TRIBUNWIKI
SEJARAH Pesta Tapai, Tradisi Menyambut Bulan Ramadan di Batubara, Masih Dilakukan hingga Kini
Namun, saat ini banyak pedagang yang menambahkan menu khas melayu lainnya di pesta tapai, mulai dari dodol, selai srikaya, hingga rendang serai kepah.
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, BATUBARA - Banyak tradisi dilakukan masyarakat di Indonesia menjelang bulan ramadan.
Seperti halnya yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara (Sumut).
Kabupaten Batubara memang dikenal masih kental dengan Kebudayaan Melayu.
Kabupaten yang mekar dari Asahan pada tahun 2006 silam ini meninggalkan banyak kebudayaan.
Seperti Pesta Tapai di Dusun Pesta Tapai, Desa Dahari Silebar, Kecamatan Talawi, yang sudah ada sejak jaman penjajahan kolonial Belanda.
Pesta Tapai sendiri dahulunya bermula saat kerajaan Asahan masih melakukan transaksi kerbau.
"Dahulu ini bermula saat jual beli daging kerbau saat menyambut Bulan Ramadan. Sehingga Desa ini dijadikan sebagai pusat perdagangan daging kerbau.
Bermula dari pedagang di luar Kabupaten Batubara yang datang di rumah potong di desa ini," kata Efendi, Kepala Desa Dahari Selebar.
Menurutnya, perdagangan ini semakin ramai ketika pusat perdagangan semakin ramai pembeli.
"Awal mulanya, karena mau punggahan para pedagang mau menceritakan dimana mau beli kerbau. Dasarnya dari situ, maka pedagang ngumpul di satu warung.
Kemudian di tahun kedepannya, karena banyak pedagang datang yang lain masyarakat membuka warung lainnya," jelasnya.
Dari itu, masyarakat mencoba keberuntungan dengan berdagang makanan khas melayu lemang dan tapai.
Namun, dari percobaan tersebut ternyata para pedagang kerbau tersebut merasa suka dan menggemari makanan khas melayu tersebut.
"Kenapa tapai dan lemang? Karena ini makanan khas melayu. Jadi kalau sudah datang pedagang, yang diminta itu lemang dan tapai," katanya.
Akibat dari hal tersebut, banyak pedagang yang ikut mencoba keberuntungan dan membuka warungnya masing-masing sehingga saat ini sudah ada 107 pedagang lemang dan tapai di Pesta tapai.
Namun, saat ini banyak pedagang yang menambahkan menu khas melayu lainnya di pesta tapai, mulai dari dodol, selai srikaya, hingga rendang serai kepah.
"Untuk bukanya, disini mulai pukul 04.00 wib hingga pukul 00.00 wib, dengan pembeli yang berasal dari luar daerah. Namun kegiatan ini hanya dilakukan 22 hari sebelum Bulan Ramadan, dan tutup dua hari sebelum puasa pertama," katanya.
Murni, salah satu pembeli asal Pasar Bengkel, Kabupaten Serdangberdagai mengaku sengaja datang ke Kabupaten Batubara untuk membeli tapai dan lemang.
"Kami setiap tahun kemari. Kalau tidak kemari rasanya tidak lengkap menjalani bulan Ramadhan," kata Murni.
Pembeli Bukan Manusia
Selain budaya, di Pesta Tapai setiap tahunnya memiliki cerita mistis yang cukup membikin bulu kuduk merinding.
Pasalnya tidak semua pembeli di pesta tapai manusia yang kasat mata.
Sebab, menurut Efendi, setiap tahun memang ada kasus yang menceritakan bahwa ada pembeli dari kaum bunian.
"Di tahun ini sudah ada dua kali saya dengar. Karena setiap tahun memang ada kasus ini," katanya.
Dia menceritakan, yang membedakan manusia dengan kaum bunian pada perawakannya yang cukup aneh.
"Kalau kaum bunian yang membeli, mereka tidak ada menawar dan selalu menundukan kepalanya. Seperti naik ojek dari simpang, biasanya Rp 5 ribu, namun mereka mau membayar hingga Rp 20 ribu tanpa menawar," katanya.
Ia menceritakan, beberapa tahun lalu, ada satu mobil penumpang yang membawa rombongan bunian yang khusus turun di pesta tapai.
"Supir mopennya juga mengakui bahwa mereka memang berbeda dengan manusia, karena kaum bunian tersebut terlihat tidak terlalu meriah dalam pesta tapai, namun selalu ada setiap tahunnya," jelasnya.
Hal tersebut diperkuat dengan lakunya seluruh dagangan para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan Desa Dahari Selebar.
Namun, menurut seorang pedagang, Inyak saat dijumpai Tribun-Medan.com mengaku belum pernah melihat dan menjumpai warga bunian yang di ceritakan oleh para pedagang lainnya.
"Kalau saya tidak pernah melihat dan menjumpai bunian, namun dari pedagang lain saya tidak tau," kata wanita yang berjualan di pesta tapai sejak 30 tahun lalu.
Ia mengaku, lakunya dagangan para pedagang disebabkan karena kualitas rasa yang nikmat dan harga yang murah.
"Saya rasa karena rasa ya, kemudian harga yang cukup murah. Karena satu lemang saat ini dijual dengan harga Rp 15 ribu, tapai dijual dengan harga seribu rupiah, dan rendang serai kopah masih dibandrol harga Rp 8 ribu," katanya.
(cr2/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Pesta-tapai-tradisi-khas-melayu-menyambut-Bulan-Ramadan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.