Berita Nasional
Terkuak Inilah Alasan KPU Harus Konsultasi Lebih Dahulu dengan DPR Soal Putusan MK
Menurutnya, meski Putusan MK bersifat final dan mengikat, KPU harus tetap berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
TRIBUN-MEDAN.com - Kendati Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan akan mengikuti putusan MK dalam Pemilu Serentak mendatang, tetapi pihaknya akan konsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
Mochammad Afifuddin menjelaskan, jika langsung menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah, takut mendapat sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurutnya, meski Putusan MK bersifat final dan mengikat, KPU harus tetap berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
Berkaca pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang memberi karpet merah untuk Gibran Rakabuming Raka diusung sebagai calon wakil presiden, KPU mendapat sanksi dari DKPP karena tidak berkonsultasi dengan DPR.
Saat itu, KPU dijatuhi sanksi teguran keras dan teguran keras terakhir oleh DKPP.
“Dalam aduan dan putusan DKPP, kami dinyatakan salah dan diberi peringatan keras dan peringatan keras terakhir," kata Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Mochammad Afifuddin mengatakan, KPU sudah memberikan surat permohonan konsultasi DPR pada Rabu (21/8/2024) atau sehari setelah MK membacakan putusan yang dinilai progresif bagi banyak kalangan.
"Kita mengkonsultasikan dulu tindak lanjut ini karena dulu pada Pilpres (2024) kita juga menindaklanjuti putusan MK, tapi ketika proses konsultasi tidak kita lakukan dan itu dianggap kesalahan yang dilakukan oleh KPU," tuturnya.
Sementara itu Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan pihaknya telah mengagendakan rapat bersama KPU hingga Bawaslu untuk membahas PKPU berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru soal Pilkada 2024.
Rapat itu dijadwalkan pada Senin (26/8/2024).
"Ya memang sudah kita jadwalkan hari Senin, hari Senin tanggal 26 besok itu akan ada RDP yang memang akan membahas soal 3 rancangan PKPU dan 2 rancangan Perbawaslu," kata Doli di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materiil UU Pilkada nomor perkara 60/PUU-XXII/2024.
Putusan MK ini menghapus syarat pengusulan pasangan calon Pilkada oleh partai politik/gabungan partai politik tidak lagi menggunakan ketentuan ambang batas kursi DPRD (20 persen) atau suara sah (25 persen) dalam UU Pilkada.
MK menetapkan syarat baru pengusulan pasangan calon dengan menentukan ambang batas perolehan suara sah parpol/ gabungan parpol yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah.
Ada empat klasifikasi besaran suara sah partai yang ditetapkan MK untuk mengusung calon di Pilkada tingkat provinsi dan kabupaten/kota yaitu 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, dan 6,5 persen.
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| RESMI Daftar Mobil dan Motor Dilarang Isi Pertalite di SPBU, Berikut Kendaraan yang Diperbolehkan |
|
|---|
| Fakta-fakta Konflik PBNU, Gus Yahya Pernah Bertemu Netanyahu, Mengaku Datang Demi Palestina |
|
|---|
| Profil Gus Yahya, Juru Bicara Gusdur yang Mulai Didesak Mundur dari Jabatan Ketua PBNU |
|
|---|
| Fakta Seputar Polemik Lift Kaca Pantai Kelingking Senilai Rp 60 M yang Bakal Dibongkar Gubernur Bali |
|
|---|
| Hasan Nasbi Bela Jokowi Kasus Ijazah, Pidanakan Roy Suryo cs Demi Jaga Nama Baik: Yakin Bisa Menang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/DPR-batal-sahkan-RUU-Pilkada.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.