Anak anak Rindu Sekolah

Engkau Masih Anak Sekolah, Pagi Pulang Pagi

Siapa pun yang pertama kali membuat video ini, juga siapa pun yang kemudian mengikuti, punya tujuan yang sama. Ingin mengungkap rindu. Rindu sekolah.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
capture tiktok
Foto kombinasi dari tangkapan gambar video di aplikasi TikTok. Video-video yang menunjukkan berbagai aktivitas di sekolah ini mulai muncul secara masif setelah pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PPKM Darurat (yang kemudian diperpanjang), hingga membuat rencana pembelajaran tatap muka batal digelar. 

BEBERAPA hari terakhir, di TikTok, melesat-lesat entah berapa puluh video pendek. Sangat khas. Menggunakan lagu latar yang berasal dari potongan refrain dua lagu yang sama sekali tak nyambung; 'Anak Sekolah' dari Chrisye dan 'Pergi Pagi Pulang Pagi' milik band Armada, video-video ini menunjukkan beragam aktivitas para remaja SMA (dan SMP) di sekolah.

Engkau masih anak sekolah, pagi pulang pagi, hanya untuk mengais rezeki...

Sekali lagi, tidak ada keterkaitan antara anak sekolah dengan pagi pulang pagi mengais rezeki. Namun kombinasi yang mungkin saja sekadar asal-asalan ini, tak lantas membuat video-video yang disertainya jatuh jadi setara video TikTok kebanyakan. Sekadar video hiburan. Sekali dilihat, mengembangkan senyum, atau bahkan tawa, setelah itu, ya, sudah. Tidak banyak kesan yang tertinggal.

Video-video ini berbeda. Satu video menunjukkan sejumlah remaja berseragam SMA, duduk mengelilingi meja dan secara simultan mengerjakan soal-soal. Kemungkinan pekerjaan rumah.

Ada juga video yang menunjukkan kerjasama apik kala ujian berlangsung, atau seorang siswa entah siapa yang memenangkan adu suit dengan gurunya. Kemenangan yang disambut histeris oleh kawan-kawan sekelasnya, lantaran dengan begitu mereka tak perlu mengikuti ujian susulan. Satu suitan menyelamatkan siswa satu kelas dari nilai yang buruk.

Di video lain tampak sekumpulan remaja perempuan bersembunyi di kamar mandi, dan di saat yang hampir bersamaan, para remaja lelaki melompati tembok yang tingginya hampir tiga meter lantaran terlambat mengikuti upacara.

Atau adegan tidur dalam kelas dan kepergok guru. Atau permainan-permainan memacu adrenalin semisal ular naga menggunakan kursi beroda yang satu dengan lainnya diikat tali atau meluncur di koridor sekolah yang lantainya terlebih dahulu disiram air sabun supaya jadi lebih licin.

Tangkapan gambar dari video di TikTok yang menunjukkan keriangan anak-anak remaja kala berada di sekolah.
Tangkapan gambar dari video di TikTok yang menunjukkan keriangan anak-anak remaja kala berada di sekolah. (capture tiktok)

Segenap aksi dalam video-video ini lucu di satu sisi, mengharukan di sisi yang lain. Video yang mengembangkan senyum, meledakkan tawa, tapi tidak berhenti sampai di sini. Ada perasaan lain yang tertinggal setelah senyum dan tawa itu. Perasaan mengguris hati, yang lambat laun bisa menerbitkan air mata.

Siapa pun yang pertama kali membuat video ini, juga siapa pun yang kemudian mengikutinya, saya kira punya tujuan yang sama. Ingin mengungkap rindu. Rindu sekolah dan bersekolah. Rindu pada segala sesuatu yang memang hanya mungkin terjadi di lingkungan sekolah.

Iya, kelakuan-kelakuan mengisengi teman itu. Kejutan-kejutan yang seringkali agak sedikit kelewatan pada kawan (atau bahkan guru) yang sedang berulang tahun itu. Atau juga kisah-kisah cinta monyet yang serba malu-malu dan koplak itu.

Ah, sudah berapa lama kegaduhan-kegaduhan yang manis ini hilang? Pandemi Covid-19 yang melanda dunia membuat hampir semua tatanan hidup berubah.

Segala sesuatu yang dulunya normal tak dapat dilakukan lagi. Termasuk bersekolah. Tatap muka, interaksi, kegaduhan, kenakalan, keriangan, kebahagiaan, lesap tak berbekas. Berganti pembelajaran via aplikasi yang kaku dan dingin dan --sudah barang tentu-- membosankan. Segala bentuk ketangkasan remaja terberanguskan.

Tidak ada gejolak. Tak ada sensasi. Semuanya berjalan satu arah. Guru menerangkan. Guru memberikan arahan. Kerjakan ini. Kerjakan itu. Jam sekian tanggal sekian, kumpulkan, kirim melalui surel atau jaringan komunikasi WhatsApp. Dan para remaja itu, siswa-siswa itu, menurut dan mengikutinya dalam diam, lalu menerima nilainya dengan ekspresi yang sungguh datar-datar belaka.

Tidak ada luapan kegembiraan. Tidak ada kekecewaan dan kekesalan. Tidak ada kesedihan. Tidak juga muncul kekonyolan semacam menambahkan setengah lingkaran di depan dan setengah lingkaran di belakang angka 3 hingga penampakannya berubah jadi 8.

Sekali lagi, biasa-biasa saja. Toh cukup dengan menunjukkan wajah di layar aplikasi yang sudah dianggap absensi, dan tidak malas-malas amat mengerjakan tugas, maka kenaikan kelas sudah dijamin. Tidak ada debar-debar.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved