Berita Viral

LITA Gading Sebut Otak Ahmad Dhani Dangkal soal UU Anti-Flexing, RUU Perampasan Aset Lebih Penting

Lita Gading secara blak-blakan menyebut pemikiran Ahmad Dhani terlalu dangkal.

(KOLASE Dok. Tribun Jabar - Instagram/litagading.psi)
ANAK AHMAD DHANI - Ahmad Dhani adukan Lita Gading ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sang psikolog pun terancam dipolisikan gegara senggol putri Mulan Jameela. (KOLASE Dok. Tribun Jabar - Instagram/litagading.psi) 

Penguatan kode etik

Dilansir dari Kompas.com, pengamat kebijakan politik Andrinof Chaniago mengatakan, aturan anti-flexing tidak perlu dibuat dalam bentuk undang-undang.

Andrinof mengungkapkan, seperti halnya anggota DPR RI atau anggota legislatif, aturan tersebut cukup masuk dalam piagam kode etik dari anggota dewan.

“Jadi nanti kalau ada yang melanggar atau jika ada masyarakat yang melaporkan ke dewan etik di lembaga tersebut, dewan etik yang memberikan atau menindaklanjuti, sesuai dengan tahapannya,” kata Andrinof saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/9/2025).

Hal itu dapat dilakukan, baik pada level teguran, peringatan, maupun pemberian sanksi. 

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan urusan flexing sebaiknya diatur dalam internal partai.

“Jadi tidak perlu undang-undang, di partai saja, siapa anggotanya yang flexing, disanksi,” jelas Agus ketika dihubungi terpisah , Jumat.

Nantinya, akan ada banyak tingkatan sanksi yang bisa diterapkan hingga berujung pada pemecatan.

Menurutnya, anggota partai umumnya akan patuh pada ketua partai dan tidak berani membantah.

“Kan semua pengikut partai itu taat pada orang nomor satunya partai, jadi keluarkan aja maklumat atau apalah bahwa anggotanya dilarang flexing, selesai," ujarnya.

"Enggak akan melawan anggota partai itu, kalau melawan keluar, kan sanksinya bisa sampai pemecatan,” sambungnya.

Saat ini, pekerjaan terkait Undang-Undang di luar usulan anti-flexing masih banyak yang harus dibereskan.

“Pekerjaan untuk undang-undang masih banyak yang perlu pemikiran, yang perlu tenaga, sekarang saja ada berapa? Hampir 50 RUU baru 1 atau 2 yang beres, ngapain nambah lagi,” ungkapnya.

Perlu naskah akademik

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Sebelas Maret (UNS), Sunny Ummul Firdaus menjelaskan setiap pembentukan Undang-Undang harus dilengkapi dengan naskah akademik. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved