Berita Viral

TERUNGKAP Kebobrokan Bea Cukai Selama Ini: Penyelundupan dan Pintu Keluar Uang Koruptor

Menurut Yunus, keberanian adalah kualitas penting yang dibutuhkan tidak hanya di lingkungan Bea Cukai, tetapi juga di berbagai sektor dalam pemerintah

|
Editor: AbdiTumanggor
TRIBUN MEDAN/ALFIANSYAH 
FOTO Bea Cukai memusnahkan narang bukti hasil penindakan kepabeanan dan cukai di Kantor Wilayah Bea Cukai Sumut, Medan, Kamis (5/12/2024) lalu. Dalam mendukung desk pencegahan dan pemberantasan penyeludupan program Asta Cita Presiden, Bea Cukai Sumut berhasil memusnahkan barang bukti senilai Rp 3,8 miliar di antaranya rokok, miras, makanan dan minuman, bal pakaian dan sepatu bekas ilegal. (TRIBUN MEDAN/ALFIANSYAH) 

Yunus mencatat, wilayah seperti Bali, Batam, dan Jakarta, menjadi titik-titik tertinggi dalam aktivitas transaksi cross-border melalui money changer. 

Namun, ia menilai pelaporan dari wilayah-wilayah tersebut masih belum maksimal. 

“Di sini (Bea Cukai) mungkin lebih perlu lagi (orang berani) karena banyak masalah penyelundupan, barang keluar masuk,” kata Yunus. 

Maraknya Aliran Uang Haram Melewati Jalur Direktorat Bea dan Cukai.

Yunus Husein juga mengungkapkan kekhawatiran terkait maraknya aliran uang haram yang diduga melewati jalur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Salah satu sumber utama uang tersebut, kata dia, bisa berasal dari praktik korupsi.

“Uang haram yang diduga mengalir lewat Bea Cukai banyak, dari korupsi saja banyak sekali,” kata Yunus.

Yunus menilai, persoalan ini tidak bisa terus-menerus disederhanakan hanya sebagai ulah “oknum”, karena jumlah pelaku yang terlibat dinilai terlalu banyak. 

Hal itu menurut dia menunjukkan adanya masalah pada sistem secara keseluruhan.

“Ya itu persoalan, kalau melakukan kita bilang oknum. Tapi, sebenarnya terlalu banyak oknum itu,” ujar dia.

Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum di level atas menurut dia turut memperburuk situasi. 

Hal ini menyebabkan perbedaan antara uang halal dan haram menjadi kabur, serta membuka ruang bagi praktik ilegal terus menjamur.

“Artinya sistem kurang bagus, contoh di atas kurang bagus, kita tidak bisa bedain mana yang halal-haram, enforcement-nya kurang ya. Sehingga semuanya itu jadi masih ada dan masih menjamur,” ucap dia.

Yunus juga menyinggung soal indeks persepsi korupsi (CPI) Indonesia yang dinilainya stagnan selama satu dekade terakhir, bahkan masih tertinggal dari negara tetangga seperti Timor Leste. 

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved