Breaking News

Berita Viral

Cerita Sebenarnya Dinda, Mahasiswi Terima Transfer Rp 1,2 M dari Terdakwa Korupsi: Disuruh Cairkan

Enggan terseret lebih jauh, Dinda pun menceritakan apa yang dialaminya ke awak media serta melaporkannya ke KPK.

TribunJateng.com
DINDA LAPOR KPK - Seorang mahasiswi di Sumsel, ikut diperiksa KPK yang tengah mengusut kasus korupsi di Pemkab Ogan Komering Ulu (OKU). Ia kaget mendadak ditransfer uang miliaran 

TRIBUN-MEDAN.com - Dinda, seorang mahasiswi asal Ogan Komering Ulu ( OKU ) mengaku ke KPK telah menerima transferan Rp1,2 M dari terdakwa korupsi.

Bukan hanya ke KPK, Dinda juga mengungkap pengakuannya itu ke media.

Kisah Dinda menerima transferan Rp1,2 miliar dari terdakwa korupsi ini bermula saat KPK  tengah menyelidiki kasus suap proyek di Dinas PUPR setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/6/2025).

Enggan terseret lebih jauh, Dinda pun menceritakan apa yang dialaminya ke awak media serta melaporkannya ke KPK.

Mahasiswi semester akhir itu menduga jika uang miliaran tersebut adalah uang korupsi.

Seperti diketahui, KPK tengah menyelidiki kasus suap proyek di Dinas PUPR setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/6/2025).

Mereka menangkap enam tersangka, yaitu Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH). 

Kemudian, dua orang tersangka dari kalangan swasta yaitu MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).

Mengetahui kondisi itu, Dinda lantas menceritakan kejadian itu kepada media sekaligus meluruskan pemberitaan yang beredar, pada Kamis (19/6/2025) malam.

Mahasiswa Fakultas Hukum itu awalnya menjelaskan hubungan dirinya dengan satu di antara tersangka, Pablo.

Dinda diketahui bekerja di biro konsultan perpajakan dan kebetulan mengurus masalah pajak perusahaan yang dikelola Pablo.

Dua hari setelah OTT, dia diminta mencairkan uang Rp1,2 miliar yang terkirim ke rekening atas namanya.

Dinda mengaku memang membuat rekening yang khusus untuk keperluan operasional pekerjaannya sebagai konsultasi perpajakan.

"Rekening ini biasanya digunakan untuk berbagai transaksi finansial yang jumlahnya kecil–kecil seperti pembayaran upah jasa sebagai konsultan dan pembelian ATK," kata Dinda, dikutip dari Sripoku.com, Jumat (20/6/2025).

Awalnya Dinda mengira uang yang masuk ke rekeningnya ini untuk sisa uang jasa konsultan yang belum dibayar Pablo.

”Aku kaget ternyata ada dana Rp 1,2 M, lalu hari itu juga saya diperintahkan mencairkan dana tersebut dan menyerahkan kepada pihak yang ada hubungan dengan pemilik perusahaan” jelas Dinda.

Uang yang ditarik dari dua bank itu lalu diserahkan dua kali pertama diserahkan Rp 800 juta lebih tanpa ada saksi.

Karena merasa ada yang janggal, Dinda lantas membawa saksi saat menyerahkan uang senilai Rp 300 juta lebih dalam penyerahan ke-2.

Setelah kasus OTT KPK ini semakin ramai, selanjutnya Dinda dan temannya Maulana (sesama konsultan perpajakan) berinisiatif datang ke gedung merah putih.

"Kami datang untuk menginformasikan tentang uang Rp1,2 miliar. Karena kami khawatir uang tersebut ada kaitanya dengan kasus yang sedang ditangani KPK," kata Dinda.

Akhirnya, berawal dari situlah kini Dinda dan temannya Maulana diperiksa sebagai saksi terkait  kasus OTT KPK suap di lingkungan PUPR Kabupaten OKU.

Dinda dan Maulana dimintai keterangan saksi dari pihak Pablo yang kini sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Para tersangka penerima suap disangkakakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta, yakni MFZ dan ASS, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.

Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).

Sebanyak 6 orang ditangkap dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP); anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).

Sedangkan dua tersangka dari pihak swasta yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, menjelang lebaran, pihak DPRD OKU yang diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen.

NOP kemudian menjanjikan akan memberikan itu sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.

"Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD," kata Setyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025) lalu.

Fee proyek tersebut, merupakan opsi lainnya dari permintaan awal anggota DPRD OKU mengenai uang pokok pikiran atau pokir.

Baca juga: Sosok Marfuah, Penipu Staf Media Presiden Prabowo Bermodus Love Scamming, Bermodal Foto Pria Ganteng

Dalam sesi tanya jawab, Setyo menegaskan, pihaknya akan menginvestigasi lebih dalam tentang peran Bupati OKU Teddy Meilwansyah.

"Memang kami sedang melakukan investigasi lebih mendalam lagi dari penanganan perkara yang saat ini terhadap enam orang tersangka. Itu nanti kami lakukan investigasi lebih mendalam terhadap pihak-pihak yang terindikasi terlibat," ucap Setyo menjawab pertanyaan mengenai peran bupati dan wakil bupati OKU.

Sementara itu, fee sebagaimana tersebut di atas berdasarkan sembilan proyek yang ada di Dinas PUPR Kabupaten OKU, yakni:

Rehabilitasi rumah dinas bupati sekitar Rp8,3 miliar dengan penyedia CV RF; 
Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati senilai Rp2,4 miliar dengan penyedia CV RE; 
Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar dengan penyedia CV DSA.
Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 Juta dengan penyedia CV GR; 
Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus, Desa Bandar Agung senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV DSA;
Peningkatan jalan Desa Panai Makmur–Guna Makmur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV ACN.
Peningkatan jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation; 
Peningkatan jalan Letnan Muda M. Sidi Junet senilai Rp4,8 miliar dengan penyedia CV BH; 
Peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp3,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation.
Mulai disidangkan
Kasus ini sudah naik ke meja persidangan.

Terdakwa M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso, menjalani sidang perdana pada Kamis (12/6/2025) kemarin.

Para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, dua pemberi suap dari pihak swasta, yakni M. Fauzi  dan Ahmad Sugeng Santoso, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved