Berita Viral

Peran Besar Jokowi dalam Proyek Kereta Cepat yang Merugi,Utang 116 T Membengkak Kini gak Mampu Bayar

Terungkap awal mula terwujudnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung Whoosh yang kini jadi sorotan.

Editor: Salomo Tarigan
KOLASE/TRIBUN MEDAN
KERETA CEPAT - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang resmi diluncurkan Presiden RI Ke7 Jokowi pada 2 Oktober 2023 lalu. kereta cepat beroperasi, ternyata masalah belum selesai. Proyek ini justru menghadapi persoalan baru.  Kerugian terus membengkak menjadi beban keuangan. 

TRIBUN-MEDAN.com -  Terungkap awal mula terwujudnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung Whoosh yang kini jadi sorotan.

Diprediksi utang akan terus berjibun sejak pengoperasian Whoosh 2 Oktober 2023 lalu.

Awal mula proyek ini muncul sudah jadi perdebatan di era pemerintahan Presiden Jokowi.

Terungkap peran besar Jokowi hingga terwujudnya proyek kereta cepat ini.

Kereta Cepat kini jadi perbincangan publik lagi.

Apalagi beban utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tersebut mencapai Rp 116 triliun.

MENKEU PURBAYA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa
MENKEU PURBAYA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa (Kolase Youtube Kompas TV)

Sejak kereta cepat Whoosh beroperasi, negara telah rugi hingga Rp1,6 triliun pada semester I 2025.

Danantara, sebagai superholding BUMN, disebut tengah mencari cara meringankan pembiayaan proyek tersebut, termasuk kemungkinan meminta dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak wacana itu. 


Ia menilai, utang proyek KCIC bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya menjadi urusan BUMN yang terlibat di dalamnya. 

Meski mengaku belum menerima permintaan resmi dari Danantara, Purbaya mengingatkan bahwa sejak superholding itu terbentuk, seluruh dividen BUMN telah menjadi milik Danantara dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

Nilainya disebut bisa mencapai sekitar Rp 80 triliun per tahun. 

“Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih, harusnya mereka manage dari situ. Jangan ke kita lagi (Kemenkeu),” ujar Purbaya dalam sambungan virtual Zoom saat Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025). 

Dengan sistem superholding tersebut, lanjutnya, BUMN di bawah Danantara diharapkan mampu mengelola proyek strategis dan risikonya secara mandiri. 


Ia menegaskan pentingnya menjaga batas antara peran pemerintah dan korporasi agar tata kelola keuangan negara tetap sehat. 

“Jangan ke kita lagi, karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi, termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government. Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government,” tegasnya.

Mahfud MD Ungkap Peranan Besar Jokowi

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan peranan besar Presiden ke-7 RI, Jokowi dalam proyek Whoosh.

Awalnya Mahfud MD menyambut baik dan mendukung keputusan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Whoosh yang menembus Rp 116 triliun dari APBN.

"Saya mendukung Purbaya dalam hal ini. Jadi begini, ini masalahnya yang harus dicari secara hukum. Dulu pada awalnya, rencana kereta api cepat yang kemudian bernama Whoosh ini adalah perjanjian G2G, atau government to government, antara pemerintah Jepang dengan pemerintah Indonesia," ujar Mahfud MD dikutip TribunJakarta.com dari YouTube Mahfud MD Official.

Menurut Mahfud MD saat itu disepakati, berdasarkan hitungan ahli dari UI dan UGM, proyek Whoosh bisa dibangun dengan bunga 0,1 persen dengan Jepang. 

"Tiba-tiba sesudah Jepang minta kenaikan sedikit gitu, oleh pemerintah Indonesia dibatalkan. Di pindah ke Cina, dengan bunga 2 persen. Dengan overun pembengkakan kemudian menjadi 3,4 persen. Yang terjadi itu. Nah, sekarang kita gak mampu bayar," papar Mahfud.

Mahfud MD mengungkapkan ketika kerja sama dipindah dari Jepang ke Cina, Menteri Perhubungan saat itu Ignasius Jonan menyatakan tidak setuju.

Mahfud MD lalu mengungkapkan peranan besar Jokowi.

Ia mengatakan kala itu Ignasius Jonan mengatakan kepada Jokowi bahwa perjanjian atau kesepakatan dengan Cina tidak visible atau tidak bisa dilihat keuntungannya.

Bukannya didengarkan, Ignasius Jonan malah dipecat dari jabatannya.

"Pak,ini tidak visible, kata Pak Jonan. Pak Jonannya dipecat, digantikan. Sudah itu dia (Presiden Jokowi-Red) manggil ahli namanya Agus Pambagyo," ujar Mahfud.

Jokowi lalu menanyakan hal yang sama ke Agus Pambagio selaku pengamat ekonomi.

"Presiden manggil nih. Iya Pak Jokowi. Sesudah mecat Jonatan, dia tanya ke Agus. 'Pak Agus, gimana ini Pak?' Ini tidak visibel, rugi negara, menurut Agus," kata Mahfud.

Karenanya Agus Pambagio menanyakan ke Jokowi, ide siapa pembangunan kereta cepat yang kerja sama dengan Cina itu.

Dengan lantang, Jokowi menjawab hal tersebut adalah idenya.

"Ini atas ide siapa? Kata Agus. 'Kok bisa pindah dari Jepang ke Cina itu dan biayanya besar?'Kata Presiden: Atas ide saya sendiri gitu," papar Mahfud.

Lalu menurutnya Agus menjawab karena ide Presiden dan mau dijadikan kebijakan, maka Agus mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Dan pergi si Agus. Ternyata sekarang gak mampu bayar," ujar Mahfud MD.

Memberatkan, Jika Pemerintah tak Mampu Bayar

Mahfud MD menilai keputusan Purbaya yang enggan membayar utang proyek Whoosh adalah benar.

"Menurut saya benar Purbaya. Karena apa, Mas? Ini masalahnya sangat memberatkan bangsa. Kita membangun itu menghilangkan pembangunan-pembangunan untuk rakyat yang lain, kan hanya disedot untuk ini," ungkap Mahfud MD.

Mahfud MD menjelaskan jika pemerintah tidak mampu membayar maka kerjasama B2B itu bisa dipailitkan.

"Atau itu diserahkan ke Danantara. Tapi apa mau dibail out oleh negara terus terus-terusan. Nah, ini yang harus diteliti karena ada dugaan markup," ungkap Mahfud MD.

Ia menjelaskan dugaan mark-up yang dimaksud.

"Dugaan mark upnya gini. Itu harus diperiksa ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya hanya 17 sampai 18 juta US dolar. Jadi naik tiga kali lipat kan. Ini yang menaikkan siapa? Uangnya ke mana?" kata Mahfud MD.

Apalagi menurut Mahfud MD naiknya atau dugaan mark-up sampai 3 kali lipat.

"Nah, itu markup. Harus diteliti siapa dulu yang melakukan ini," kata Mahfud MD.

Mahfud MD menjelaskan proyek Whoosh ini juga bisa mengancam masa depan dan kedaulatan bangsa dan rakyat, akibat utang yang sangat besar.

"Karena misalnya kita gagal bayar, itu kan berarti Cina harus mengambil, tapi kan gak mungkin ngambil barang di tengah kota. Pasti dia minta kompensasi ke samping misalnya Natuna Utara. Karena itu pernah terjadi ke Sri Lanka. Sri Lanka juga melakukan kayak gini ya. Membangun pelabuhan gak mampu bayar pelabuhannya diambil sampai sekarang oleh Cina" ujar Mahfud MD.

Sementara di Indonesia, kata Mahfud mD, Cina bisa meminta kompensasi menguasai Natuna Utara dan  membangun pangkalan di sana selama 80 tahun.

"Nah, itu masalahnya. Jadi betul Pak Purbaya, Anda didukung oleh rakyat jangan bayar Whoosh dengan APBN. Kemudian carikan jalan keluar agar tidak disita karena pailit atau dikuasainya Natuna," ujarnya.

Mahfud MD mengatakan utang yang sangat besar dalam proyek Whoosh ini sangat aneh.

"Sangat aneh karena ini merupakan satu bisnis B2B, bisnis to bisnis, BUMN dan BUMN sana. Tetapi sekarang hutangnya bertambah terus. Bunga hutangnya saja setahun itu Rp 2 triliun. Bunga hutang saja. Sementara dari tiket hanya mendapat maksimal 1,5 triliun. Jadi setiap tahun bertambah kan, bunga berbunga terus, negara nomboki terus," imbuhnya.

Menurut Mahfud MD kalau melihat termnya, maka hal itu bisa terjadi sampai 70 atau 80 tahun, baru Indonesia melunasi utang Whoosh dari Cina.

Karenanya Mahfud MD mengusulkan selain Menkeu Purbaya mencari jalan lain membayar utang bukan dari APBN, maka negara harus menyelesaikan secara hukum.

"Negara harus menyelesaikan secara hukum. Hukum pidananya bisa ada, kalau itu betul mark up. Karena menurut Pak Agus ee Pak Antoni Budiawan di Cina itu harganya dulunya hanya disebutkan 17 sampai 18 US Dolar kok per kilometer. Sekarang jadi 53 juta US dolar. Nah, ini harus diselidiki. Kalau itu benar terjadi, maka itu pidana dan harus dicari. Tapi juga ada perdatanya nantinya," kata Mahfud.

Masalah perdata katanya berhubungan antara yang bersangkutan dengan uang negara.

"Tapi saya lebih cenderung selesaikan pidananya, agar bangsa ini tidak terbiasa membiarkan orang bersalah, ya sudah lewat kita maafkan. Itu kan selalu terjadi begitu dari waktu ke waktu. Padahal ini lebih gila lagi ini ya. Sehingga menurut saya, saya acungi jempol Pak Purbaya," ujarnya.

Respons Istana

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, pemerintah akan mencari skema atau jalan keluar terkait pembayaran utang utang Whoosh

Hal tersebut disampaikannya dalam menanggapi pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membayar utang kereta cepat

"Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar," ujar Prasetyo di depan kediaman Presiden Prabowo Subianto, Minggu (12/10/2025) malam. 

Kendati demikian, ia menyatakan bahwa kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan moda transportasi umum yang harus didukung perkembangannya. 

"Faktanya kan juga Whoosh, kemudian juga menjadi salah satu moda transportasi yang sekarang sangat membantu aktivitas seluruh masyarakat, mobilitas dari Jakarta maupun ke Bandung dan seterusnya," ujar Prasetyo. 

Dalam kesempatan tersebut, Prasetyo juga menyinggung wacana perpanjangan kereta cepat hingga ke Surabaya, Jawa Timur. 

"Justru kita pengin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta ke Surabaya," ujar politikus Partai Gerindra itu.

Purbaya Tolak Ditanggung APBN

 Sebelumnya,  Menteri Keuangan Purbaya menolak mentah-mentah opsi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal ini merespons permintaan yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri," ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

Terlebih menurut Purbaya, Danantara dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden. 

Sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devivdennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang kereta cepat ini bentuknya business to business.

Artinya tidak ada utang pemerintah.

"Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, dimana konsorsium Indonesia dimiliki oleh PT KAI," tegas Suminto.

Sebelummya, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengatakan lembaganya menyiapkan dua opsi untuk menyelesaikan utang proyek KCIC. 

Opsi pertama yakni menambah penyertaan modal (equity), opsi kedua menyerahkan infrastruktur KCIC yang sudah terlanjur dibangun kepada pemerintah.

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Untuk menutup pembengkakan biaya tersebut, proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) senilai 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp 6,98 triliun.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd yang memegang 40 persen saham.

Komposisi pemegang saham PSBI saat ini adalah:

- PT Kereta Api Indonesia (Persero): 51,37 persen

- PT Wijaya Karya (Persero) Tbk: 39,12 persen

- PT Jasa Marga (Persero) Tbk: 8,30 persen

- PT Perkebunan Nusantara I: 1,21 persen

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). 

Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp 116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dollar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

Sejak Awal Bermasalah

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) memang tidak berjalan mulus dan dikritik sejak awal dibangun. 

Biaya pembangunan yang membengkak di tengah jalan membuat pemerintah, di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, akhirnya turun tangan memberikan suntikan dana APBN untuk menopang proyek tersebut. 

Padahal sesuai janji yang beberapa kali diucapkan sebelumnya, pemerintah telah menegaskan bahwa pembangunan KCJB akan murni menggunakan skema business to business (b to b) tanpa melibatkan dana APBN.

Namun janji tinggal janji. 

Komitmen lain yang kemudian berubah adalah pemberian jaminan pemerintah atas pinjaman dari kreditur China.

Presiden Jokowi kala itu sampai harus merevisi beberapa regulasi.

Dalam perjalanannya, Menteri Perhubungan periode 2014-2016, Ignasius Jonan bersikap kritis atas proyek ini.

Mantan Direktur Utama PT KAI ini beberapa kali menyampaikan keberatannya, terutama terkait konsesi dan trase proyek. 

Seperti diberitakan Harian Kompas pada 1 Februari 2016, proses perizinan trase sempat tertahan lantaran Jonan enggan menerbitkan izin sebelum seluruh aturan dipenuhi. 

Meski sempat terhambat akibat belum terbitnya izin trase, proyek KCJB akhirnya resmi dimulai setelah Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama pada 2016 di Perkebunan Walini, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. 

Namun, menariknya, Jonan yang kala itu masih menjabat Menteri Perhubungan, tidak hadir dalam acara groundbreaking tersebut.

Baca juga: Jokowi Sambangi China dan Arab Saudi, Bahas Proyek Kereta Cepat Jakarta Surabaya hingga Bunga Utang

Setelah kereta cepat beroperasi, ternyata masalah belum selesai.

Proyek ini justru menghadapi persoalan baru. 

Kerugian terus membengkak dan menjadi beban keuangan.

 

Baca juga: Portugal Gagal Menang, Ronaldo Cs Tertunda ke Piala Dunia, Pelatih Jadi Sasaran

(*/tribunmedan.com)

Sumber:  Tribunnews.com/wartakota/Kompas.com/TribunJakarta.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved