Idul Adha 1443 Hijriyah

Lebih Diutamakan Kurban untuk yang Masih Hidup atau Sudah Meninggal? Simak Penjelasan Ustaz

Sebab, tambahnya, hukum sunnah berkurban dikukuhkan bagi orang yang masih hidup. Sementara bagi

Editor: Dedy Kurniawan
TRIBUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Peternak memberi pakan sapi yang dijual untuk hewan kurban di peternakan 

TRIBUN-MEDAN.com - Bagaimana fiqih atau hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal? 

Apakah sah diterima pahala berkurban atas nama almarhum atau almarhumah yang sudah meninggal dunia? 

Baca juga: Hukum Kurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal, UAS Jelaskan Pandangan 4 Mazhab

Baca juga: Adab Nabi Muhammad Ketika Menyembelih Hewan Kurban Idul Adha, Tidak Sembarang Potong Leher

Hukum kurban tersebut kerap menjadi pertanyaan kalangan masyarakat. Terutama, ketika menjelang Hari Raya Idul Adha, atau bulan Dzulhijjah.

Ternyata, ada penjelasan beberapa mazhab menyikapi hukum berkurban untuk keluarga yang telah meninggal dunia. 


Besarnya keutamaan dan pahala kurban membuat banyak umat muslim berlomba-lomba untuk menunaikan ibadah sunnah pada setiap lebaran Idul Adha.

Baca juga: Hukum Menjual Daging dan Kulit Hewan Kurban, Simak Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Tak sedikit masyarakat beranggapan ingin melakukan ibadah kurban sebagai doa amalan jariyah untuk keluarga yang telah meninggal dunia. Di antara amal jariyah dimaksud ilmu yang bermanfaat yang mengalir, sedekah harta jariyah dan doa dari anak sholeh.

Soal hukum berkurban untuk orang yang telah meninggal pernah dibahas oleh ulama nasional, Ustadz Abdul Somad atau UAS. Beliau menyampaikan lewat lisan ceramahnya, secara tertulis di laman blog UAS, di kanal-kanal YouTube

Seperti ditulis UAS di halamannya somadmorocco.blogspot.com, ada ikhtilaf ulama mengenai hukum menyembelih kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia. Dia menjelaskan secara rinci sesuai mazhab-mazhab yang diyakini.

Baca juga: Hukum Kurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal, UAS Jelaskan Pandangan 4 Mazhab

Katanya, menurut mazhab Syafi’i, tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya.
Begitu juga bagi orang yang sudah meninggal dunia, tidak boleh berkurban untuknya jika mereka tidak meninggalkan wasiat mengerjakan. 

"Sebaliknya, jika mereka sudah memberikan wasiat sebelum meninggal dunia, maka boleh menyembelih kurban untuknya. Dengan wasiatnya itu maka pahala kurban tersebut menjadi miliknya dan seluruh daging kurban tersebut mesti diserahkan kepada fakir miskin," katanya 

"Orang yang menyembelihnya dan orang yang mampu tidak boleh memakannya, karena orang yang telah meninggal tersebut tidak memberi izin untuk itu," tulis UAS seperti dikutip dalam sebuah artikelnya di laman somadmorocco.blogspot.com.

Sementara, dalam mazhab Maliki, lanjut UAS, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak menyebutkannya atau berwasiat meninggal dunia.

"Tapi jika orang tersebut sempat menyatakannya dan bukan nazar, maka dianjurkan bagi ahli waris untuk melaksanakan kurban untuknya" 

Sedangkan, menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, boleh menyembelih kurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup, dagingnya disedekahkan dan boleh dimakan oleh orang yang melaksanakan kurban.

"Sedangkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia," terang UAS dalam tulisannya.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved