Tor-tor di KMP Ihan Batak, Dukungan ASDP untuk Pastikan Kekayaan Budaya Tetap Hidup

Agar kekayaan budaya Batak ini tetap hidup, ASDP memberi dukungan melalui pertunjukan tor-tor di atas KMP Ihan Batak

TRIBUN MEDAN/HO
TOR-TOR BATAK - Sejumlah penari menampilkan tor-tor (tarian tradisional suku Batak) dalam di atas Kapal Motor Penumpang (KMP) Ihan Batak dalam penyeberengan dari Pelabuhan Ajibata di Kabupaten Toba menuju Pelabuhan Ambarita di Samosir. Penampilan tor-tor ini menjadi bukti dukungan ASDP Indonesia Ferry agar kekayaan budaya tetap hidup. 

Oleh: Marta Simatupang (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Santo Thomas Medan) 

MATAHARI tepat ada di atas kepala saat saya tiba di Pelabuhan Ajibata di Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Sabtu (9/8/2025) siang. Sinarnya jatuh memantul di permukaan Danau Toba, menciptakan kilauan seperti serpihan emas yang menari di atas air. Saya merasakan angin sepoi-sepoi membawa aroma segar khas danau, sementara riak kecil ombak sesekali menyentuh lambung beberapa kapal yang bersandar di dermaga, seolah memberi ucapan selamat datang pada setiap penumpang yang hendak menyeberang.

Hari itu bertepatan dengan masa libur perkuliahan semester genap di kampus. Karena tak pulang kampung ke Tapanuli Tengah, saya memutuskan ikut berlibur ke kampung halaman teman kuliah saya, Putri Sitanggang di Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. 

Bagi saya, liburan kali ini terasa istimewa, karena merupakan perjalanan pertama saya ke Kabupaten Samosir yang berada di tengah Danau Toba. Perjalanan terasa semakin istimewa karena untuk pertama kali juga saya menggunakan Kapal Motor Penumpang (KMP) Ihan Batak. KMP Ihan Batak ini dioperasikan PT ASDP Indonesia Ferry dan melewati rute Ajibata-Ambarita-Ajibata. 

Dari Pelabuhan Ajibata, saya dan Putri menyeberang menuju Pulau Samosir. Kami memilih perjalanan siang pukul 14.00 WIB. Perjalanan dengan KMP Ihan Batak ini memakan waktu sekitar 55 menit hingga akhirnya tiba di Pelabuhan Ambarita, Kabupaten Samosir.

Begitu melangkahkan kaki ke dek KMP Ihan Batak, saya merasakan suasana berbeda dari perjalanan menggunakan moda transportasi darat seperti bus. Kapal ini tampak cukup luas, bersih, tertata rapi, dan mampu memuat banyak penumpang maupun kendaraan bermotor.

Dari atas dek, panorama Danau Toba seakan menyihir mata. Permukaan airnya berkilau kebiruan diterpa sinar matahari, semilir angin danau berhembus lembut. Sementara perbukitan hijau di kejauhan terlihat seperti dinding alami yang melindungi Danau Toba yang megah. 

Suasana di dalam kapal tampak begitu ramai, saya melihat bagaimana orang-orang dari latar belakang berbeda berkumpul dalam satu ruang. Ada wisatawan lokal yang membawa keluarganya, turis asing yang sibuk memotret pemandangan, hingga masyarakat setempat yang pulang membawa barang kebutuhan sehari-hari. 

Di tengah keramaian itu, rasa penasaran saya bercampur dengan antusiasme. Bukan hanya karena ingin menyaksikan keindahan Danau Toba dari jarak dekat, tetapi juga karena ingin merasakan sendiri pengalaman menyeberang dengan kapal yang belakangan sering menjadi bahan cerita dan kesan dari banyak orang yang tersiar di berbagai platform media sosial.

Salah satu cerita yang membuat saya penasaran adalah pertunjukan tarian tradisional di atas KMP Ihan Batak. Dan rasa penasaran pun tuntas dalam perjalanan ini. Sekitar 20 menit setelah kapal meninggalkan dermaga Pelabuhan Ajibata, dari selasar kapal, saya melihat empat anak muda yang menggunakan pakaian khas Batak berjalan menuju sudut kapal di bagian atas KMP Ihan Batak. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari teman saya, Putri, mereka merupakan pelajar SMA di Kecamatan Parapat, Kabupaten Simalungun yang akan menampilkan tor-tor (tarian tradisional khas Batak). 

“Penari tersebut adalah pelajar SMA di Kecamatan Parapat yang aktif di sanggar tari tradisional. Penampilan mereka merupakan bagian dari program promosi budaya Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun yang berkolaborasi dengan ASDP, khususnya di KMP Ihan Batak,” kata Putri waktu itu. 

Selama hampir 25 menit, para penari membawakan enam jenis tarian, mulai dari Batak Toba, Karo, dan Simalungun. Gerakan tangan dan kaki mereka begitu terlatih dan berpadu serentak dengan musik gondang yang mengiringi. Ditambah dengan busana adat Batak yang mereka kenakan, membuat suasana di atas kapal berubah menjadi panggung budaya yang sakral sekaligus menghibur. Penumpang yang awalnya duduk santai mulai bergerak mendekat. Ada yang sibuk merekam, ada pula yang ikut bertepuk tangan mengikuti irama. 

Dari sejumlah penumpang kapal, saya mendapat informasi kalau pertunjukan ini tidak setiap hari, dan hanya ada di akhir pekan (Sabtu dan Minggu). Karena KMP Ihan Batak jurusan Ajibata – Ambarita - Ajibata berlayar empat kali pulang-pergi (PP) dalam sehari, maka para penari di atas kapal bisa tampil sampai delapan kali dalam satu hari.

“Para penari bergantian setiap harinya. Jadi bukan orang yang sama terus yang tampil di atas kapal,” kata seorang penumpang. 

Saya bangga karena budaya Batak yang begitu berharga tetap dijaga dan dipromosikan, bahkan dengan cara yang unik yaitu di tengah perjalanan menyeberangi Danau Toba. Dan yang membuat semakin bangga adalah para penari tidak meminta bayaran untuk menyaksikan pertunjukan tor-tor tersebut. Namun, apabila penumpang ingin memberikan sumbangan, penari menyediakan tandok (tas anyaman khas Batak) yang diletakkan di depan mereka sebagai wadah memasukkan sumbangan sukarela dari penumpang kapal. 

Pertunjukan tor-tor selesai ketika kapal akan mendekati dermaga Pelabuhan Ambarita sekitar 10 menit lagi. Saya menatap sekeliling kapal. Penumpang yang awalnya hanyut dalam lantunan musik dan gerak tarian telah kembali ke tempat duduk masing-masing. Ada yang masih antusias berfoto bersama para penari. Ada pula yang sibuk memutar ulang rekaman di ponsel sambil tertawa kecil. Saya pun ikut tersenyum sendiri, ada pula rasa bangga yang tak bisa saya sembunyikan. Rasanya perjalanan singkat ini justru lebih berkesan daripada perjalanan jauh sekalipun. 

Baca juga: Even Aquabike 2025 bakal Digelar di Samosir, ASDP Berharap Pengguna Jasa Penyeberangan Meningkat

Kenalkan Identitas Batak

Bagi saya pribadi, pengalaman ini seperti pengingat bahwa Indonesia begitu kaya akan budaya. Masing-masing suku bangsa memiliki budaya yang khas dan daya tarik tersendiri. Contohnya suku Batak yang memiliki budaya yang sangat beragam. 

Agar kekayaan budaya Batak ini tetap hidup dalam denyut pariwisata Danau Toba dan dunia, ASDP memberi dukungan melalui pertunjukan tor-tor di atas KMP Ihan Batak. Bukan hanya penumpang lokal yang terhibur, tetapi wisatawan mancanegara juga jadi tahu bahwa Danau Toba bukan sekadar pemandangan indah, tetapi juga memiliki aneka ragam budaya yang masih lestari. Kehadiran tor-tor di KMP Ihan Batak menjadi semacam etalase budaya, yang secara praktis mengenalkan identitas Batak kepada dunia.

Dari sisi manfaat yang lebih luas, ASDP telah menunjukkan bahwa transformation for growth (tranformasi untuk pertumbuhan) tidak hanya sebatas pada layanan transportasi yang semakin modern dan nyaman, tetapi juga menyentuh ranah kebudayaan. ASDP berupaya menumbuhkan semangat untuk mengenalkan dan melestarikan budaya kepada masyarakat luas melalui pertunjukan tor-tor di atas KMP Ihan Batak. 

Kontribusi ASDP bagi masyarakat juga terasa nyata. Kehadiran KMP Ihan Batak tidak hanya membuka akses lintas daerah, juga menjadi sarana penghubung masyarakat dengan berbagai peluang baru. Misalnya, di sektor ekonomi, setiap kapal yang berlabuh akan memberikan kesempatan bagi para pelaku UMKM utnuk menawarkan produknya kepada penumpang. Kemudian, rumah makan, toko aksesoris, penginapan, dan jasa transportasi loka semakin hidup karena kunjungan wisatawan. 

Mobilitas orang dan barang kini juga jauh lebih mudah, sehingga masyarakat dapat bepergian untuk bekerja, menempuh pendidikan, maupun memasarkan hasil bumi ke daerah lain. Selanjutnya, pariwisata lokal ikut berkembang karena wisatawan tidak hanya menikmati panorama Danau Toba, tetapi juga menjelajahi kampung-kampung adat, rumah-rumah tradisional, dan tempat wisata lainnya.

ASDP melalui KMP Ihan Batak juga ikut menjahit simpul-simpul nusantara, menyatukan daratan dengan pulau, menghubungkan orang-orang dengan cerita, serta mempertemukan wisatawan dengan kekayaan budaya Batak. Dan semua itu hadir dalam satu perjalanan menyeberangi Danau Toba. Hal ini membuat ASDP semakin bangga menyatukan nusantara. karena setiap penyeberangan tak hanya bercerita tentang memindahkan orang atau kendaraan dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga menghadirkan ruang perjumpaan lintas budaya, mempererat ikatan sosial, dan menumbuhkan persaudaraan antarsesama. 

Saat kapal sudah tiba di Pelabuhan Ambarita di Kabupaten Samosir, saya berdiri di pagar pembatas dek, menghadap ke arah Danau Toba. Saat sinar matahari keemasan menari di permukaan air, berpadu dengan semilir angin yang menenangkan, saya menutup mata sejenak. Saya membiarkan diri larut dalam suasana damai, dari gelombang kecil yang mengayun lembut, deru mesin kapal, hingga riuh penumpang yang bersiap turun. Dari kejauhan terdengar suara petugas kapal yang berseru “Ayo turun, kita sudah sampai!”. 

Suasana hiruk pikuk itu membuat saya membuka mata dan tersenyum. Saya benar-benar menyadari, perjalanan ini bukan sekadar menyeberang, melainkan juga tentang merasakan kebersamaan, mengenal budaya, dan menumbuhkan kebanggaan tentang Indonesia yang kaya. KMP Ihan Batak memberi pelajaran bahwa setiap persinggahan selalu meninggalkan cerita baru bagi wisatawan, bagi masyarakat, dan bagi Danau Toba yang terus membuka jalan menuju masa depan penuh harapan. (*/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved