Kedai Tok Awang

Thierry Henry tak Nasionalis

Multikulturalisme sudah lama jadi isu yang mengiringi perjalanan tim nasional Perancis dan Belgia.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP PHOTO/ODD ANDERSEN
THIERRY Henry, mantan pemain tim nasional Perancis yang saat ini menjadi asisten pelatih tim nasional Belgia. Perancis dan Belgia akan berhadapan pada laga semifinal Piala Dunia 2018, dini hari nanti. 

BERAWAL dari video yang ditonton Pak Ko, video pendek berdurasi 59 detik yang menampilkan konferensi pers pemain tim nasional Perancis, Olivier Giroud, percakapan di kedai Tok Awang merambat ke arah yang agak serius, yakni soal nasionalisme.

Giroud bicara tentang Thierry Henry. Bilangnya, Henry telah salah memilih. Semestinya dia berada di kamp pelatihan Perancis, bukan Belgia.

Henry menjadi anggota Les Bleus --julukan tim nasional Perancis-- selama 13 tahun (1997-2010). Selama itu, dia bermain di 123 pertandingan internasional dan melesakkan 51 gol. Termasuk gol-gol di Piala Dunia dan EURO. Henry bermain di empat Piala Dunia dan tiga EURO dengan masing-masing koleksi satu gelar.

Tahun 2014, Henry mengakhiri karier panjangnya sebagai pesepakbola dan beralih jadi pundit, komentator pertandingan-pertandingan bola di televisi. Komentar-komentarnya juga banyak dikutip koran-koran Inggris. Dua tahun menjalani profesi ini, dia kembali ke lapangan. Bukan sebagai pemain, tentunya. Henry mendapat tawaran sebagai asisten pelatih di tim nasional Belgia. Tak dinyana, sekarang, Belgia akan berhadap-hadapan dengan Perancis.

FOTO combo pemain, pelatih, dan aksi-aksi tim nasional Perancis dan Belgia di Piala Dunia 2018.
FOTO combo pemain, pelatih, dan aksi-aksi tim nasional Perancis dan Belgia di Piala Dunia 2018. (AFP PHOTO/YURI CORTEZ/JEWEL SAMAD/ODD ANDERSEN/FRANCK FIFE/BENJAMIN CREMEL/SAEED KHAN/DIMITAR DILKOFF)

"Macam manalah perasaan Si Henry tu, ya," kata Jek Buntal. "Kurasa bedoa dia di bench supaya Belgia jangan menang."

"Kenapa gitu, Bang Jek?" tanya Sudung.

"Iyalah. Kaloklah Perancis sampek kalah, pasti dia dibilang pengkhianat. Tak nasionalis. Mana berani dia balek ke Perancis lagi. Bisa ditembak mati lah dia kayak si Escobar pemain Kolombia itu."

"Ah, enggak sebengak itu lah orang-orang Perancis, Jek," ujar Sangkot.

"Bah, cemananya! Ini bukan soal bengak enggak bengak. Ini soal harga diri bangsa, Kot. Jangan sepele kau. Bisa bahaya kalok harga diri bangsa terusik. Bisa perang!"

"Alamakjang, cumak main bolanya ini, kawan."

"Iya, itulah. Kadang kalok dibilang bandal kali. Yang kau pikirnya sekarang sepakbola ini cumak perkara sepak-menyepak bola di lapangan. Banyak duit yang beredar. Banyak mafia yang main. Pastinya termasuk di Perancis. Kalok ada yang rugi besar, siap-siap lah si Henry itu."

THIERRY Henry saat masih bermain untuk tim nasional Perancis
THIERRY Henry saat masih bermain untuk tim nasional Perancis (pinterest)

Jek Buntal, Sudung, dan Sangkot meneruskan percakapan mereka. Sesekali, Jontra Polta ikut menimpali. Di meja lain, Pak Ko, Lek Tuman, Pace Pae, dan Ane Selwa, juga begitu. Bedanya, mereka tidak mempercakapkan kemungkinan pembunuhan Henry oleh mafia yang kalah berjudi. Dari video Giroud, tudingan tak nasionalis, mereka bergerak ke isu multikultural. Bukan cuma tim nasional Perancis, multikulturalisme juga menjadi warna kental tim nasional Belgia.

"Tahunya kelen kalok lebih separo dari pemain inti Perancis, pemain-pemain line up-nya, bukan orang Perancis? Maksudnya, orang asli Perancis," kata Ane Selwa.

"Sebenarnya bukan cuma di line up, Kaka Ane," sahut Pace Pae. "Cadangan-cadangannya juga. Sa ada baca, dari itu 23 pemain Perancis, yang bukan asli Perancis 17 orang."

Multikulturalisme sudah jadi isu yang mengiringi perjalanan tim nasional Perancis sejak era Michael Platini. Dua gelandang andalan mereka, Luis Fernandez dan Jean Tigana, berdarah Spanyol dan Mali. Saat Piala Dunia digelar di Perancis tahun 1998, isu ini makin menguat dan sempat membuat sejumlah politisi mengambil panggung demi kepentingan politik mereka. Mereka mempertanyakan, bahkan menggugat, kebijakan pemerintah yang dinilai terlalu longgar pada imigran.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved