Berita Internasional

Istri Ajukan Gugatan Cerai karena Sering jadi Korban KDRT, Aksi Suami di Pengadilan Jadi Sorotan

Sebuah kasus perceraian di Provinsi Sichuan, Tiongkok, menjadi sorotan publik setelah peristiwa dramatis terjadi di ruang sidang.

Huffington
PERCERAIAN SUAMI ISTRI: Ilustrasi perceraian. Istri memutuskan menggugat cerai sang suami karena sering menjadi korban KDRT. Namun saat proses cerai di pengadilan, sang istri justru digendong dan dibawa kabur oleh suaminya, Jumat (20/6/2025). 

TRIBUN-MEDAN.com - Sebuah kasus perceraian di Provinsi Sichuan, Tiongkok, menjadi sorotan publik setelah peristiwa dramatis terjadi di ruang sidang.

Seorang pria dilaporkan menggendong istrinya dan berlari keluar dari pengadilan setelah permintaan cerai sang istri tidak dikabulkan.

Kejadian ini memicu perdebatan luas di masyarakat tentang perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga serta keputusan hukum yang dinilai tidak berpihak pada perempuan.

Dikutip dari Sanook.com Jumat (20/6/2025), peristiwa ini pertama kali dilaporkan oleh media South China Morning Post, yang mengungkap bahwa seorang wanita bernama Ny. Chen, menggugat cerai suaminya, Tn. Li, setelah menjalani pernikahan selama 20 tahun.

Pasangan ini memiliki tiga orang anak: dua laki-laki dan satu perempuan. Alasan perceraian yang diajukan Ny. Chen cukup serius, ia mengaku menjadi korban kekerasan rumah tangga selama bertahun-tahun, terutama ketika suaminya mabuk.

Menurut pernyataan Chen di pengadilan, suaminya kerap bersikap agresif dan kasar. Ia merasa bahwa hubungan rumah tangga mereka telah hancur total dan tidak dapat diperbaiki.

Namun, dalam sidang pertama, pengadilan justru menolak permohonan cerainya. Hakim beralasan bahwa pasangan tersebut masih memiliki ikatan emosional yang dalam dan ada kemungkinan untuk berdamai.

Penolakan ini juga didasarkan pada sikap Tn. Li yang menyatakan bahwa ia tidak ingin bercerai.

Merasa kecewa dan tidak mendapat keadilan, Ny. Chen mengajukan banding. Namun, situasi menjadi semakin kacau dalam sidang kedua.

Ketika proses sidang berlangsung, Tn. Li menunjukkan ketidakstabilan emosional dan secara tiba-tiba menggendong istrinya, lalu berlari keluar dari ruang sidang. Ny. Chen pun menjerit panik, membuat suasana menjadi ricuh.

Petugas keamanan yang berjaga di pengadilan segera menghentikan aksi tersebut dan menegur keras Tn. Li atas tindakannya yang membahayakan.

Beberapa hari setelah insiden itu, Tn. Li menulis surat permintaan maaf. Dalam surat tersebut, ia mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

“Saat itu saya dikuasai emosi dan salah paham bahwa kami pasti akan bercerai. Saya bertindak tanpa berpikir, dan tidak mengindahkan larangan hakim maupun petugas,” tulis Li. “Sekarang saya menyadari betapa serius kesalahan saya dan dampak buruk yang ditimbulkan.”

Meski sempat terjadi insiden yang memperlihatkan ketidakstabilan emosi dari Tn. Li, pengadilan akhirnya tidak mengabulkan perceraian.

Melalui proses mediasi, Ny. Chen memutuskan untuk memberi kesempatan kedua kepada suaminya, keputusan yang mengejutkan banyak pihak.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved