Breaking News

Berita Medan

Dari Kaki Lima ke Tanah Suci, Perjuangan 55 Tahun Ibu Asma Tukang Sate yang Tak Kenal Lelah

Di balik gerobak sederhananya, tersimpan mimpi besar yang tak pernah padam menjejakkan kaki di Tanah Suci. 

|
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
DOK KEMENAG SUMUT
Jemaah Haji Sumut- Asma Tanjung (78) jemaah asal Panyabungan, Mandailing Natal, pedagang sate yang berhasil mengumpulkan uang untuk bisa berangkat haji. Setelah 55 tahun Asma Tanjung akhirnya menjadi bagian dari jemaah haji tahun 1446 H. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Asap sate mengepul di sudut Pasar Baru Panyabungan, menemani tangan-tangan keriput Ibu Asma Tanjung (78) yang masih lincah membolak-balik tusukan daging. 

Di balik gerobak sederhananya, tersimpan mimpi besar yang tak pernah padam menjejakkan kaki di Tanah Suci. 

Hari ini, setelah 55 tahun menabung sepeser demi sepeser, impiannya akhirnya menjadi kenyataan.  

Tahun 1970, ketika pertama kali menggelar lapak sate, Ibu Asma dan suaminya hanya bisa bermimpi tentang Kabah. 

"Kami jualan dari subuh sampai malam, untungnya pas-pasan. Tapi kami selalu sisihkan seribu, dua ribu, simpan di celengan kaleng," kenangnya sambil tersenyum.  

Tabungan itu sering terkikis bayar sekolah anak, beli beras, atau biaya rumah sakit. Tapi tekadnya tak pernah luntur.

"Allah tahu seberapa besar keinginan hati ini," ucapnya.  

Ketika sang suami wafat tahun 2009, banyak yang mengira mimpinya ikut terkubur. Tapi Ibu Asma malah kian gigih. Tahun 2012, dengan tangan gemetar penuh haru, ia akhirnya mendaftarkan tabungan haji pertamanya. "Ini untuk Bapak juga," bisiknya.  

Kini, di usianya yang ke-78, Ibu Asma bersiap mengenakan ihram. Tangannya yang dulu setia membalik sate, sebentar lagi akan menyentuh Hajar Aswad.

"Dulu pelanggan bilang sate saya enak. Sekarang saya ingin Allah 'merasakan' ketulusan saya," katanya dengan mata berbinar.  

Anak-anaknya yang dulu ikut merasakan hidup pas-pasan, kini berkumpul mengantar sang ibu berangkat.

"Ibu membuktikan pada kami bahwa mimpi bukan soal uang, tapi seberapa kuat hati memeluknya," kata sang anak sulung. 

Ketika pesawat membawanya meninggalkan Bandara Kualanamu, bukan hanya seorang nenek yang terbang tapi seluruh kisah tentang keyakinan yang tak kenal waktu. Sebuah pelajaran bahwa keikhlasan dan kesabaran adalah tiket terbaik menuju setiap impian.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved