Ramadhan 1443 Hijriyah
MAKNA Kata Ngabuburit yang Kerap Diucapkan saat Ramadan
Menjalani bulan Ramadan di Indonesia tidak afdol jika tidak melakukan ngabuburit, istilah ini begitu hits selama bulan Ramadan.
Penulis: Tria Rizki | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Bulan Ramadan setiap tahunnya pasti akan disambut dengan berbagai tradisi berdasarkan kebudayaan negara masing-masing, di antaranya Indonesia.
Menjalani bulan Ramadan di Indonesia tidak afdol jika tidak melakukan ngabuburit, istilah ini begitu hits selama bulan Ramadan bagi warga Medan.
Hingga tak asing lagi pastinya di telinga kita dan semua yang menjalankan ibadah puasa akan melakukan hal ini, Lantas apa makna ngabuburit selama bulan Ramadan ?
Kata “ngabuburit” tidak akan Tribuners temukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karena diketahui bahwa kata ini berasal dari Bahasa Sunda.
Menurut Hawe Setiawan sebagai Ketua Lembaga Budaya Sunda dari Universitas Pasundan Bandung, istilah “ngabuburit” kata dasar yaitu burit yang berarti sore hari dan waktu ini biasanya antara usai salat asar hingga sebelum matahari terbenam.
Hawe Setiawan juga menjelaskan bahwa “Seingat saya sudah lama (muncul istilah ngabuburit), saya kira sejak nilai-nilai Islam masuk dalam wilayah budaya Sunda.”
Berdasarkan Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), lakuran dalam Bahasa Sunda dari ngalantung ngadagoan burit yang memiliki arti yaitu bersantai-santai sambil menunggu waktu sore.
Kata ini kemudian menjadi identik dengan bulan Ramadan, pasalnya ibadah puasa identik dengan waktunya menunggu berbuka puasa yaitu pada sore hari.
Kata “ngabuburit” berasal dari kata burit yang ditambah imbuhan dan pengulangan suku kata pertama seperti ngabeubeurang (menunggu siang hari), ngabebetah (nyaman) dan ngadeudeket (deket).
Istilah ini menjadi hits hingga dijadikan sebagai menyebut suatu kegiatan, yang dilakukan pada sore hari untuk menunggu waktu berbuka puasa.
Diantaranya kegiatan yang mengalihkan rasa haus dan lapar karena berpuasa, untuk menunggu azan magrib saat menjelang berbuka puasa.
Menurut Hawe Setiawan bahwa kegiatan “ngabuburit” semakin beragam dan kreatif yang menyesuaikan dengan kebudayaan daerah masing-masing.
Kegiatan ngabuburit ini berupa jalan-jalan santai, bermain, bercengkerama, mencari takjil gratis, mendatangi pasar kuliner dan menghabiskan waktu bersantai bersama keluarga ataupun sahabat.
Selain itu, ngabuburit dapat dilakukan untuk melakukan berbagai kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah, mengaji, pesantren kilat, dan lainnya.
Ucapan “ngabuburit” termasuk dalam tradisi yang dilakukan oleh mayoritas penduduk muslim tertinggi, diantaranya Mekkah.
Tradisi di Mekkah dilakukan sangat unik dengan menggunakan gendering, bedug atau speaker dalam menandakan waktu berbuka telah tiba, pemerintah Mekkah menggunakan Meriam kecil.
Meriam ini akan digunakan dalam beberapa menit menjelang azan magrib untuk memberitahu kepada umat muslim tibanya waktu berbuka puasa.
Ternyata tradisi ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 50 tahun terakhir, selain itu tradisi “ngabuburit” juga dilakukan oleh Mesir dalam menunggu azan magrib.
Umat muslim di Mesir juga melakukan ngabuburit yang jarang Tribuners temukan di kota lainnya, dikarenakan selama puasa mereka akan bekerja sama memasang berbagai lentera di berbagai sudut kota.
Kegiatan memasang lentera ini, dilakukan pada waktu sore menjelang malam dan terdapat juga lentera warna-warni yang cantik seperti pelangi.
Selanjutnya tradisi “ngabuburit” ini dilakukan juga oleh negara Albania, selama bulan Ramadan mereka beramai-ramai turun ke jalan untuk memainkan alat musik Lodra.
Alat musik ini digunakan untuk memberitahu saat waktu berbuka puasa atau sahur akan segera tiba, dan uniknya negara ini tidak memakai speaker namun memakai tabuhan gendering.
(cr16/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ilustrrasi-Ngabuburit-selama-Bulan-Ramadan.jpg)