Catatan Sepak Bola

Kuburan Massal Kanjuruhan: Suporter Kampungan, Polisi Kurang Pikir, Tragedi Sepak Bola

Dengan kata lain, rusuh pasti, tidak rusuh terbilang keajaiban. Pertanyaannya, seberapa rusuh?

SURYA/Purwanto
Suporter Arema FC, Aremania turun kedalam stadion usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Aremania meluapkan kekecewaannya dengan turun dan masuk kedalam stadion usai tim kesayangannya kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. 

Apakah orang yang memerintahkan penggunaannya tidak tahu betapa gas air mata tidak saja bikin bola mata jadi pedih perih seperti disayat-sayat, lebih jauh juga membuat dada sesak dan sulit bernapas?

Baca juga: DETIK-DETIK Keluarga Serbu Foto Jenazah Untuk Mencari Korban di Tragedi Arema Vs Persebaya

Apakah mereka tidak tahu bahwa di tribun stadion ada perempuan dan anak-anak yang ikut menonton?

Apakah mereka tidak pernah tahu betapa untuk orang-orang seperti ini, selain kesakitan, imbas gas air mata juga akan menimbulkan kepanikan?

Dalam kepanikan, mereka akan berlari, berusaha menyelamatkan diri. Tidak ada lagi kontrol. Mereka akan terjebak, lalu jatuh dan terinjak-injak, dan inilah yang terjadi malam itu.

Korban tewas akibat kericuhan Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang seusai laga Arema FC vs Persebaya
Korban tewas akibat kericuhan Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang seusai laga Arema FC vs Persebaya (Foto Kolase Istimewa)

Tidakkah kemungkinan-kemungkinan seperti ini diajarkan dalam pelatihan polisi?

Apakah massa yang brutal dan kampungan juga mesti dihadapi dengan cara yang sama?

Apakah ini semata salah polisi?

Terang tidak!

PSSI, dalam hal ini PT Liga Indonesia Baru sebagai operator kompetisi, juga tidak bisa lepas tangan begitu saja.

Apalagi konon menurut kabar beredar, panitia lokal, sebelumnya telah mengirimkan surat permohonan untuk menggeser jadwal pertandingan.

Dari malam ke sore. Alasan panitia, pengawasan dan pengamanan pertandingan di sore hari, lebih mudah dilakukan ketimbang malam. Termasuk perihal "penonton-penonton liar".

Penonton yang entah bagaimana bisa masuk stadion tanpa membayar dan menyebabkan over kapasitas. Permohonan ini ditolak. Show must go on!

Kekhawatiran-kekhawatiran panitia lokal terbukti. Stadion Kanjuruhan berkapasitas 38 ribu orang. Namun jumlah penonton yang hadir malam itu disebut-sebut mencapai 42 ribu. Dalam kondisi kerapatan seperti ini, mekanisme evaluasi jadi tidak dapat lagi dijalankan dengan baik.

PSSI memutuskan untuk menghentikan sementara kompetisi Liga 1 untuk melakukan investigasi sekaligus evaluasi. Langkah yang memang sebenar-benarnya harus dilakukan. Sebab kerusuhan bukan baru satu kali ini terjadi.

Sebelumnya kerusuhan pecah di Bandung, di Solo, dan di Surabaya. Di kandang Persebaya juga. Hal yang membuat Azrul Ananda, CEO Persebaya, malu tak terkira dan memutuskan untuk mengundurkan diri.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved