Berita Viral

SUBHOLDING Pertamina Sarang Korupsi, Ahok: Sudah Permainan Lama, Masing-masing Penguasa Tak Mau Stop

Ahok mempertanyakan sosok seperti Riva Siahaan (RS), Maya Kusmaya (MK), hingga Yoki Firnandi (YF) masih bisa menjadi petinggi Pertamina Patra Niaga

Editor: AbdiTumanggor
Kolase Tribun Medan
KASUS PERTAMINA: Basuki Tjahja Purnama alias Ahok eks Komut Pertamina dan 4 petinggi PT Pertamina Patra Niaga menjadi tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. Keempatnya telah ditahan Kejaksaan Agung RI pada Senin (24/2/2025). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024 Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebut tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung merupakan kasus yang ada sejak lama.

Ahok menilai bahwa setiap pimpinan di Pertamina tidak mau memberhentikan masalah yang saat ini menjadi kasus di Kejagung.

“Kalau menurut saya ini permainan sudah lama yang masing-masing penguasa tidak mau stop,” kata Ahok dikutip melalui Youtube Narasi Newsroom, Sabtu (1/3/2025). 

Hal ini membuat banyak orang takut jika dirinya menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina karena akan memberantas kasus tersebut.

Sebab, bukan hanya memberantas masalah, namun Ahok dikhawatirkan bakal merombak dan memecat jajaran petinggi di subholding Pertamina yang tidak sejalan denganya.

“Makanya kenapa orang takut saya jadi Dirut, demo-demo kalau saya jadi Dirut, saya bisa langsung pecat tuh Dirut-Dirut subholding karena untuk notaris saya yang putuskan dan saya gak pernah takut sama Menteri BUMN,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Ahok juga menaruh curiga dengan adanya pemecatan yang dilakukan kepada Dirut Pertamina Patra Niaga dengan inisial MK oleh pihak Pertamina.

Sebab, Ahok menduga pemecatan tersebut dikarenakan sang Dirut tidak mau menandatangani  pengadaan zat aditif.

“Bekas satu Dirut Patra Niaga dipecat. Saya tidak tau (alasannya), tapi diduga karena dia tidak mau menandatangani pengadaan aditif itu,” ucap Ahok.

Adapun, Kejagung sudah menentapkan 9 orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) yang rugikan negara Rp193,7 triliun dalam satu tahun.

Berikut nama 9 tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero)

  1. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS)
  2. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF)
  3. Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR)
  4. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono (AP)
  5. Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ)
  6. Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS)
  7. Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW)
  8. Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK)
  9. VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) 

Ahok Sejak Awal Pertanyakan Pengangkatan Riva Siahaan Cs

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga mempertanyakan sosok seperti Riva Siahaan (RS), Maya Kusmaya (MK), hingga Yoki Firnandi (YF) masih bisa menjadi petinggi PT Pertamina Patra Niaga.

Pada tahun 2015, Riva Siahaan Cs sempat bekerja di anak usaha Pertamina, yakni sebagai Bunker Trader di Pertamina Energy Services Pte. Ltd. alias PETRAL yang telah dibubarkan Pemerintah karena dianggap sarang mafia minyak. Namun, mereka masih tetap dipakai di PT Pertamina Patra Niaga.

Kini ketiga sosok yang disebutkan Ahok tersebut merupakan tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina Patra Niaga yang oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) ditaksir mengakibatkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun.

Ahok awalnya mengatakan, Riva, Maya, dan Yoki merupakan sosok yang setiap rapat dimarahi olehnya saat masih menjabat sebagai Komut PT Pertamina.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut mereka adalah orang yang ngeyel ketika diberitahu olehnya.

Bahkan, kata Ahok, ketika Riva, Maya, dan Yoki diminta untuk membenarkan suatu hal yang salah, mereka tidak pernah melakukannya. "Mereka ini ya dimarahi paling pintar. Dimarahi cuma diam, ngeyel nggak dikerjain. Minggu depan datang, sama lagi," katanya, dikutip, Minggu (2/3/2025).

Ahok juga mengungkapkan Riva, Maya, dan Yoki menjadi sosok yang mengakibatkan transaksi pembayaran di SPBU masih menggunakan cara cash atau uang tunai. Padahal, sejak empat tahun lalu, dia sudah meminta kepada mereka agar pembayaran di SPBU dengan cara menggunakan aplikasi MyPertamina.

"Sampai hari ini, SPBU (bayar) masih pakai tunai. Gua sudah minta (pembayaran via aplikasi MyPertamina) dari empat tahun lalu," jelasnya.

Ahok mengatakan Riva cs seakan tidak takut kepadanya dan selalu mengulang kesalahan lantaran dirinya tidak memiliki wewenanga memecat sebagai komisaris utama. Sehingga, dia berharap, agar komisaris utama tidak hanya diberi wewenang untuk mengawasi, tetapi juga melakukan pemecatan.

"Kenapa dia berani? Karena dia tahu, gua nggak bisa mecat dia. Jadi, intinya kalau orang dikasih kuasa mengawasi, harus ada kuasa untuk memecat, itu kuncinya," katanya.

Kemudian, Ahok pun mempertanyakan petinggi Pertamina seperti Riva cs masih dipertahankan di perusahaan pelat merah tersebut dan tidak kunjung dipecat sejak lama. 

"Kalau yang brengsek-brengsek ini masih bercokol, berarti yang bisa memecatnya ada apa?" ujar Ahok.

Ahok Memiliki Bukti Rekaman

Ahok bahkan mengaku memiliki bukti rekaman dan notulen setiap rapat saat menjadi Komut Pertamina. 

Rekaman tersebut tentu akan menjadi bukti bagaimana perusahaan migas terbesar di Indonesia tersebut bekerja. Ahok sejak bekerja di Pertamina sudah curiga dengan gerak-gerik para Direksi Utama.

Ia juga heran, Petral yang dibubarkan karena berisi mafia justru kembali dijadikan Dirut.

"Petral (sarang mafia) dibubarkan, tapi kenapa orang Petral jadi Dirut Patra Niaga? Jangan tanya pada saya, Anda tanya Menteri BUMN dong," tegas Ahok dikutip dari kanal YouTube Narasi yang tayang Sabtu (1/3/2025).

"Saya curiga, ini ada permainan bekas satu Dirut PT Niaga dipecat. Saya tidak tahu, tapi diduga karena dia tidak mau menandatangani pengadaan aditif," terang Ahok.

Lebih lanjut, Ahok mengungkapkan akar masalah tentang blending Pertamax dengan Pertalite bermula dari pengadaan aditif. Zat aditif disebutkan dalam pembelaan Pertamina tentang isu pengoplosan.

Pihak Pertamina menyebut, zat aditif ditambahkan untuk meningkatkan performa mesin kendaraan. 

Hal tersebut menjadi bantahan Pertamina tentang pengoplosan Pertamax dengan Pertalite atau Premium.

"Jadi pengadaan aditif ini melibatkan oknum di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) malahan, menurut isu oknum BPK ini jadi backing supaya Pertamina ini membeli aditif ini dengan transport dengan tender yang tidak sah."

"Saya dengar itu saya panggil datang ini semua ada rapat. Dalam berita acara, saya tanya ini gak bisa, terus ditakut-takutin kalo enggak tanda tangan di SPBU gak ada barang," jelas Ahok.

Hal tersebut terjadi saat Ahok masih menjabat sebagai Komut Pertamina. Meski sudah memberi arahan untuk tak melakukan pengadaan terpisah, nyatanya permainan tersebut tetap berjalan.

"Padahal saya bilang, mana bisa tender dipisah antara transport dengan aditif. Lalu karena transport lebih mahal, eh dikalahkan. Aditif yang lebih murah. Dirutnya kalau tanda tangan, gue akan laporin nih dirutnya. (Saat itu) dirutnya ga mau tanda tangan, itu bisa dicari Patra Niaga siapa namanya, orang Telkom, saya enggak usah sebut namanya. MK, singkat aja lah," jelas Ahok menambahkan.

"Menurut saya ini permainan sudah lama yang masing-masing penguasa tidak mau stop. Makanya orang takut saya jadi Dirut, demo-demo. Kalau saya jadi Dirut, saya bisa langsung pecat dirut-dirut subholding. Karena untuk ke notaris saya yang putuskan dan saya tidak pernah takut dengan Menteri BUMN manapun selama saya benar," tegasnya lagi.

Hal ini yang menjadi kemungkinan dirinya tak pernah bisa menjadi Dirut Pertamina. Jabatan Komisaris Utama memang tak memiliki wewenang dalam urusan pemecatan.

"Itulah kenapa saya dikurung tidak boleh jadi Dirut. Janjikan saya jadi Dirut untuk membereskan, makanya saya hanya bisa melakukan sebatas yang bisa saya awasi," jelas dia.

Sarankan Pemerintah Gunakan E-Katalog

Lebih lanjut Ahok memberi saran bagi rezim pemerintah saat ini jika ingin memusnahkan mafia migas. Pemerintah hanya perlu e-katalog yang bisa dipantau dan diurus oleh LKPP.

Lalu harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang ditentukan Menteri ESDM akan membuat semuanya lebih efisien dan tak ada ruang bagi mafia.

"Intinya gini, bubarin Petral itu main-main, bohong-bohong doang kalau orangnya sama. Kalau mau bubarin semua sistem mafia migas, ikutin saran saya deh. E-katalog itu LKPP orang kita bos pemerintah. Harga ICP ditentukan Menteri ESDM, subholding kilangnya Pertamina itu kan kurang efisien sebetulnya."

"Harusnya kilang yang lebih modern lebih murah, jadi kalau saya mengatakan harga Kilang Pertamina patokan e-katalog karena sudah dibeli dari subholding, termasuk LPG kan barang enggak cukup, avtur segala macem selesai."

"Apa yang mau dimafia, dan Indonesia siap perang sama siapapun, karena punya stok minyak bisa setahun." jelas Ahok panjang.

Namun jika pemerintah tak mau mengubah sistem tersebut, pemeriksaan Riva Siahaan dkk yang saat ini ditangkap Kejagung hanyalah untuk mengganti pemain.

"Ini bukan beyond. Tapi ada tangan penguasa yang masuk. Ini bisa kemana-mana kalo dibongkar, saya seneng banget ini," tegasnya lagi.

"Saya bilang ke pemerintah saat ini, kalau tidak mau melakukan e-katalog di LKPP pengadaan bahan migas, saya berani jamin (ini) cuman mau ganti pemain, ada yang mau makan itu uang," ucap Ahok sambil emosional.

Ahok kembali menegaskan jika pemerintah tak membereskan e-katalog, Pertamina hanya akan menjadi sarang korupsi.

Kejagung Bantah Pernyataan Pertamina

Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengklaim tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite.

Direktur Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Kohal menegaskan pihaknya bekerja dengan alat bukti.

"Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya 88 di-blending dengan 92 (Pertamax). Jadi RON dg RON sebagaimana yang sampaikan tadi," katanya di Kantor Kejagung, Rabu (26/2/2025). 

Dia mengatakan, temuan tersebut berdasarkan keterangan saksi yang diperiksa penyidik. Bahkan, kata dia, bahan bakar minyak (BBM) oplosan tersebut dijual dengan harga Pertamax.

"Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang, ada dari keterangan saksi RON 88 diblendding dengan 92. Dan dipasarkan seharga 92," ungkapnya.

Terkait kepastian hal ini, pihaknya akan meminta ahli untuk meneliti hal tersebut. 

"Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yg ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu," tuturnya. 

Sebelumnya, dalam rapat dengan komisi XII DPR, PT Pertamina Patra Niaga mengakui adanya proses penambahan zat aditif pada BBM jenis Pertamax sebelum didistribusikan ke SPBU, Rabu (26/2/2025).

“Di Patra Niaga, kita terima di terminal itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak ada proses perubahan RON. Tetapi yang ada untuk Pertamax, kita tambahan aditif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna,” ujar Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra.

Ega menekankan bahwa proses injeksi tersebut adalah proses umum dalam industri minyak. Tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas produk. 

“Meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih best fuel, artinya belum ada aditif,” ucap Ega.
 
Namun, Ega memastikan bahwa penambahan zat aditif yang dilakukan, bukan berarti terjadi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite.

“Ketika kita menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut,” kata Ega.

“Jadi best fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefitnya, penambahan benefit untuk performance dari produk-produk ini,” sambungnya.

Selain itu, lanjut Ega, setiap produk yang diterima Pertamina telah melalui uji laboratorium guna memastikan kualitas BBM tetap terjaga hingga ke SPBU.

“Setelah kita terima di terminal, kami juga melakukan rutin pengujian kualitas produk. Nah, itu pun kita terus jaga sampai ke SPBU,” ungkap Ega.

Siasat Riva Siahaan

Riva Siahaan Otak Utama tersangka korupsi Pertamina Patra Niaga yang sengaja mengoplos pertalite jadi pertamax rugikan negara Rp 193,7 Triliun. 

Riva Siahaan bersama SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Riva Siahaan bahkan "menyulap" BBM Pertalite menjadi Pertamax.

Di sisi lain, YF melakukan mark up kontrak pengiriman pada saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping.

Akibatnya mark up kontrak pengiriman yang dilakukan tersangka YF, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN.

DW bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi.

GRJ dan DW juga mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka Riva Siahaan untuk produk kilang.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengungkapkan peran tujuh tersangka dalam kasus ini.

Abdul Qohar menyebut kasus ini bermula ketika pemerintah merencanakan pemenuhan minyak mentah untuk pasar dalam negeri periode 2018 sampai 2023.

PT Pertamina kala itu diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Namun, Qohar mengatakan, para tersangka justru bersekongkol dan melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH).

"Hasil rapat dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehungga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap. Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor,"bebernya.

Pada saat yang sama, Qohar menyebut hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.

Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia untuk dilakukan ekspor," jelasnya.

Setelahnya, anak perusahaan Pertamina tersebut mengimpor melakukan impor minyak mentah dan produk kilang. Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri. Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong antara para tersangka.

Mereka sudah mengatur harga untuk kepentingan pribadinya masing-masing dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan,"ungkapnya.

Sementara salah satu yang dilakukan oleh tersangka Riva Siahaan yakni terkait pembelian produk kilang.

Riva diduga melakukan pembelian untuk RON 92, namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 yang diolah kembali. Atau RON 90/pertalite dibeli dengan seharga RON 92/pertamax dan diblending menjadi pertamax.

Selain itu, penyidik juga menemukan adanya dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor yang dilakukan oleh tersangka. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.

Atas serangkaian perbuatan para tersangka tersebut, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dijual ke masyarakat.

Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.

"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,"pungkas Qohar.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat tersebut 1 ke-1 KUHP.

Klarifikasi Pertamina

Vice President Corcomm Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menanggapi soal isu praktik oplos pertalite menjadi pertamax dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Menurut Fadjar, produk Pertamina yang dijual ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing.

Fadjar pun membantah adanya praktik oplos pertalite menjadi pertamax yang dilakukan Pertamina.

"Bahwa yang dijual di masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. RON 92 itu artinya RON 92, Pertamax. RON 90 itu artinya pertalite," kata Fadjar dilansir Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

Lebih lanjut Fadjar menilai adanya miss komunikasi dari pernyataan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Menurut Fadjar, Kejagung lebih mempermasalahkan soal adanya pembelian RON 90 dan RON 92, bukan soal oplosan. 

"Kan munculnya narasi oplosan juga enggak sesuai dengan yang disampaikan oleh Kejaksaan kan sebetulnya."

"Jadi kalau di Kejaksaan kan kalau boleh saya ulang lebih mempermasalahkan pembelian 90 92, bukan adanya oplosan."

"Sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar jadi ada miss komunikasi disitu," jelas Fadjar.

Oleh karena itu Fadjar pun memastikan bahwa produk yang dijual Pertamina ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing.

"Tapi bisa kami pastikan produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. 92 adalah pertamax, 90 adalah pertalite," imbuhnya.

(*/Tribun-medan.com/Tribunnews.com)

Artikel ini sebagian telah tayang di Tribunbengkulu.com dengan judul Ahok Singgung Mafia Hingga Dugaan Hanya Ganti Pemain Kasus Korupsi di Pertamina , https://bengkulu.tribunnews.com/2025/03/01/ahok-singgung-mafia-hingga-dugaan-hanya-ganti-pemain-kasus-korupsi-di-pertamina?page=all#goog_rewarded.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved