Medan Terkini

MK Hapus Presidential Treshold, Begini Tanggapan Guru Besar Politik USU Heri Kusmanto

Guru Besar Politik Universitas Sumatera Utara, Prof Heri Kusmanto sambut positif atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait presidential treshold

|
Penulis: Dedy Kurniawan | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/HO
Guru Besar Politik USU, Prof Drs Heri Kusmanto 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Guru Besar Politik Universitas Sumatera Utara, Prof Heri Kusmanto sambut positif atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait presidential treshold. Yakni, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Sebagai seorang akademisi, saya memahami bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penghapusan ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam pemilu presiden dan wakil presiden merupakan kado terindah tahun baru, membawa dampak yang signifikan terhadap dinamisasi politik di Indonesia," katanya, Kamis (2/1/2025). 

Heri Kusmanto menilai, keputusan ini mencerminkan sebuah upaya untuk menjaga prinsip demokrasi yang lebih inklusif, dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, selaras  dengan UUD NRI Tahun 1945. Serta memberikan kesempatan yang lebih luas bagi semua partai politik (parpol) untuk mengajukan calon.


"Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun langkah ini merupakan kado terindah bagi demokrasi di tahun baru ini, MK berharap dengan putusan ini dapat memperluas pilihan bagi pemilih dan meningkatkan representasi serta partisipasi politik. Tantangan lain yang harus dianalisa kemungkinan muncul, potensi fragmentasi politik yang lebih tinggi. Dengan banyaknya calon yang diajukan oleh berbagai parpol, bisa saja terjadi polarisasi yang lebih tajam di masyarakat, mengingat setiap calon presiden dan wakil presiden mungkin membawa agenda dan ideologi yang sangat berbeda," katanya 


Lanjut Heri Kusmanto, sebagai akademisi dia menilai dengan putusan MK ini, proses revisi terhadap UU Pemilu yang mengakomodasi prinsip-prinsip konstitusional dengan bijaksana, menciptakan aturan yang tidak hanya memperluas kesempatan politik tetapi juga menjaga kestabilan sistem politik Indonesia. Partisipasi publik dan perlibatan semua pihak dalam perubahan regulasi ini sangat krusial agar pembentukan kebijakan dapat mencerminkan keseimbangan antara hak politik rakyat dan ketertiban dalam berdemokrasi.


"Saya berharap, meskipun keputusan MK membuka jalan bagi demokrasi yang lebih luas, kita juga perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap stabilitas politik, pemilu yang efektif, dan keberlanjutan demokrasi Indonesia," pungkasnya.


Sebelumnya, Dilansir dari Tribunnews.com.com putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 


"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).


MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


"Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo dilansir dari Tribunnews.com.


(Dyk/Tribun-Medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved