Breaking News

Opini Online

Vaksin Nusantara dalam Pusaran Politik Indonesia

Setahun lebih pandemi Covid-19 melanda negara Indonesia, telah mengakibatkan perubahan di semua sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Editor: AbdiTumanggor
ISTIMEWA
DOK. PRIBADI/Eko Suprihanto 

Kondisi ini menyebabkan parpol dapat berperan sebagai oposisi, tetapi tiba-tiba berganti menjadi pendukung pemerintah jika kepentingannya sesuai, begitu pula sebaliknya.

Selain itu, banyaknya manuver politik akomodatif yang dilakukan Presiden kepada parpol berfungsi untuk melonggarkan tensi antara parlemen dengan pemerintah sehingga konstelasi politik pun berubah.

Nasionalisme menjadi pokok pembahasan yang menarik setelah lebih dari setahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan negeri ini dan sudah dimulainya program vaksinasi bagi masyarakat Indonesia.

Saat ada wacana tentang vaksin nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan RI dr Terawan Agus Putranto, maka mulai terjadi pro dan kontra.  

Bahkan salah satu media terkemuka di Indonesia telah memelesetkan vaksin nusantara menjadi vaksin tentara, hal ini tentunya karena dr Terawan sebelumnya adalah Perwira Tinggi TNI-AD dan pernah menjabat sebagai Kepala RSPAD dan juga karena penelitian vaksin nusantara ini dilakukan di RSPAD Gatot Subroto.

Banyak tokoh, baik di anggota DPR maupun di luar, menyatakan dukungan kepada vaksin nusantara ini. Alasan mereka adalah soal nasionalisme.

Vaksin buatan anak bangsa harus diprioritaskan, jangan semata membeli vaksin dari luar. Dengan alasan itu mereka melakukan gerakan, menjadi relawan uji vaksin.

Sementara itu sejumlah epidemiolog mengkritik sikap tim peneliti vaksin nusantara yang dinilai mengabaikan prosedur riset serta rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).   

Tim peneliti vaksin besutan Terawan melanjutkan uji klinis tahap kedua meski tak mengantongi izin BPOM.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan tindakan tim peneliti tersebut melanggar etika dan bisa membahayakan publik.

Seperti diketahui bahwa riset pengembangan vaksin berbasis sel dendritik ini dilakukan melalui kerja sama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dengan PT Rama Emerald Multi Sukses.

Rama Emerald merupakan pemegang lisensi dari Aivita Biomedical Inc, perusahaan farmasi yang berbasis di Amerika Serikat, pengembang terapi sel dendritik SARS-CoV-2.

Setidaknya ada empat prinsip etik yang dilanggar oleh tim peneliti vaksin Nusantara.

Pertama, respect, prinsip ini menyangkut bagaimana cara tim peneliti berkomunikasi dengan relawan, komunitas, dunia akademis, hingga regulator.

Dalam hal ini tim peneliti harus menyadari adanya perhatian (concern) dan sensitivitas dari sebagian masyarakat ilmiah di Indonesia serta masyarakat secara umum.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved