Medan Terkini

Kontroversial, Film Merah Putih: One For All Tak Tayang di Medan

Film animasi nasional Merah Putih: One For All yang digadang-gadang menjadi tontonan kebanggaan di momentum HUT ke-80 RI.

|
INSTAGRAM @merahputihoneforall
FILM INDONESIA: Poster resmi film animasi nasional Merah Putih: One For All yang dirilis menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Film ini sempat ramai diperbincangkan publik karena menuai pro dan kontra, namun hingga kini tidak tayang di bioskop-bioskop Kota Medan. 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN – Film animasi nasional Merah Putih: One For All yang digadang-gadang menjadi tontonan kebanggaan di momentum HUT ke-80 RI justru tidak bisa dinikmati warga Medan.

Pantauan Tribun Medan hingga Sabtu (16/8/2025), tak satu pun jaringan bioskop besar mulai dari Cinema XXI, CGV, hingga Cinepolis yang menayangkan film berdurasi 70 menit tersebut. 

Di seluruh cabang bioskop Medan, dari Cambridge City Square hingga Focal Point Mall, jadwal film ini nihil.

Film besutan sutradara Endiarto dan Bintang Takari dengan produser Toto Soegriwo ini sejak awal memang tak lepas dari sorotan. 

Biaya produksi yang diklaim mencapai Rp 6,7 miliar dianggap tidak sepadan dengan hasil akhir. Visualisasi animasi menuai cibiran, mulai dari disebut “sekelas tugas sekolah PPKn” hingga dianggap “film proyek yang dipaksa tayang demi formalitas.”

Pegiat film Medan, Tedy Wahyudi Pasaribu, menilai kontroversi yang melingkupi Merah Putih: One For All justru membuat film ini lebih dikenal publik.

“Film animasi ini berhasil menarik perhatian dan komentar netizen. Dalam konteks promosi film, saya kira cukup berhasil,” ujarnya kepada Tribun Medan, Sabtu (16/8/2025).

Tedy menambahkan film ini mulai dikenal bersebab wacana adanya suntikan anggaran pemerintah sebesar Rp 6,7 miliar, yang menyulut kritik karena hasilnya dinilai tidak sesuai. 

Setelah menjadi polemik, sutradara membantah soal dukungan anggaran dari pemerintah, dan bantahan serupa juga datang dari kementerian terkait serta perusahaan film negara.

Disebutnya, bila benar film ini murni diproduksi tanpa suntikan dana negara, maka pencapaiannya menembus layar bioskop nasional patut diapresiasi. 

“Tidak mudah menembus distribusi layar lebar. Meskipun kualitasnya jauh dibanding film animasi pendek sci-fi produksi Lakon Studio tahun 2011, atau film animasi Jumbo yang sempat hits, tetap perlu dihargai sebagai sebuah upaya. Hanya saja hasilnya terkesan dikerjakan terburu-buru,” jelasnya.

Ia juga menyoroti persoalan etika pada pemilihan judul. “Yang menjadi sorotan saya adalah kontradiksi antara semangat nasionalisme yang hendak dibangun dengan pemilihan frasa ‘One For All’. Semangat membangun nasionalisme seyogianya menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU No.24/2009. Meskipun tidak ada sanksi pidana, secara etik judul ini bertentangan dengan semangat nasionalisme yang hendak dihantarkan,” pungkasnya.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved