Berita Nasional
Para Gubernur Harus Tahu, Syarat Jika Ingin Dana TKD Tambahan, Purbaya: Kalau Jelek, Enggak Bisa
Kini Kementerian Keuangan punya upaya jika para gubernur ingin meminta dana TKD tambahan. Tapi ada syaratnya.
TRIBUN-MEDAN.com - Para gubernur harus tahu, syarat dapat dana TKD tambahan. Purbaya: Kalau jelek gak bisa.
Para gubernur kini mengalami nasib pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD).
Kini Kementerian Keuangan punya upaya jika para gubernur ingin meminta dana TKD tambahan. Tapi ada syaratnya.
Berikut ini penjelasan Menteri Keuangan Purbaya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta para gubernur untuk memperbaiki terlebih dahulu tata kelola dan penyerapan uang daerah.
Pada triwulan IV 2025 dan triwulan I 2026, Purbaya akan meninjau kembali apakah penyelewengan sudah berkurang.
"Nanti akhir triwulan pertama menjelang triwulan kedua, saya bisa hitung berapa uang yang saya bisa tambah untuk TKD. Tapi dengan syarat tadi, tata kelolanya sudah baik," kata Purbaya di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
TKD merupakan dana dari APBN yang dialokasikan dan disalurkan kepada pemerintah daerah untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
TKD sendiri mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH), yang merupakan sumber utama pendanaan bagi pemerintah daerah untuk membiayai operasional, gaji ASN, dan pembangunan infrastruktur.
Fungsi utama TKD adalah mendukung pembangunan daerah, meningkatkan pelayanan publik, dan mengurangi ketimpangan fiskal antar wilayah.
Purbaya menegaskan, jika tata kelola yang dijalankan gubernur sudah jauh lebih baik atau dengan kata lain penyelewengan berkurang, dia baru bisa mengajukan ke Presiden Prabowo Subianto untuk kenaikan TKD.
"Kalau jelek saya enggak bisa ajukan ke atas. Presiden kurang suka rupanya kalau itu. Tapi kalau kita punya bukti bahwa sudah bagus semua, harusnya enggak ada masalah kita naikkan," ucap Purbaya.
"Jadi, untuk membantu bapak-bapak di daerah, tolong bantu saya juga untuk mendapatkan track record seperti itu. Dua triwulan saya pikir sudah cukup, triwulan keempat tahun ini dan triwulan pertama tahun depan," kata Purbaya.
Saat ini, Purbaya tetap pada pendiriannya tidak akan menaikkan dana TKD dalam APBN tahun depan.
Alasan Purbaya menolak permintaan kepala daerah tersebut karena dana yang ditransfer ke daerah dinilai sering diselewengkan oleh pemerintah daerah.
Purbaya sebenarnya ingin saja menaikkan TKD untuk tahun depan, tetapi ia mengatakan pemimpin di atas masih ragu dengan hal tersebut.
Hal itu dikarenakan dana yang ditransfer ke daerah dinilai sering diselewengkan oleh pemerintah daerah terkait.
"Saya ingat beberapa waktu lalu ada 18 gubernur datang ke tempat saya kan, mereka menuntut transfer ke daerah dinaikkan," kata Purbaya.
"Sebenarnya kalau saya sih mau aja naikin, cuma pemimpin di atas masih ragu dengan kebijakan itu karena mereka bilang sering diselewengkan uang di daerah," kata Purbaya.
Alokasi TKD 2026 Ditetapkan Rp 693 Triliun
APBN 2026 disahkan DPR RI pada 23 September 2025 lalu, dengan postur belanja negara mencapai Rp3.842,7 triliun dan pendapatan negara Rp 3.153,6 triliun, menghasilkan defisit Rp689,1 triliun.
Dalam APBN 2026, alokasi TKD ditetapkan sebesar Rp 693 triliun. Angka tersebut memang lebih tinggi dari usulan awal yang hanya Rp 650 triliun, namun tetap lebih rendah dibandingkan target APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
Nantinya, pemangkasan TKD bervariasi antar daerah, dengan rata-rata pengurangan 20-30 persen untuk tingkat provinsi dibandingkan alokasi pada APBN 2025.
Hal inilah yang menimbulkan gelombang protes dari para kepala daerah hingga pada Selasa (7/10/2025), sebanyak 18 gubernur dari berbagai provinsi mendatangi Gedung Kemenkeu, Jakarta. Mereka tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
Para gubernur menilai kebijakan pemotongan dana TKD ini akan melumpuhkan program pembangunan, termasuk pembayaran tunjangan tambahan penghasilan (TPP) dan gaji Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Sebelumnya, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda mengeluhkan, total dana TKD dari pemerintah pusat ke Provinsi Maluku Utara mengalami penurunan signifikan pada tahun 2026.
Menurut Sherly, total dana pusat ke daerah tahun 2025 mencapai Rp 10 triliun, namun pada tahun 2026 hanya tersisa Rp 6,7 triliun atau berkurang Rp 3,5 triliun.
Sherly bilang, pemotongan terbesar terjadi pada pos Dana Bagi Hasil (DBH) yang porsinya mencapai 60 persen.
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan presentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
"Tahun 2026 itu sisa Rp 6,7 triliun, jadi kita kepotong Rp 3,5 triliun dari potongan Rp 3,5 triliun itu terbesar ada di DBH. Jadi DBH kira itu 60 persen," ujar Sherly usai menghadiri audiensi APPSI dengan Menkeu Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (7/10/2025).
Sherly menyatakan, Menkeu Purbaya akan mencarikan solusi terbaik agar pertumbuhan ekonomi daerah tetap stabil meski ada pemangkasan TKD tersebut.
Adapun pada pertemuan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) tadi, Sherly bilang seluruh gubernur yang hadir juga menyuarakan pendapat yang sama terkait pemangkasan TKD. Mereka sepakat untuk tidak dipangkas tahun 2026.
"Kita masing-masing gubernur sudah menyuarakan pendapat kepada Menteri Keuangan, karena dengan perencanaan dana transfer ke daerah yang hanya cukup untuk belanja rutin, belanja jalan, infrastruktur dan jembatan menjadi sangat berkurang," kata Sherly.
"Kami meminta agar tidak ada pemotongan," imbuh dia menegaskan.
Terakhir, Sherly menegaskan bahwa secara umum seluruh kepala daerah yang hadir dalam audiensi ini keberatan atas pemotongan TKD tahun 2026.
"Semuanya tidak setuju, karena ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar dengan pemotongan rata-rata 20-30 persen untuk level provinsi," tegas dia.
Istana: TKD Dialihkan ke Program Langsung
Pihak Istana menegaskan bahwa perubahan skema TKD bukanlah pemangkasan, melainkan pengalihan ke bentuk program langsung dari pemerintah pusat.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa kepala daerah telah diberikan penjelasan mengenai hal ini.
“Kemarin sudah kita terima, diterima oleh Menteri Keuangan, kemudian diterima juga oleh Mendagri, dan kita berikan pemahaman bersama,” ujar Prasetyo di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Menurut Prasetyo, TKD saat ini terbagi menjadi dua: langsung dan tidak langsung.
TKD tidak langsung merujuk pada program-program nasional yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat di daerah, meski tidak dikirim dalam bentuk dana transfer langsung.
“Transfer ke daerah yang tidak langsung itu adalah yang dari pemerintah pusat dalam bentuk program-program yang itu penerimanya adalah juga semua masyarakat di daerah-daerah,” jelasnya.
Ia mencontohkan program MBG yang menelan anggaran sekitar Rp 335 triliun. Program tersebut, menurutnya, dinikmati oleh seluruh daerah dan termasuk dalam TKD tidak langsung.
“Nah, ini 'kan dinikmati juga oleh seluruh daerah. 'Kan begitu,” tambahnya.
Prasetyo juga mengajak pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola anggaran agar manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat.
“Mari kita perbaiki tata kelola anggaran kita supaya semua kita desain untuk program-program yang memang betul-betul berdampak kepada kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan Prasetyo muncul setelah 18 gubernur dari berbagai provinsi mendatangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Mereka memprotes rencana pemangkasan TKD dalam Anggaran 2026, dengan besaran potongan mencapai 20–30 persen di tingkat provinsi dan bahkan 60–70 persen di beberapa kabupaten dan kota.
Para kepala daerah menilai kebijakan tersebut membebani kemampuan daerah dalam membiayai gaji pegawai, terutama PPPK, serta menghambat pembangunan infrastruktur.
Pasca-aksi tersebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan pernyataan kepada wartawan dalam forum terpisah.
Tito meminta kepala daerah agar lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan dan memperbaiki tata kelola anggaran.
Menurutnya, optimalisasi potensi lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap TKD.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| RESMI Daftar Mobil dan Motor Dilarang Isi Pertalite di SPBU, Berikut Kendaraan yang Diperbolehkan |
|
|---|
| Fakta-fakta Konflik PBNU, Gus Yahya Pernah Bertemu Netanyahu, Mengaku Datang Demi Palestina |
|
|---|
| Profil Gus Yahya, Juru Bicara Gusdur yang Mulai Didesak Mundur dari Jabatan Ketua PBNU |
|
|---|
| Fakta Seputar Polemik Lift Kaca Pantai Kelingking Senilai Rp 60 M yang Bakal Dibongkar Gubernur Bali |
|
|---|
| Hasan Nasbi Bela Jokowi Kasus Ijazah, Pidanakan Roy Suryo cs Demi Jaga Nama Baik: Yakin Bisa Menang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/purbaya-blt-tribunmedan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.