KDRT dan Pencurian

Pelaku KDRT dan Pencurian tak Jadi Dipenjara, Ini Alasan Kejati Sumut Hentikan Penuntutan

Kejati Sumut akan menghentikan penuntutan kasus pencurian dan kekerasan dalam rumah tangga karena alasan ini

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/GITA NADIA PUTRI TARIGAN
Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejati Sumut) hentikan penuntutan kasus pencurian dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara (Kejati Sumut) hentikan penuntutan kasus pencurian dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos A Tarigan mengatakan kasus tersebut telah diusulkan secara online oleh Kajati Sumut Idianto dan disetujui oleh Jampidum Kejagung RI.

Dikatakannya, adapun perkara yang disusulkan dan dihentikan penuntutannya berasal dari Kejari Deliserdang dan Kejari Gunungsitoli.

Perkara pertama yakni tersangka atas nama Yudi Ramadani (34) melanggar Pasal 367 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Baca juga: Penghuni Lapas dan Rutan di Sumut Capai 35 Ribu, Kadivpas Harap Keadilan Restoratif Ditingkatkan

"Yudi Ramadani melakukan pencurian dalam keluarga dengan korban orang tuanya sendiri Wagimin (58). Antara pelaku dan korban sudah berdamai dengan saling memaafkan dan korban telah mencabut laporannya pada Polsek Beringin," kata Yos, Rabu (1/6/2022).

Kemudian, tersangka Yanto Firman Laoli alias Ama Andes dengan korban Femina Yerni Zebua alias Ina Andes melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

"Tersangka Yanto Firman Laoli melakukan penganiayaan dengan cara mendorong korban dengan dua tangan sampai korban terjatuh kemudian meninju bibir sebelah kiri korban sebanyak satu kali dengan menggunakan tangan kanan.

Baca juga: Pedagang di Pasar Tanjungmorawa Pukul Wajah Pembeli, Kejari Pakai Pendekatan Keadilan Restoratif

Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat serta disaksikan penyidik Polres Nias, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan keluarga," papar Yos.

Alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, kata Yos A Tarigan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian dibawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.

"Kemudian, antara tersangka dan korban masih mempunyai hubungan keluarga dan ada kesepakatan berdamai. Tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," pungkasnya.(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved