Rektor Unika St Thomas Meninggal

Pastor Dr Frietz Tambunan Meninggal, Unika Santo Thomas Sumatera Utara Berkabung

Di rumah sakit tersebut, pendarahan yang terjadi di sekitar otak harus dikeluarkan. Kondisinya melemah dan tidak stabil hingga Senin (11/5/2020).

Penulis: Maurits Pardosi |
Komsoskam
Dr Frietz Tambunan / Rektor Unika St. Thomas Sumatera Utara periode 2016-2020 

TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas Sumatera Utara berkabung atas meninggalnya Pastor Frietz Tambunan, rektor universitas tersebut.

Kabar meninggalnya Pastor Frietz Tambunan di Rumah Sakit Elisabeth Jalan H Misbah, Kecamatan Medan Maimun pada Selasa (12/5/2020) langsung tersebar ke seluruh umat Katolik di Keuskupan Agung Medan melalui media sosial.

Dari info yang berhasil dihimpun, pastor tersebut mengakhiri peziarahannya di dunia ini pada usia 62 tahun.

Meninggalnya Pastor Frietz Tambunan dikarenakan serangan stroke hemograghik pada Selasa (28/4/2020) yang kemudian mendapatkan perawatan intensif di Rumas Sakit Materna Jalan Teuku Umar, Kecamatan Medan Petisah.

Setelah adanya pembicaraan khusus pihak Keuskupan Agung Medan dengan tim mefis Rumah Sakit Elisabeth, Pastor Fritz Tambunan harus mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Elisabeth.

Di rumah sakit tersebut, pendarahan yang terjadi di sekitar otak harus dikeluarkan. Kondisinya melemah dan tidak stabil hingga Senin (11/5/2020).

Pada saat yang sama, dia harus menjalani operasi ulang membersihkan pendarahan tersebut. Pastor yang dikenal sebagai seorang penulis ini ditahbiskan pada 22 Januari 1989.

"Nama Pastor Frietz sudah tidak asing lagi bagi para pembaca Majalah Gereja Katolik Menjemaat karena coretan-coretan tangannya setiap bulannya. Belum baca Menjemaat, kalau belum baca jendela. Demikian pernah terlontar ucapan seorang pembaca setia Menjemaat," ujar Ananta Bangun, staf Redaksi Majalah Menjemaat pada Selasa (12/5/2020).

Literasi yang dia sajikan membuat para pembaca semakin penasaran sekaligus menantikan majalah tersebut.

"Isi dan gaya tulisannya yang terkesan ringan, santai dan jenaka, walau nyeletuk, sikut kiri, sikut kanan, nyindir sana-sini dan mengundang banyak kritikan, membuat rubrik ini cukup diminati dan selalu dinantikan," sambungnya.

Pastor kelahiran Sigotom, 15 Desember 1957 ini menyelesaikan studi lanjutan sejak Strata 1 hingga Strata 3 di Universitas Salesiana, Roma.

Kilas balik seputar masa kecilnya, Pastor Frietz Tambunan ternyata sudah mencintai dunia literasi sejak anak-anak.

“Lingkungan yang paling berpengaruh pada awalnya adalah keluarga. Ketika masih kecil, saya sering melihat ayah saya, almarhum, menulis dan membaca sambil tidur. Lalu sesekali saya mengintip apa yang ditulisnya. Ternyata diary. Setelah di SMP, saya pun mulai menulis sesuatu tentang pengalaman pribadi. Di SMA saya makin rajin menulis dan mempunyai teman pena di mana-mana. Mereka suka dengan tulisan saya yang katanya lucu. Ketika perasaan sedang sendu, saya menulis puisi untuk mengungkapkan isi hati dan setengah jati diri,” tulis mendiang dalam sebuah catatan hariannya yang dituturkan ulang oleh Ananta Bangun.

Termaktub juga bagaimana harapannya dalam perjalanan hidupnya.

“Saya berharap untuk lebih dapat mewujudkan idealisme hidup saya, yakni sebuah pencapaian personal yang istilahkan dengan achievement: ketenteraman hati dan pikiran, penguasaan dan pengenalan mendalam akan diri sendiri sebagai suatu pencerahan (enlightment)," lanjutnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved