Cabai Impor Didatangkan ke Sumut untuk Tekan Inflasi, Pedagang Sebut Hampir Separuh Sudah Rusak

Cabai merah menjadi komoditi penyebab tingginya inflasi di Sumatera Utara termasuk Kota Medan.

TRIBUN MEDAN/HO
TEKAN INFLASI - Proses pembongkaran cabai merah impor dari Jawa Timur di Pasar Lau Cih Medan, Sabtu (18/10). Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berupaya menekan inflasi lewat intervensi pasar dengan memasok komoditi cabai merah impor dari luar Sumatera. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Cabai merah menjadi komoditi penyebab tingginya inflasi di Sumatera Utara termasuk Kota Medan. Terkait hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berupaya menekan inflasi lewat intervensi pasar dengan memasok komoditi cabai merah impor dari luar Sumatera.

Informasi yang dihimpun Tribun Medan, cabai merah didatangkan dari Jawa Timur, diduga dari kawasan Jember. Namun, tiba di Medan dalam kondisi buruk dan ada yang membusuk hingga hampir separuh dari total kiriman.

Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Medan saat dikonfirmasi mengakui harga cabai belum sepenuhnya stabil. Namun, DKP3 Medan tidak menerima stok yang dipasok Pemprov Sumut dari Jawa Timur yang kondisinya buruk.

"Medan belum ada kami terima (Surat Edaran dari Sumut). Kalau komoditas cabai merah, Medan sudah lakukan di pasar tradisional untuk menekan inflasi kerjasama. Pasokan Medan dari kelompok tani seputaran Medan (bukan dari Jawa Timur). Sepertinya Medan gak kebagian yang dilakukan Dirga Surya. Yang saya ingat Deliserdang, karena inflasinya paling tinggi," kata Robert selaku Kabid DKP3 Medan, Kamis (23/10).

Sebelumnya  pada Kamis (23/10), diketahui ada pengiriman pasokan cabai merah impor dari luar Sumut oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Aneka Industri dan Jasa (AIJ) Sumut sekitar 50 ton. Namun saat tiba di Pasar Induk Lau Cih, Medan, sekitar 50 persen cabai sudah dalam kondisi buruk. Para pedagang pun menolak membeli karena kualitasnya buruk, sementara pasokan cabai lokal di pasar Sumut saat ini masih tergolong cukup.

"Yang rusak hampir separuh. Pedagang di Lau Cih menolak karena kualitasnya jelek dan stok mereka juga masih banyak," ungkap seorang sumber di Sumut..

Akibat tak laku di pasar, harga pun jatuh bebas. Harga pembelian pedagang di lapangan turun menjadi Rp30.000/kg, dari harga rencana awal Rp51.000/kg. Padahal, diduga AIJ Sumut membeli dari petani Jawa Timur dengan harga sekitar Rp47.500/kg.

Kondisi ini membuat harga di tingkat konsumen tetap tinggi, yakni sekitar Rp70.000 hingga Rp75.000/kg, jauh dari target intervensi pemerintah.

Bahkan ada kabar yang beredar di internal ASN menyebutkan bahwa sejumlah instansi pemerintah diminta untuk membeli cabai tersebut, demi menghabiskan stok yang gagal tersalurkan ke pasar di Medan dan Sumut.  "Ada kabar ASN, bahkan Dinas Ketahanan Pangan juga, dipaksa beli karena stok tidak laku. Padahal kondisi cabainya sudah tidak layak jual," kata sumber lain.

Instruksi membeli cabai itu tertulis dalam surat resmi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 500.1/9065/2025, tertanggal 21 Oktober 2025, ditandatangani langsung oleh Sekda Sumut Togap Simangunsong. Dalam surat itu, Sekda meminta partisipasi seluruh perangkat daerah untuk memberikan dukungan logistik atau fasilitas dalam operasi pasar di lingkungan kantor Saudara.

Surat tersebut ditujukan kepada sembilan instansi dan lembaga daerah yakni: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Sumut, Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut, Dinas Kominfo Sumut, Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, Dinas Koperasi, UKM Sumut, Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, PT Bank Sumut, dan Perumda Tirtanadi. Surat ini ditembuskan langsung kepada Gubernur Sumatera Utara. 

Baca juga: Bermula dari Laporan Warga, Kodim 0205/TK Temukan Ladang Ganja di Kecamatan Merek

Terobosan Awal

MENANGGAPI hal ini, Direktur Utama BUMD Dirga Surya, Ari Wibowo menjelaskan bahwa a pengiriman cabai dari Jawa Timur tersebut merupakan bagian dari terobosan awal (pilot project) untuk mempercepat upaya pengendalian inflasi di Sumut.

Menurut Ari, cabai diangkut menggunakan ekspedisi termoking dengan kapasitas sekitar 11 ton per kontainer, dan perjalanan dari Jawa Timur ke Medan memakan waktu empat hari.

"Yang kita lakukan itu adalah terobosan untuk melihat bagaimana cabai itu bisa sampai ke sini dalam keadaan bagus. Kami kirim dari Jember dan Blitar menggunakan termoking, harapannya bisa menjaga kualitas," jelas Ari Wibowo, Kamis (23/10).

Namun, ia mengakui kondisi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Dia mengakui cabainya tak berkualitas bagus. "Dalam perjalanan itu kan tidak bisa kita pastikan, karena cabai sifatnya sensitif. Mungkin karena terlalu lama di jalan, jadi sebagian cabainya kurang optimal, tidak seperti yang kita harapkan," ujarnya.

Ari menegaskan, kiriman pertama memang belum maksimal, tapi kualitas sudah membaik di pengiriman berikutnya. "Tapi di periode kedua, ketiga, dan sampai keempat yang datang tadi malam itu, kualitasnya sudah jauh lebih bagus. Kita terus bekerja untuk memperbaiki sistemnya agar bisa lebih baik,” tambahnya. (dyk/Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved