TRIBUN-WIKI-MEDAN: Eksistensi Agama Baha’i di Kota Medan

Di Kota Medan juga telah terdata sejumlah warga yang menganut agama Bahá'í.

Editor: Juang Naibaho
Tribun-Medan.com/Aqmarul Akhyar
Irham Hadi Purnama, warga Medan yang menganut agama Baha’i 

Agama Baha’i adalah agama yang independen dan bersifat universal, bukan sekte dari agama lain. Pembawa Wahyu Agama Baha’i adalah Bah’a’ulláh, yang mengumumkan bahwa tujuan agama-Nya adalah untuk mewujudkan transformasi rohani dalam kehidupan manusia dan memperbarui lembaga-lembaga masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan seluruh umat manusia.

Umat Baha’i berkeyakinan bahwa agama harus menjadi sumber perdamaian dan keselarasan, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun dunia. Umat Baha’i telah dikenal sebagai sahabat bagi para penganut semua agama, karena melaksanakan keyakinan ini secara aktif. Ajaran-ajaran Agama Bahá’í antara lain adalah keyakinan pada keesaan Tuhan, kebebasan beragama, kesatuan dalam keanekaragaman, serta menjalani kehidupan yang murni dan suci.

Selain itu, Agama Baha’i juga mengajarkan peningkatan kehidupan rohani, ekonomi, dan sosial- budaya, mewajibkan pendidikan bagi semua anak, menunjukkan kesetiaan pada pemerintah, serta menggunakan musyawarah sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Ajaran-ajaran tersebut ditujukan untuk kesatuan umat manusia demi terciptanya perdamaian dunia.

Bah’a’ulláh (yang berarti Kemuliaan Tuhan) adalah Pembawa Wahyu Agama Baha’i. Pada tahun 1863, Ia mengumumkan misi-Nya untuk menciptakan kesatuan umat manusia serta mewujudkan keselarasan di antara agama-agama. Dalam perjalanan-Nya di sebagian besar kerajaan Turki, Bah’a’ulláh banyak menulis wahyu yang diterima-Nya dan menjelaskan secara luas tentang keesaan Tuhan, kesatuan agama serta kesatuan umat manusia.

Walaupun Bah’a’ulláh dijatuhi hukuman karena ajaran agama-Nya, sebagaimana juga dialami oleh para Utusan Tuhan yang lainnya, namun Bahá’u’lláh terus mengumumkan bahwa umat manusia kini berada pada ambang pintu zaman baru, zaman kedewasaan.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sekarang terbuka kemungkinan bagi setiap orang untuk melihat seluruh bumi dengan semua bangsanya yang beranekaragam, dalam satu perspektif.

Bah’a’ulláh mengajarkan bahwa semua agama berasal dari Tuhan dan mereka saling mengisi serta melengkapi. Semua Utusan Tuhan mengajarkan keesaan Tuhan dan mewujudkan cinta Tuhan dalam kalbu-kalbu para hamba-Nya. Mereka telah mendidik umat manusia secara berkesinambungan ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi dalam perkembangan jasmani dan rohani.

Bah’a’ulláh bersabda bahwa kini saatnya telah tiba bagi setiap bangsa di dunia untuk menjadi anggota dari satu keluarga besar umat manusia. Selanjutnya, Ia juga mengajarkan bahwa saatnya telah tiba untuk mewujudkan kesatuan umat manusia serta mendirikan suatu masyarakat sedunia.

Dalam Surat wasiat-Nya, Bah’a’ulláh menunjuk putra sulung-Nya, ‘Abdu’l-Bah’a, sebagai suri Teladan Agama Baha’í, Penafsir yang sah atas Tulisan Suci-Nya, serta Pemimpin Agama Baha’í setelah Bah’a’ulláh wafat. Bah’a’ulláh wafat pada tahun 1892 di Bahji yang berada di Tanah Suci.

Pada tahun 1911-1913, ‘Abdu’l-Bah’a melakukan perjalanan ke Mesir, Eropa, dan Amerika. Dia mengumumkan misi Bah’a’ulláh mengenai perdamaian dan keadilan sosial kepada umat semua agama, berbagai organisasi pendukung perdamaian, para pengajar di universitas-universitas, para wartawan, pejabat pemerintah, serta khalayak umum lainnya.

‘Abdu’l-Bah’a, yang wafat pada tahun 1921, dalam surat wasiatnya menunjuk cucu tertuanya, Shoghi Effendi Rabbani, sebagai Wali Agama Bahá’í dan Penafsir ajaran agama ini. Hingga wafatnya pada tahun 1957, Shoghi Effendi menerjemahkan banyak Tulisan Suci Bahá’u’lláh dan ‘Abdu’l-Bah’a ke dalam Bahasa Inggris dan menjelaskan makna dari Tulisan-tulisan suci. Dia juga membantu didirikannya lembaga-lembaga masyarakat Bahá’í yang berdasarkan pada ajaran Baha’í di seluruh penjuru dunia.

‘Abdu’l-Bahá dan Shoghi Effendi dengan setia telah menuntun Agama Bahá’í sesuai dengan ajaran-ajaran Bah’a’ulláh dan memelihara kesatuan umat Baha’í sehingga tidak akan ada sekte ataupun aliran di dalam Agama Baha’í. Setelah Shoghi Effendi, sesuai dengan amanat dari Bah’a’ulláh, umat Baha’í dibimbing oleh lembaga internasional yang bernama Balai Keadilan Sedunia.

Tentang Umat Bah’ai di Kota Medan

Menurut cerita dari Irham, umat Baha’i di Kota Medan ada sekitar kurang lebih 100 orang. Kemudian, setiap bulan sekali pada hari ke 19 Umat Baha’i Kota Medan, melakukan pertemuan. Dalam pertemuan ini, mereka membahas tentang Agama yang dianutnya. Selain itu, di dalam pertemuan ini umat Agama Baha’i bermusyawarah terkait sosial.

“Perayaan 19 hari, Jadi disitulah bermusyawarah. Jadi apabila kami membayangkan sebuah kampung, disetiap pertemuan dan musyawarah hari ke 19 ini lah kami memikirkan siapa yang tak bisa sekolah, bagaimana jembatan itu, terus kami melakukan iuran untuk membantu semama manusia dan lebih memikirkan kemanusiaan atau kegiatan sosial,” ujarnya.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved