Berita Persidangan

Soal Penganiayaan Masyarakat Sihaporas, Ahli Psikologi Fotensik Reza Indragiri Sebut Kurva Kemarahan

Pada sidang ini, Reza beberapa kali memberikan gambaran kurva emosi yang bisa dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang. 

Penulis: Alija Magribi | Editor: Randy P.F Hutagaol
TRIBUN MEDAN/ALIJA MAGRIBI
Reza Indragiri dihadirkan dalam perkara penganiayaan masyarakat adat Sihaporas di PN Simalungun, Jumat (20/12/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR -  Saksi Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri dihadirkan penasihat hukum dalam kasus penganiayaan yang dilakukan empat orang masyarakat adat Sihaporas di Pengadilan Negeri Simalungun, Jumat (20/12/2024) siang.

Pada sidang ini, Reza beberapa kali memberikan gambaran kurva emosi yang bisa dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang. 

Kepada Majelis Hakim yang dipimpin Erika Sari Emsah Ginting, Reza pun menerangkan beberapa perkara heboh yang ikut menghadirkan dirinya. Kasus-kasus tersebut antara lain penembakan Brigadir Joshua, Kasus narkoba oleh Irjen Pol Teddy Minahasa, Wayan Mirna Shalihin hingga penembakan Km 50.

Aksi Masyarakat Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan dan Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) di depan Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/8/2024).
Aksi Masyarakat Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan dan Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) di depan Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/8/2024). (TRIBUN MEDAN/ALIJA)

"Cukup banyak persidangan yang saya hadiri, termasuk kasus Km 50 (Penembakan Anggota FPI oleh personel kepolisian)," kata Reza. 

Disinggung pengacara warga Sihaporas, "Apakah ada pengaruh konflik berkepanjangan memicu kemarahan memuncak? Sehingga melakukan aksi kekerasan", Reza pun memberikan gambaran secara teori psikologis. 

"Siklus konflik harus digambar pada kurva hingga dia bisa memunculkan kemarahan," kata Reza di depan majelis hakim keterangan berbahasa Inggris disaksikan JPU Dedi Siagian dan Tim Penasihat Hukum Warga Sihaporas yang dipimpin Boy Raja Marpaung SH. 

"Begitu kuatnya emosi seseorang akan termanifestasi dalam sesuatu reaksi seperti menggebrak, memaki dan seterusnya. Dan memuncak pada situasi kekerasan. Kalau tertanggulangi dalam sebuah sikap konstruksi maka akan berubah menjadi lebih tenang. Itu kalau tidak tertanggulangi," kata Reza. 

"Titik puncak kemarahan akan berlanjut. Kalau ditanggulangi secara absurd dia bisa turun sebentar tapi naik lagi. Nah, ini gambaran yang bisa saya elaborasi kondisi mental sampai pada siklus yang memuncak," sambungnya. 

Reza pun menjawab potensi psikologi forensik yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang bisa mengarah ke reaksi negatif karena leluhurnya terhina. 

"Pernah terjadi amarah dari kulit hitam. Situasi di mana psikologi bahwa ternyata trauma kebencian dan ketakutan bisa mengalami transmisi lintas generasi. Itu menyebabkan konflik dahsyat itu bisa berlangsung dari sejak orangtua, anak, hingga cucu. Terjadi perwarisan trauma ke lintas generasi," kata Reza.

"Inilah yang merupakan konflik interpersonal yang tertaut konflik intermasa," kata Reza. 

Dalam kasus ini, empat terdakwa masyarakat adat Sihaporas yakni Jonny Ambarita, Giovani Ambarita, Thomson Ambarita dan Farando Tamba. Mereka didakwa melakukan penganiayaan kepada karyawan TPL pada Mei 2024.

(alj/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved