TRIBUN WIKI

Jejak Peninggalan Sejarah di Kabupaten Dairi, Mulai dari Batu Hingga Pohon yang Terlupakan

Tercatat ada empat peninggalan sejarah di Kabupaten Dairi yang mulai dilupakan banyak orang. Terdiri dari batu hingga pohon berusia 400 tahun

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/DEDY KURNIAWAN
ILUSTRASI- Seorang pemandu menunjukkan sebuah situs sejarah di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Kabupaten Dairi, Sumatera Utara merupakan wilayah yang turut memiliki peninggalan sejarah masa lampau.

Adapun ragam peninggalan sejarah itu berupa situs terdiri dari patung batu, hingga pohon.

Sayang, seiring perkembangan zaman, peninggalan sejarah ini kian terlupakan.

Sangat jarang sekali anak muda yang konsern dengan situs peninggalan sejarah ini.

Mereka mulai lupa dengan apa yang sudah diwariskan oleh nenek moyangnya.

Baca juga: DAFTAR 10 Museum di Medan, Ada yang Simpan Koleksi Hewan Hingga Peninggalan Sejarah

Hingga kini, situs sejarah di Kabupaten Dairi itu sering dikunjungi wisatawan yang datang berkunjung.

Para wisatawan ingin melihat dan mendengar tentang khasanah budaya yang ada di Kabupaten Dairi.

Berikut adalah peninggalan sejarah di Kabupaten Dairi yang mulai terlupakan tersebut. 

1. Batu Perabun Marga Cibro 

Batu Perabun Marga Cibro merupakan situs arkeologi yang menyimpan misteri peradaban kuno di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Terletak di Tungtung Batu, Kecamatan Silima Pungga-pungga, situs ini menjadi daya tarik bagi para pecinta sejarah dan budaya.

Nama "Batu Perabun" secara harfiah berarti "wadah abu," yang mengisyaratkan kemungkinan penggunaannya untuk menyimpan abu hasil pembakaran manusia.

Meskipun penafsiran mengenai fungsi sebenarnya dari Batu Perabun masih bervariasi, ada yang menyebutnya sebagai "pertulanen."

Baca juga: Situs Sejarah Istana Damnah, Peninggalan Sejarah Kerajaan Melayu yang Jadi Destinasi Wisata Kepri

Menurut kepercayaan setempat, batu ini digunakan oleh Marga Cibro untuk menyimpan abu musuh yang tertangkap.

Dalam praktiknya, musuh yang ditangkap akan dimakan, dan sisa tulang belulangnya kemudian dibakar hingga menjadi abu.

Walaupun belum banyak penelitian mendalam yang dilakukan, keberadaan Batu Perabun Marga Cibro memberikan petunjuk menarik tentang kehidupan masyarakat kuno di daerah ini, khususnya dalam hal pengelolaan jenazah dan kepercayaan mereka terkait kematian.

Situs ini menawarkan peluang besar untuk penelitian lebih lanjut, guna mengungkap lebih banyak tentang tradisi dan kehidupan leluhur masyarakat Dairi di masa lalu.

2. Situs Megalitikum Batu Kapur

Situs Megalitikum Batu Kapur adalah peninggalan berharga dari nenek moyang kita yang menyimpan banyak misteri tentang peradaban kuno.

Situs ini merupakan kompleks bangunan megalitikum yang terdiri dari menhir, dolmen, dan sarkofagus.

Baca juga: PENINGGALAN Sejarah Kemerdekaan RI di Sidikalang, Gedung Nasional Djauli Manik & Tugu Perjuangan

Menhir adalah batu besar yang berdiri tegak, dolmen merupakan meja batu, dan sarkofagus adalah peti mati yang terbuat dari batu.

Meskipun belum ada penanggalan yang pasti, para ahli memperkirakan situs ini dibangun pada masa Neolitikum, sekitar 2000 hingga 3000 tahun yang lalu.

Masa ini ditandai dengan berkembangnya pertanian dan peternakan, serta munculnya kepercayaan animisme dan dinamisme yang mempengaruhi kehidupan masyarakat kala itu.

Pembangun dari situs ini masih menjadi misteri, namun berdasarkan temuan artefak dan struktur bangunan, diperkirakan mereka merupakan masyarakat yang telah memiliki pengetahuan tentang astronomi, geologi, dan teknik konstruksi.

Masyarakat ini kemungkinan besar adalah nenek moyang dari suku-suku yang mendiami wilayah Dairi pada masa itu, meninggalkan jejak sejarah yang masih bisa kita saksikan hingga kini.

3. Pohon Singgangsora

Pohon Singgangsora adalah salah satu tanaman yang menyimpan banyak misteri.

Asal usul dan khasiat pohon ini belum banyak diketahui secara luas, namun keberadaannya sering dikaitkan dengan cerita rakyat dan kepercayaan lokal.

Baca juga: Situs Sejarah Istana Damnah, Peninggalan Sejarah Kerajaan Melayu yang Jadi Destinasi Wisata Kepri

Terletak di Desa Tunggung Batu, Kecamatan Silima Punggapungga, sekitar 35 km dari kota Kabupaten Dairi, pohon ini diperkirakan berusia lebih dari 400 tahun.

Menurut kepercayaan lokal, pohon ini memiliki hubungan erat dengan fenomena alam dan kejadian-kejadian penting di desa.

Konon, jika terjadi musuh atau bencana yang melanda Tunggung Batu, suara petir akan terdengar meskipun tidak ada angin atau hujan.

Selain itu, salah satu dahan pohon ini konon akan patah sebagai pertanda apabila ada penduduk desa yang akan meninggal dunia.

Pohon Singgangsora juga terkait dengan beberapa benda cagar budaya penting di wilayah tersebut, seperti Tunggung Kuta, Mejan Pangulubalang Cibro, Simanuk-manuk Sipitu Takal, dan Batu Perabun.

Informasi mengenai pohon ini berasal dari generasi ke-16 Marga Cibro, yang telah menyimpan dan meneruskan kisah-kisah serta kepercayaan terkait pohon ini.

4. Simanuk-manuk sipitu takal 

Secara harfiah, Simanuk-manuk Sipitu Takal berarti "burung dengan tujuh kepala."

Dalam konteks budaya Batak, burung sering kali dianggap sebagai simbol roh, kebijaksanaan, atau makhluk mistis yang terkait dengan dunia gaib.

Angka tujuh, dalam berbagai tradisi, dianggap sakral dan sering dihubungkan dengan kepercayaan terhadap dunia supranatural.

Simanuk-manuk Sipitu Takal terletak sekitar 300 meter dari Pangulubalang, sebuah patung atau monumen yang berfungsi sebagai pelindung desa dalam tradisi Batak.

Lokasinya yang berada di tengah ladang yang tidak ditanami menambah aura mistis dari objek ini.

Dalam kepercayaan masyarakat lokal, tanah yang tidak diolah sering dianggap memiliki energi khusus atau dianggap sebagai tempat suci.

Menurut tradisi setempat, burung ini diyakini pernah membawa petunjuk, namun kemudian diubah menjadi batu. Konon, batu yang dulunya adalah burung ini dapat mengeluarkan suara berbeda dan akan berbunyi saat mendeteksi tanda bahaya dari Pangulubalang, Batu Tunggung ni Kuta, dan Pohon Singgang Sora—yang dikenal dengan suara kuat.

Jika suara ini terdengar, masyarakat akan segera berlari dan bersembunyi ke Perisang Manuk.

Saat ini, Simanuk-manuk Sipitu Takal sebagian besar telah terbenam dalam tanah, sehingga bentuk burungnya hampir tidak terlihat dan hanya tampak sebagai batu alam biasa.

Bagian yang tersisa memiliki panjang sekitar 33 cm, lebar 22 cm, dan tinggi 20 cm.(tribun-medan.com)

Ditulis oleh mahasiswi magang FISIP Universitas Medan Area (UMA) Handayani Berutu

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved