Puasa di Negeri Orang
Jalani Ramadan Pertama di Jepang, Hazna Rindu Suasana Tarawih dan Nasi Padang
Kisah warga Kota Medan yang kini tinggal di Jepang saat menjalani ibadah Ramadan. Berikut ini kisahnya
TRIBUN-MEDAN.COM, MASTSUYAMA - Ramadan selalu menjadi bulan istimewa yang ditunggu-tunggu hampir semua umat muslim di dunia.
Pada bulan ini bukan hanya keindahan saat beribadah, tetapi suasana yang kental dengan kebersamaan saat sahur dan berbuka menjadikan banyak umat muslim yang berada di perantauan merindukan kampung halaman.
Perasaan rindu inilah yang dialami Hazna (33) perempuan asal Medan yang harus menjalani Ramadan untuk pertama kalinya di Matsuyama, ibu kota prefektur Ehime sekaligus kota terbesar di Shikoku, Jepang.
Hazna menjalani tahun pertamanya sebagai mahasiswi program doktoral jurusan Bioresource science for manufacturing di The United Graduate School of Agricultural Sciences, Ehime University.
Ia sampai di Jepang pada Desember 2021 lalu dan terpaksa berpisah jauh dengan suami dan ketiga anaknya.
Ada banyak hal yang dirindukan Hazna dari suasana Ramadan di Medan.
Seperti suasana Salat Tarawih di Masjid dan juga makanan khas Indonesia yang tidak bisa ditemui di Jepang.
"Banyak sekali yang dirindukan tentunya, buka bersama, suara tarawih dan tadarus dari Masjid, suara bangunin sahur, gorengan dan berbagai macam makanan buka puasa, dan nasi padang. Semua itu tidak ada di Jepang," ujar Hazna kepada tribun-medan.com melalui aplikasi WhatsApp, Sabtu (9/4/2022).
Menurut perempuan dengan nama lengkap Hazna Sartiva ini, suasana Ramadan di Jepang sangat berbeda dari suasana di Medan.
Mayoritas masyarakat yang non-muslim menjadikan ibadah puasa bukanlah sesuatu yang familiar di keseharian mereka.
"Ini Ramadan yang pertama. Bedanya di sini hampir semua orang tidak puasa, jadi berbeda sekali dengan di Indonesia. Serasa hampir sama dengan bulan di luar Ramadan," katanya.
Meskipun begitu, Hazna menerangkan umat Islam di Matsuyama tetap menjalankan ibadah di bulan suci dengan salat tarawih dan tadarus di Matsuyama Islamic Cultural Center (MICC).
Mereka juga kerap menggelar buka puasa bersama di MICC.
"Tapi umat muslim di sini tetap menjalankan Salat Tarawih dan buka bersama di MICC. Kegiatan di mesjid (MICC) seperti ifthar jamaah yang dilaksanakan Sabtu dan Ahad, serta tarawih setiap malamnya. Hanya saja tidak seramai di Indonesia," ucapnya.
Berbuka bersama dan Salat Tarawih di MICC inilah yang dapat mengurangi rasa rindunya dengan Indonesia.
Dengan bertemu sesama muslim di pusat ibadah umat muslim di Matsuyama.
"Terutama saat bertemu bersama masyarakat Indonesia di sini. Sedikit mengurangi rasa rindu dengan suasana Ramadan di Medan," ucapnya.
Merantau ke Jepang merupakan pengalaman pertama kali bagi Hazna ke luar negeri.
Sebelumnya, ia sempat merantau sejak SMP untuk menempuh pendidikan di Pondok Pesantren.
Hazna bercerita, pelaksanaan waktu puasa di Jepang pun sangat berbeda jika dibandingkan di Indonesia.
Durasi puasa di Jepang hampir 14 jam dalam satu hari.
"Puasa di sini sangat berbeda dengan di Indonesia, waktu imsak berubah setiap hari, dan waktu berbuka juga berubah setiap hari. Kebetulan sekarang mau masuk musim panas, jadi waktu siang lebih lama dari malam. Puasanya hampir 14 jam," ucapnya.
Hazna mengatakan, karena mayoritas masyarakat tak menjalankan ibadah puasa, maka tak ada pula libur baik saat menyambut puasa maupun saat lebaran.
"Keseharian sama saja seperti hari biasa. Tidak ada yang berbeda. Seperti tahun sebelumnya, tidak ada libur lebaran di sini, dan semua akan berjalan seperti hari biasa saja," ujarnya.
Susah Cari Makanan Halal
Wanita yang sempat berprofesi sebagai guru Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah itu pun mengaku susah mencari makanan halal selama di Jepang.
Untuk itu, ia biasanya memilih memasak makanannya sendiri di rumah.
"Kalau masak sendiri kan lebih terasa masakan Indonesianya," katanya.
Selain itu, untuk mencari bahan masakan halal, Hazna harus pergi ke Supermarket yang menyediakan makanan halal.
Karena tak semua Supermarket menyediakan makanan halal di Matsuyama.
"Harus pintar pintar memilih barang yang akan dibeli. Biasanya dengan menggunakan aplikasi Halal Japan, ataupun dengan membaca ingredients dari produk tersebut," ucapnya.
Menurut Hazna menjalani puasa di Jepang memiliki tantangan tersendiri.
Tapi menurutnya, hal ini yang menjadikan dirinya lebih dekat dengan Sang Pencipta.
"Tantangannya lebih hebat karena orang tidak tau saat ini adalah Ramadan, jadi mereka makan dan minum biasa saja seperti biasa. Kemudian kondisi ini membuat kita merasa kecil di hadapan Allah SWT," katanya.
Meskipun harus menjalani tantangan yang berat selama Ramadan, Hazna bersyukur ia bisa melewatinya bersama suami dan anak-anaknya yang sudah menyusulnya ke Jepang sejak Maret 2022 lalu.
"Ini adalah Ramadan pertama saya di Jepang, dan Alhamdulillah saya bisa berkumpul dengan suami dan anak saya. Sahur bersama, namun terkadang tidak bisa berbuka bersama karena kesibukan di kampus.
Tentunya sedih melihat anak anak buka puasa di rumah tanpa orangtua. Tapi ini harus dijalani, dan yang diterapkan adalah bersabar. Selalu bersabar dalam kebaikan," katanya.
Ia berharap Ramadan kali ini dapat memberikan hal yang baik untuk kehidupannya ke depan.
"Semoga Ramadan tahun ini dapat menjadi langkah yg baik utk kehidupan di tahun tahun berikutnya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua," pungkasnya.(cr14/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Hazna-Ramadan-di-Jepang.jpg)