Hari Pahlawan
Terpanggil Bela Negara Usai Dengar Pidato Soekarno, Veteran hanya Bisa Bersyukur Tinggal di Gubuk
Ia berujar hanya bisa bersyukur tinggal di gubuk papan berukuran 4 meter x 3 meter di bantaran Sungai Deli
TRIBUN-MEDAN.com-Masih lekat di benak Veteran Pembela Kemerdekaan Republik Indonesia Sutrisno (73) nasihat komandan batalion saat ikut operasi Ganyang Malaysia pada 1961-1966.
Prajurit, tidak boleh mengharapkan apapun dari negara, tapi berikanlah pengabdian untuk negara. Pesan itu, tertanam dalam benak Sutrisno, sehingga mengurus jadi anggota veteran baru ia lakukan pada 2015.
Secara umum ada tiga tingkatan veteran di Indonesia.
Yang tertinggi adalah veteran perang kemerdekaan, kemudian veteran perang untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa dari agresi luar negeri, dan selanjutnya adalah veteran perang untuk membela kepentingan bersama bangsa-bangsa yang menjadi sekutunya, atau membela kepentingan politik tertentu negaranya.
"Pada 1978 teman-teman seperjuangan meminta saya untuk mengurus jadi anggota veteran. Tapi, saya baru mengurus pada 2015. Sebelumnya tidak saya urus, karena ingat perkataan Komandan Batalion, jangan mengharap apapun kepada negara tapi berikan pengabdian untuk negara," ujar Sutrisno di kediamannya, Jalan Yos Sudarso, Gang Panitera, Medan Deli, Jumat (9/11) sore.
Selain itu, kata dia, pada prinsipnya masyarakat atau pemuda tidak boleh meminta kepada negara. Tapi, harus berjuang demi kemajuan negara.
Sebagai warga negara, ia merasa terpanggil saat mendengar pidato Presiden Soekarno untuk membela negara Indonesia.
Menurutnya, perkataan Bung Karno tentang keberadaan Malaysia yang membahayakan Indonesia. Karena itu, rakyat harus serentak, seia, sekata Melaysia harus diganyang habis-habisan memicu gelora pemuda.
Sejak 1961-1966 meletus konfrontasi Indonesia kontra Malaysia. Ikut operasi militer pada 1963, kala itu, ia masih remaja berusia sekitar 18 tahun.
Ia mengikuti pelatihan militer di Pematangsiantar, lalu dikirim ke daerah perbatasan.
"Saya dikirim ke perbatasan Malaysia-Indonesia tepatnya di Tanjungpinang. Selanjutnya, saya ditugaskan ke Tanjungbalai Karimun selama tiga bulan. Lalu, ke Selat Panjang. Pada 1965 kembali ke Medan, karena mencuat G30 SPKI," ujarnya.
Ia mengklaim, tiba di Kota Medan, seluruh pemuda yang menjadi relawan Ganyang Malaysia diberi hak angket masuk ABRI. Tapi, puluhan hingga ratusan relawan memutuskan untuk kembali ke masyarakat alias jadi sipil.
"Dari situ saya bekerja mocok-mocok, kerjaan tidak tetap. Tapi pada 1975 sampai 2008 saya bekerja sebagai buruh bongkar-muat. Saya tetap bersyukur walaupun hidup dengan keterbatasan," katanya.
Tidak lama kemudian, ia menunduk, tidak melanjutkan perbicaraan.
Setelah itu, ia berujar hanya bisa bersyukur tinggal di gubuk papan berukuran 4 meter x 3 meter di bantaran Sungai Deli. Gubuk tersebut ia buat sendiri pada 2015.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/veteran.jpg)