Berita Nasional

Menteri Pigai: Keracunan MBG Bukan Pelanggaran HAM, Tapi Kesalahan Masak

Begitulah kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menanggapi kasus keracunan MBG.

Kolase Foto Ilustrasi/Istimewa
KASUS KERACUNAN SISWA: Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan pandangannya terkait insiden tersebut, menegaskan bahwa kasus keracunan MBG tidak serta-merta masuk dalam kategori pelanggaran HAM. (kolase foto ilustrasi/istimewa) 

TRIBUN-MEDAN.com - Keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) bukan pelanggaran HAM, tapi kesalahan masak.

Begitulah kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menanggapi kasus keracunan MBG.

Dikatakan Pigai, kasus keracunan baru bisa menjadi pelanggaran HAM apabila sengaja dibiarkan terjadi dan direncanakan. Ia pun menuding kesalahan memasaklah yang menjadi biang keroknya. 

“Misalnya satu tempat, satu sekolah, yang masaknya mungkin salah karena kurang terampil, mungkin basi makanannya.

Kan itu tidak bisa dijadikan sebagai pelanggar HAM lah.

Bisa saja karena human error, kan, kesalahan masak,” kata Pigai di kantor Kementerian HAM, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/9/2025).

Program MBG adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis kepada kelompok rentan.

KERACUNAN MBG : Sebanyak 342 siswa SMP Negeri 35 Bandung mengalami keracunan setelah makan menu Makanan Bergizi Gratis (MBG).
KERACUNAN MBG : Sebanyak 342 siswa SMP Negeri 35 Bandung mengalami keracunan setelah makan menu Makanan Bergizi Gratis (MBG). (Kolase Tribun Medan)

Seperti siswa sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengurangi angka malnutrisi dan stunting.

Program ini merupakan inisiatif dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun fondasi kesehatan dan kesejahteraan bangsa.

Serta turut menggerakkan ekonomi lokal dengan melibatkan UMKM dan produsen rakyat dalam rantai pasoknya. Akan tetapi, dalam praktiknya justru banyak yang keracunan.

Pigai mengatakan, masalah yang terjadi dalam kasus MBG berasal dari permasalahan fungsi administrasi dan manajemen.

Menurut dia, kedua permasalahan itu masih jauh dari konteks HAM yang melekat pada individu.

“Kesalahan dan kelalaian administrasi dan manajemen itu jauh dari aspek hak asasi manusia.

Karena administrasi dan manajemen itu dalam konteks HAM adalah meminta perbaikan. Kan administrasi dan manajemen tidak bisa dipidana,” ujar Pigai.

Pigai melanjutkan, Kementerian HAM sudah menerjunkan tim di 33 kantor wilayah untuk melihat langsung pelaksanaan MBG di sejumlah daerah.

Hal ini dilakukan demi meningkatkan kualitas dan pelayanan.

“Hampir 33 lebih kanwil Kemenham turun untuk melihat langsung dalam rangka memastikan adanya pemenuhan kebutuhan pangan dan akselerasi serta kondisi-kondisi real yang ada di lapangan terkait dengan program,” ucap dia.

Diketahui, pelaksanaan program MBG menjadi sorotan karena telah mengakibatkan ribuan orang terdampak keracunan.

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hidayana menyebutkan, terdapat lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan MBG hingga 30 September 2025.

“Data menunjukkan bahwa kasus banyak dialami oleh SPPG yang baru beroperasi karena SDM masih membutuhkan jam terbang," kata Dadan. 

MBG Jadi Plesetan Makanan Beracun Gratis

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris menceritakan banyak konten-konten saat ini membuat pelesetan singkan MBG menjadi Makan Beracun Gratis hingga Makan Belatung Gratis.

Dalam rapat kerja bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Charles Honoris mengungkapkan bahwa kini ramai MBG dipelesetkan.

Di antaranya MBG menjadi “Makan Beracun Gratis” dan “Makan Belatung Gratis” menyusul temuan makanan tak layak konsumsi di lapangan.

“Kontennya banyak Pak, lucu-lucu. MBG sekarang dipelesetin jadi Makan Beracun Gratis, Makan Belatung Gratis, makanan berbahaya dan lain-lain,” kata Charles Honoris di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (1/10/2025). 

“Fotonya banyak beredar. Ada teks Kepala BGN ‘ahli serangga’ karena bisa ada belatung di nasi MBG. Lucu-lucu, tapi menyedihkan,” ujarnya.

Charles Honoris menilai fenomena ini sebagai indikator hilangnya kepercayaan publik terhadap MBG

Ia mendesak pembenahan mendasar agar program tidak terus menjadi sumber trauma.

“Saya sedih melihat ini. Harus ada langkah besar untuk mengembalikan kepercayaan publik,” tegasnya.

Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program MBG telah mencatat 6.517 kasus keracunan makanan hingga akhir September menurut data BGN. 

Kasus terbanyak terjadi di Pulau Jawa, termasuk lonjakan signifikan di Garut dan Bandung Barat.

Namun, data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi.

Per 27 September 2025, JPPI mencatat total 8.649 anak mengalami keracunan akibat konsumsi MBG, dengan 3.289 kasus baru hanya dalam dua pekan terakhir.

JPPI juga mengungkap temuan makanan basi, ulat, dan serangga dalam menu MBG di sejumlah daerah. Di Kabupaten Bandung Barat, lebih dari 1.000 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan massal, mulai dari muntah, diare, hingga pingsan di ruang kelas.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved