Berita Viral

MEGAWATI Sebut Rakyat Jadi Budak Jika Tak Ada Proklamator, Diungkit Kebijakan Outsourching-nya

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyebut warga Indonesia bisa menjadi budak bangsa lain jika Soekarno dan Muhammad Hatta tidak melakukan prokla

|
(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri didampingi putranya, M. Prananda Prabowo melihat pameran foto gelegar foto Nusantara, di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6/2025). 

Sejatinya, sebelum dilegalkan negara, praktik alih daya sudah lazim digunakan di berbagai sektor usaha.

Masyarakat juga kerap menyebutnya usaha pemborongan, istilah lainnya dikenal pula kontraktor.

Sementara setelah dilegalkan di UU Ketenagakerjaan, penyedia tenaga kerja alih daya yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja.

Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan. 

Meski demikian, keluarnya aturan pemerintah yang melegalkan praktik outsourcing diprotes banyak kalangan saat itu, karena dianggap tak memberikan kejelasan status dan kepastian kesejahteraan pekerja alih daya.

Dalam beberapa kasus, para karyawan outsourcing tidak mendapat tunjangan dari pekerjaan yang dilakukannya seperti karyawan organik perusahaan.

Karyawan outsourcing juga berstatus sebagai pekerja dari perusahaan penyalur tenaga kerja. Dengan kata lain, perusahaan tempat bekerja atau perusahaan pemakai jasa outsourcing, tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan pada karyawan bersangkutan.

Beberapa jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga outsourcing adalah cleaning service atau jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan. 

Dikritik Karyawan

Sistem perekrutan Outsourcing di dunia kerja kembali menjadi bahan pembicaraan.

Bahkan, tidak sedikit pihak yang mulai mengkritisi sistem Outsourcing ini di di dalam dunia kerja.

Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, praktik ini justru berkembang menjadi instrumen legal eksploitasi buruh, menciptakan ketimpangan struktural yang tajam antara pekerja outsourcing dan karyawan tetap.

“Oleh karena itu, jika sistem ini tidak direvisi secara menyeluruh pada saat ini, maka cita-cita peningkatan kesejahteraan buruh hanya akan menjadi jargon kosong tanpa implementasi nyata,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada, pada Senin 5 Mei 2025. 

Sementara itu di bawah kerangka hukum yang berlaku, khususnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XVI/2018 dan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, outsourcing tetap diperbolehkan dengan pembatasan pada pekerjaan yang bukan inti. 

Namun, Achmad menambahkan, ketentuan ini sendiri sangat longgar dalam praktiknya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved