PDI Perjuangan Sumut

Reses di Bakkara, Rapidin Dengarkan Tangisan Petani Simangulampe dalam Bayang-Bayang Longsor

Anggota Komisi XIII DPR RI, Drs. Rapidin Simbolon MM, duduk bersama warga Desa Simangulampe, Kecamatan Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan

|
Editor: Arjuna Bakkara
ARJUNA BAKKARA
Anggota Komisi XIII DPR RI, Drs. Rapidin Simbolon MM, duduk bersama warga Desa Simangulampe, Kecamatan Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan, mendengarkan keluhan dan harapan mereka pada Reses, Minggu (6/4/2025). 

TRIBUN-MEDAN.COM, BAKKARA-Di tengah hembusan angin pegunungan yang membawa hawa sejuk, anggota Komisi XIII DPR RI, Drs. Rapidin Simbolon MM, dari Fraksi PDI Perjuangan, menapakkan kakinya di Desa Simangulampe, Bakkara, Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan, pada Minggu (6/4/2025).

Kunjungan resesnya kali ini bukan hanya untuk mendengarkan keluhan, tetapi untuk merasakan kegetiran hidup yang menghantui setiap langkah warganya.

Di sepanjang jalan setapak yang menuntunnya ke desa ini, batu-batu besar yang terbawa longsor pada 1 Desember 2023 masih berserakan di pemukiman dan perladangan.

Pemandangan itu bukan sekadar sisa bencana, tetapi pengingat dari penderitaan yang belum sepenuhnya reda.

Bahkan, hingga saat ini, sepuluh korban masih dinyatakan hilang, terhimpit dalam reruntuhan tanah dan batu.

Hanya dua jasad yang ditemukan, namun luka yang ditinggalkan jauh lebih dalam daripada apa yang tampak di permukaan.

Warga yang pernah menikmati kedamaian kini harus bertarung dengan kenyataan pahit; tanah yang mereka cintai, kini menjadi hambatan besar dalam usaha bertahan hidup.

Saat Rapidin duduk di hadapan mereka, jeritan-jeritah hati pun mulai terdengar. 

Mustar Manullang, dengan wajah yang tampak letih, lahan pertanian mereka belum pulih bahkan hilang karena tertimbunbatu-batu besar.

Para petani bahkan terpaksa meinjam lahan ke desa lain untuk bertani.

Ia juga menceritakan bahwa Puskesmas Desa yang selama ini menjadi tempat harapan bagi warga, kini hancur akibat banjir bandang.

“Kami butuh tempat untuk berobat. Kami butuh perhatian lebih dari pemerintah,” katanya, penuh harap. Ia juga menambahkan, agar irigasi di wilayah itu segera diperbaiki, karena pertanian adalah nyawa mereka.

Luhut Sinambela, dengan tatapan penuh tanya, menyampaikan keluhannya tentang penetapan zona merah yang, menurutnya, tidak memiliki alasan yang jelas. "Kami dihukum tanpa penjelasan yang memadai. Empat tahun kami meminta pelepasan klaim kawasan hutan kepada KemenLHK, namun tak ada jawaban,"katanya.

Bahkan Aek Sipangolu yang kami cintai ini, kini diklaim sebagai kawasan hutan. Apa yang harus kami lakukan?" ungkap Luhut lagi.M

endengar segala keluhan itu, Rapidin, menyerap setiap kata yang diucapkan. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved