Sumut Tekini

Diduga Penyidik Poldasu Lakukan Rekayasa Proses Hukum, Hakim PN Medan Batalkan Penetapkan Tersangka

PN Medan mengabulkan praperadilan penetapan tersangka kekarasan dalam rumah tangga Roland oleh Dit Reskrimum Polda Sumatera Utara. 

Penulis: Haikal Faried Hermawan | Editor: Tria Rizki

Diduga Penyidik Poldasu Lakukan Rekayasa Proses Hukum, Hakim PN Medan Batalkan Penetapkan Tersangka

Tribun-medan.com, Medan - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan mengabulkan praperadilan (prapid) penetapan tersangka kekarasan dalam rumah tangga (KDRT), Roland oleh penyidik Unit 4 Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sumatera Utara

Sidang putusan pembatalan penetapan tersangka oleh Hakim Tunggal, Efrata Happy Tarigan, SH.MH di ruang Cakra 7 PN Medan, Rabu (20/8/2025) sekitar pukul 16.47 WIB.

Gugatan praperadilan ini dilakukan tersangka melalui kuasa hukumnya, Tumbur Munthe, SH dan Muhammad Effendi Barus, SH dengan nomor perkara 46/praperadilan/2025/PN-Medan. 

"Jadi hari ini sidang putusan terhadap praperadilan yang telah kami ajukan. Alhamdulillah hasilnya sesuai dengan permintaan kami," katanya kuasa hukum tersangka, Tumbur Munthe dan M.Effendi Barus, SH saat ditemui di PN Medan.

Ia menjelaskan, ada beberapa point yang telah ia ajukan dalam sidang praperdilan, majelis hakim mengabulkan permohonan tersebut.

"Tindakan termohon yang mentapkan pemohon sebagai tersangka dinyatakan tidak sah, penyidikan yang dilakukan termohon berdasarkan surat perintah penyidikan juga dinyatakan tidak sah, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon, memerintahkan termohon untuk mencabut status tersangka terhadap diri pemohon, memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon dan membebankan biaya perkara kepada termohon," ucapnya.

Tumbur mengungkapkan, bahwa dengan dikabulkan praperadilan pemohon, kuat dugaan ketidak profesionalan penyidik dalam menentapkan status tersangka. 

"Dengan keputusan hari ini, kita membuktikan bahwa penyidik unit 4 Subdit IV Renakta Dit Reskrimum Polda Sumut tidak profesional dalam menangani perkara ini," ujarnya.

Tumbur, S.H dan Mhd, Effendi Barus, S.H juga menjelaskan kasus ini berawal dari cekcok antar suami-istri dalam rumah tangga, namun tidak ada kekerasan fisik terjadi. 

Sehingga pada 5 April 2024 ketika kakak Sherly, Yanti dan suaminya, Erwin Henderson datang ke rumah Roland untuk membawa Sherly serta anak-anak mereka pergi dari rumah tersebut.

Namun, Roland dan ibunya berupaya untuk melarang anak-anak dibawa Yanti dan Sherly, hingga memicu pertengkaran dan mengakibatkan penganiayaan dilakukan Yanti terhadap ibu Roland. 

Atas peristiwa ini, Yanti dilaporkan dan sudah menjalani hukum 6 bulan penjara. 

Sementara itu, Sherly tidak terima kakaknya divonis, kemudian melaporkan Roland ke Polda Sumut pada tanggal 9 April 2024 dengan tuduhan KDRT

Penyidik pun kemudian meningkatkan statusnya menjadi penyidikan pada tanggal 6 September 2024.

Kemudian, Roland telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 8 Mei 2025 atas dugaan tindak pidana melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) Subs ayat (4) UU RI No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Sementara itu, penetapan tersangka Roland ini sudah dilaporkan ke Bid Propam Polda Sumut karena dianggap tidak profesional dan sewenang-wenang.

Sehingga mereka menduga bahwa penyidik Unit 4 Subdit IV Renakta Polda Sumut, AKBP Dr. Samosir, S.H., M.H. (Kasubdit), AKP Sitti T.H. Halawa, S.H., M.H. (Kanit), dan Brigadir Reminisere Lumbantobing, S.H. (Penyidik Pembantu), telah melakukan rekayasa dalam proses hukum.

Dalam menanggapi hal itu, pengacara Roland mengajukan praperadilan ke PN Medan pada tanggal 22 Juli 2025 dengan alasan penetapan tersangka tidak didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah.

Dalam sidang pembuktian praperadilan pada tanggal 14 Agustus 2025, penyidik ada mengajukan barang bukti foto-foto lebam yang tidak memperlihatkan wajah pemilik foto, penyidik juga mengajukan rekam medis sebagai alat bukti yang dibuat pada tahun 2023. 

"Sedangkan perkaranya terjadi pada tahun 2024," lanjutnya Tumbur.

Tumbur mengungkapkan, penyidik telah melakukan serangkaian kebohongan untuk menetapkan Roland sebagai tersangka. 

"Penyidik juga sudah menyampaikan kepada peserta gelar perkara, bahwa penyidik telah mendapatkan visum atas nama Sherly. Namun faktanya penyidik tidak pernah menjadikan visum tersebut sebagai barang bukti dalam prapid, yang ada adalah resume medis," ujarnya.

Dengan adanya bukti kejanggalan dan tidak terpenuhinya unsur minimal alat bukti, maka dari itu Majelis Hakim pun membatalkan penetapan tersangka terhadap Roland.

"Melalui putusan ini, kami berharap Kapolri, Kadiv Propam Polri, Kapolda Sumut, dan Kabid Propam Polda Sumut segera menindak penyidik Unit 4 Subdit IV Renakta Polda Sumut atas nama AKBP P.Samosir, AKP Sitti T Halawa (Kanit) dan penyidik pembantu, agar tidak terjadi lagi hal serupa terhadap orang lain," pungkasnya.

(Cr9/Tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved