasi besar-besaran,” kata Zainuddin. Ia membahas hitung-hitungan persaingan dan potensi kelolosan di Grup E bersama Jontra Polta.
Leman Dogol, yang bersama Ocik Nensi dan Tante Sela, menonton siaran langsung sidang pembunuhan polisi yang diduga didalangi oleh jenderal polisi, langsung menimpali.
“Untung, lah, masih bisa orang tu curi gol pas lawan Spanyol. Awak nontonnya pun udah yakin tak yakin, Pak Guru. Kena tekan terus. Terutama sebelum Spanyol unggul. Sebelum gol Morata itu. Pemain Jerman cumak bisa lari sana lari sini, dapat bola sebentar udah kerebut lagi. Kalok tak silap penguasan bolanya 64 banding 36, jauh kali,” katanya.
Jerman dijuluki mesin diesel juga. Mereka kerap telat panas, tapi sekali panas, akselerasinya luar biasa hingga sulit untuk diadang.
Kali ini berbeda. Mereka justru kelihatan di atas angin di laga pertama. Menyerang nyaris tanpa henti, menekan Jepang dari semua lini. Namun gol-gol Ritsu Doan dan Takuma Asano di sepertiga akhir laga, menunjukkan bahwa ada yang salah pada mesin Jerman.
“Kalok aku nengok komposisi tim Jerman, dibilang diesel pun sebenarnya udah enggak cocok lagi. Ini mesin modern. Mesin canggih, sebangsa mesin Mercedes, Audi, atau BMW,” ucap Sangkot. Ia dan Sudung duduk menyudut berdua, seperti biasa, memainkan laga-laga e-sports. Kali ini Call of Duty. Ane Selwa duduk menemani sebagai penonton setia.
“Ternyata bahkan bukan Volkswagen, ya, Wak Kot, bukan Ruf,” kata Sudung menimpali. “Kayaknya Trabant ini,” ujarnya lagi, disusul tawa berderai.
Sangkot ikut tertawa. “Makjang, Trabant, bah! Kejam kali itu, Dung. Enggak segitunya kali jugak, lah,” ucapnya. Trabant merupakan mobil produksi Jerman Timur [sebelum unifikasi Jerman] yang dianggap sebagai satu di antara mobil terburuk yang pernah diproduksi di dunia –bertujuan mengimbangi VW Beatle tapi malah jatuh jadi lelucon.
“Kalau di India, ini kurang lebih seperti Tata Nano atau Mahindra Reva,” sahut Ane Selwa. “Dari luar keren performa terbatas.”
Penganalogian Jerman dengan merek-merek mobil terhenti setelah Lek Tuman yang belum lama tiba dan bersama Tok Awang langsung menggelar duel di papan catur, menyebut bahwa mesin canggih atau mesin lapuk pada dasarnya masih bisa bermanfaat asalkan pengemudinya cakap.
“Maksud Pak Kep pelatihnya?” tanya Leman Dogol dan Sudung nyaris bersamaan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/jermeni2.jpg)