Ramadhan 1443 Hijriyah

Sejarah Masjid Lautze jadi Jembatan Tionghoa dan Muslim, Bukti Keterbukaan Toleransi Islam

Tapi dengan adanya Masjid Lautze, justru kita bangkitkan. Bertanya apa saja, silakan tanya. Bahkan

Editor: Dedy Kurniawan
Tribunnews.com
Masjid Lautze 

TRIBUN-MEDAN.com - Suara adzan terdengar dari sebuah bangunan di jajaran ruko di Jalan Lautze, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Siapa sangka, bangunan yang identik bergaya klenteng itu merupakan sebuah masjid.

Hal ini karena tidak terlihat tanda-tanda yang menunjukan seperti masjid pada umumnya.


Bangunannya ada ornamen-ornamen khas warga Tionghoa.

Baca juga: Amalan di Penghujung Ramadhan, Inilah Keistimewaan Itikaf, Lengkap Doa yang Perlu Diminta

Baca juga: Amalan yang Dianjurkan di Malam Takbiran Idul Fitri, Agar Dapat Pahala Berlimpah

Dari depan Masjid, terliat dua pintu besar berwarna merah dengan ornamen berwarna kuning yang menghiasi.

Imam Masjid Lautze, Naga Qiu menyebut masjid ini didirikan, H. Yunus Yahya, seorang tokoh china beragama muslim di bawah Yayasan Karim Oei pada 1991.

"Kalau Masjid Lautze ini didirikan oleh Pak haji Yunus Yahya beliau adalah seorang tokoh pembauran ini beliau almarhum pernah menjadi anggota dewan pertimbangan agung di masa presiden Soeharto," kata pria yang akrab disapa Ustaz Naga kepada Tribunnews.com.

Saat itu, Yunus melihat adanya tembok besar di antara pribumi dan non-pribumi.

Atas dasar itu, yayasan tersebut didirikan dengan mengambil nama tokoh china muslim, H. Abdul Karim Oei.

"Metode yang dipakai pak Yunus Yahya itu adalah dengan cara asimilasi, jadi dengan harapan adanya masjid ini orang chinese bisa kenal islam, dan bisa masuk islam," ucapnya.

Tahun 1997, lanjut Naga, masjid ini mulai melakukan pengislaman bagi pemeluk agama lain, khususnya etnis Tionghoa yang mau mendalami agama islam.

"Kalau secara pastinya kurang tahu, tapi sudah sampai ribuan (orang mualaf) kurang lebih, kalau kita hitung dari 1997 sampai sekarang, kalau kita itung rata-rata satu minggu satu saja, kan sudah banyak," katanya.

Ketika memasuki rumah ibadah itu, maka kita akan disajikan dengan hamparan karpet berwarna hijau dengan aksen kuning.

Selain itu, ada sejumlah kaligrafi dengan tulisan gaya mandarin mengelilingi ruangan. Selain itu, terdapat ornamen lampion di dekat mimbar.

Bukan tanpa alasan, desain itu dipilih agar bagi etnis Tionghoa yang mau memeluk agama Islam tidak takut.

Baca juga: Intip Potret Artis Nia Ramadhani usai Bebas Kasus Narkoba, Langsung Pergi sama Ardi Bakrie & Family

Baca juga: Terjebak Macet di Cikampek, Pemudik Tempuh 12 Jam Perjalanan ke Semarang

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved