Breaking News

Vonis Bebas Ronald Tannur

HARTA KEKAYAAN Hakim Erintuah Damanik Disorot, Mahfud MD: Bisa Saja Hakimnya Tidak Benar

Hakim Erintuah Damanik menjadi sorotan setelah vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terdakwa pembunuhan sang pacar, Dini Sera Afriyanti (29).

Editor: AbdiTumanggor
HO
Eks Menko Polhukam Mahfud MD 

TRIBUN-MEDAN.COM - Hakim Erintuah Damanik menjadi sorotan setelah vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terdakwa pembunuhan sang pacar, Dini Sera Afriyanti (29).

Diketahui tiga hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul Girsang, dan Heru Hanindyo, yang menyidangkan dan memutus perkara Gregorius Ronald Tannur.

Akibat putusan bebas yang dijatuhkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap anak anggota DPR, Gregorius Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan hingga berujung tewasnya Dini Sera Afriyanti tersebut, teurut dusort Mahfud MD.

Mantan Menko Polhukam ini mengaku kaget mendengar hakim Erintuah Damanik menjatuhkan vonis bebas ke Ronald Tannur.

Terlebih, menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.

"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).

Ia menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal. Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.

Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.

Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.

Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.

"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita. Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.

"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan. Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.

Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat. Namun, ia meyakini jaksa penuntut umum membuat konstruksi dakwaan dengan benar.

"Saya sendiri percaya jaksanya benar. Tapi saya kan buka kemungkinan. Satu, yang paling mungkin kesalahan itu ada di hakim, tapi kita tidak boleh juga menyalahkan hakim. Mungkin juga jaksa," kata dia.

Kemungkinan ketiga, putusan tersebut disebabkan dari penanganan perkara di tingkat kepolisian.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved