Nenek Parjiem Berusia 93 Tahun Berlinang Air Matanya Cerita Tanah Wakaf Suaminya Dirampas Perusahaan

Lalu lintas truk bertonase besar telah membuat hidupnya resah. Apalagi tanah wakaf suaminya untuk perkuburan masyarakat telah dirampas

Istimewa
Nenek Parjiem 93 Tahun Datang ke BAKUMSU untuk mengaduhkan nasibnya 

“Pembongkaran tanah tanpa sepengetahuan kami. Dan warga dusun lainnya. Kami mohon bantuan dari Bapak-bapak untuk bantu warga karena mereka merampas tanah wakaf kami,” katanya. 

Belasan warga Dalu 10-A melaporkan nasib mereka perihal penyerobotan tanah wakaf yang dilakukan perusahaan melalui premannya.
Belasan warga Dalu 10-A melaporkan nasib mereka perihal penyerobotan tanah wakaf yang dilakukan perusahaan melalui premannya. (Tribun Medan)

Rosdiana menambah, rumah dan mobilnya dilempar sekelompok orang yang tidak diketahui identitasnya. Besar dugaan, pelaku pelemparan rumah itu merupakan preman yang tergabung di Organisasi Kepemudaan (OKP).

Akibatnya, kaca mobilnya hancur. Pelemparan kaca mobil dan rumah terjadi pukul 03.00 WIB. Meski begitu, laporan polisinya belum ditindaklanjuti Polsekta Tanjungmorawa.

Pelemparan terjadi setelah ia bersama puluhan warga memprotes secara sporadis adanya pengerjaan jalan.

Mereka menghadang para pekerja yang sedang melebarkan jalan serta merampas tanah wakaf

Rosdiana merupakan koordinator yang ditunjuk warga untuk melawan. Tindakan preman yang melakukan intimidasi tidak membuat nyalinya ciut.

Bahkan, kini semangatnya semakin besar untuk menentang pembangunan yang tidak berpihak pada masyarakat.

“Saya tanya terus sama juper tentang laporan saya. Meski sampai sekarang belum progres. Saya terus melaporkan peristiwa penindasan ini kemana-mana. Istilah cari pintu untuk ditolong,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Rosdiana menjelaskan diduga PT EIP yang membiayai pelebaran Jalan Gang Rukun yang tembus ke pabrik. Bahkan, perusahaan sudah mendapat izin untuk pembangunan jembatan di Sungai Sei Belumai. 

“Jadi Gang Rukun ini buntuh tembusnya ke sungai. Sebelum sungai ada tanah wakaf. Sedangkan di seberang sungai itulah pabrik PT Evergreen. Perusahaan pengin menjadikan jalan kampung sebagai lalu lintas kendaraan bertonase besar. Kami menolak,” katanya.

 Ihwalnya, pada tanggal 1 April 2020 pertama kali dilakukan pengerjaan pelebaran jalan. Melihat adanya pengerjaan itu, masyarakat marah sehingga berkumpul dan menghalau para pekerja. Kekuatan masyarakat yang jumlahnya besar bisa membatalkan pengerjaan jalan. 

Namun, berselang satu pekan kemudian, mereka datang lagi untuk melakukan pengerjaan. Mereka datang membawa preman untuk melawan warga. Akibatnya, warga yang didominasi perempuan saling dorong dengan preman. 

“Pada tanggal 7 April pekerja kembali turun bersama oknum preman dan mengintimidasi warga. Preman itu dihadapkan sama warga. Mereka membentak masyarakat yang protes. Aksi saling dorong pun terjadi,” ujarnya. 

Berselang beberapa hari kemudian, warga akhirnya melakukan audiensi bersama Pemkab Deliserdang.

Pada audiensi itu, Pemkab Deliserdang menyatakan bila warga keberatan adanya pembangunan jembatan maupun jalan layangkan gugat ke PTUN saja. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved