Berita Simalungun
Hasilkan 1,4 Ton Madu, Desa Sait Buttu di Simalungun Targetkan Jadi Hutan Kaliandra
Alasannya, Nagori Sait Buttu kini memiliki beberapa komoditas pertanian unggulan seperti madu, kopi, dan talas.
Penulis: Alija Magribi |
TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN - Para peternak lebah madu Nagori Sait Buttu Saribu di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, berharap desa mereka mampu bertahan menjaga kelestarian alam.
Bahkan mereka berharap beberapa areal di desa bisa menjadi hutan untuk tanaman kaliandra 5 tahun ke depan.
Alasannya, Nagori Sait Buttu kini memiliki beberapa komoditas pertanian unggulan seperti madu, kopi, dan talas.
Masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani pun merasa diuntungkan bila hasil tani memiliki nilai ekonomis di pasar.
Slamet Suryadi, tokoh di balik peternakan madu di Nagori Sait Buttu menyampaikan, pada tahun lalu (20221), mereka mampu menghasilkan 1,4 ton madu.
Produksi itu terus bertambah sejak mereka memulai peternakannya di tahun 2016.
“Bahkan sampai saat ini kami kewalahan soal produksi. Sekarang kami nombok. Madu belum bisa dipanen tapi pesanan madu sudah datang. Bahkan kita punya waiting list 49 kg dengan konsumen bulan ini,” ujar Slamet yang ditemui Selasa (15/3/2022) siang.
Proyek peternakan madu para petani di Nagori Sait Buttu Saribu ini dinamakan Takoma yang merupakan kepanjangan dari Talas, Kopi dan Madu.
Ketiganya adalah komoditas unggulan yang dihasilkan daerah yang sebelumnya terkenal dengan hamparan kebun tehnya, milik PTPN IV Bah Butong.
Lanjut Slamet, proses pemanenan madu di Takoma umumnya dilakukan setiap dua pekan. Namun panen bisa berubah sewaktu-waktu seiring dengan kondisi cuaca yang tentunya memberi pengaruh pada aktivitas lebah.
“Kita memang tiap bulan panen. Tapi kita panen secara interval dua pekan. Jadi intervalnya tidak tentu apalagi saat musim hujan. Tapi target kami, pada bulan 6 hingga bulan 9 itu mekar bunga. Pada momen itu, produksi bisa meningkat,” katanya.
Slamet menyampaikan. mereka terus menambah setup (rumah/kotak) lebah. Adapun jenis lebah yang dibudidayakan berfokus pada apis-cerana (lebah endemik di Sidamanik. Kemudian adapula 13 jenis lebah propolis atau trigona.
“Kita ada 1 hektar lahan edukasi kemudian lahan hamparan 20-an hektare,” jelas Slamet.
Seiring dengan pentingnya peran perdagangan madu dalam kehidupan masyarakat, Slamet berharap areal sekitaran budidaya kembali menjadi hutan dengan tanaman kesukaan lebah seperti pohon kaliandra, santos temon dan sikat botol.
Kita bahkan sempat menjual bibit lebah. Kedua ada trigona yaitu lebah pro propolos atau tanpa sengat.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Slamet-Suryadi-menunjukkan-setup-lebah-madu.jpg)