News Video
Keindahan Masjid Al Osmani Berdiri Tahun 1854, Menggabungkan 5 Budaya di Arsitekturnya
Masjid Al Osmani yang berada di jalan Yos Sudarso, Kecamatan Medan Labuhan dibagun pertama kali pada tahun 1854
Penulis: Anugrah Nasution | Editor: Fariz
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Masjid Al Osmani yang berada di jalan Yos Sudarso, Kecamatan Medan Labuhan dibangun pertama kali pada tahun 1854 oleh Sultan Osman Perkasa Alam. Bangunan masjid awalnya dibangun menggunakan material kayu.
Al Osmani adalah Masjid yang dibangun sekitar tahun 1854 oleh Raja dari Kesultanan Deli masa itu. Nama Masjid Al Osmani sendiri diambil dari raja ke tujuh dari Kesultanan Deli yakni Raja Osman Perkasa Alam.
Hingga kini, di umur 137 tahun, masjid Raya Al Osmani masih berdiri kokoh di jalan Yos Sudarso, Kecamatan Medan Labuhan.
Awalnya masjid ini dibangun dengan material kayu ulin yang dipesan langsung dari Kalimantan dengan ukuran 16 meter x 16 meter.
"Jadi ini dibangun dimasa Sultan Deli yang ke tujuh, oleh Sultan Osman Perkasa Alam. Dimasa beliau lah masjid ini dibangun pertama kali dengan ukuran 16 meter x 16 meter terbuat dari bahan kayu, yang mana kayu nya terdapat dari Kalimantan, kayu Ulin," kata Ahmad Fahruni, Ketua Kenaziran Masjid Al Osmani kepada Tribun, Sabtu (16/4/2022).
Ahmad mengatakan, saat awal berdirinya, Masjid Al Osmani bergaya rumah panggung lantaran keadaan kultur tanah yang lembab dan berawal.
Semua material bangunan masjid pun dibuat menggunakan kayu Ulin dari pulau Kalimantan. Kayu Ulin sendiri merupakan kayu khas Kalimantan yang dikenal sangat kuat.
"Jadi awalnya dibuat menggunakan kayu Ulin dari, atau kayu baju yang didatangkan langsung dari Kalimantan melalui laut. Awalnya bagunan berbentuk panggung karena keadaan lokasi yang berawa," kata Ahmad.
Ahmad mengatakan, pendirian masjid sendiri dilakukan untuk mempererat silaturahmi antara masyarakat dengan Kesultanan Deli.Selain itu kata Ahmad, masjid Al Osmani dijadikan sebagai tempat belajar ilmu agama dan menyebarkan ajaran ajaran islam.
"Jadi dahulu tempat ini dijadikan tempat bersilaturahmi dan menuntut ilmu keislaman. Karena pada saat itu di sini ada seorang ulama yakni Syekh Abu Bakar Ba'asyir yaitu dari Yaman, kemudian ada Syekh Muhammad Yusuf Fatonih datang dari Thailand mengajarkan ilmu tassawuf kepada masyarakat melayu pada saat itu," kata dia.
Namun pada tahun 1870 hingga tahin 1872, masjid tertua di Kota Medan itu mengalami pemugaran dan dibagun kembali oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam yang tak lain adalah anak Sultan Osman.
Bangun masjid kemudian dibagun secara permanen menggunakan material batu. Arsitekturnya sendiri merupakan seorang keturunan Jerman yang didatangkan pada masa itu.
"Ya jadi arsitektur sendiri merupakan orang kebangsaan Jerman pada saat itu. Dia lah yang membangun kembali masjid yang tadinya terbuat dari kayu digantikan menjadi bangunan permanen dari batu," kata Ahmad.
Ahmad mengatakan, pembangunan masjid Al Osmani menggabungkan corak budaya dari beberapa negara seperti, Melayu, Timur Tengah, Cina, Eropa dan India.
Ketika itu Sultan Mahmud Perkasa Alam berkeinginan membangun masjid yang indah sehingga dapat digunakan melampaui waktu yang lama.