Pilpres 2024

Buku 'Cawe-cawe Jokowi' Karya SBY jadi Incaran Usai AHY Dilantik, Inilah Poin Penting dari Isinya

Dalam buku tersebut, Jokowi diisukan akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024 dan menginginkan kontestasi hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon)

|
Editor: Satia

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Buku karangan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berjudul Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi, The President Can Do No Wrong, belakang ini ramai dibicarakan.

Apalagi buku ini muncul setelah anak SBY,  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri i ATR/BPN.

Buku setebal 27 halaman yang diluncurkan pada 26 Juni 2023.

Dalam buku tersebut, Jokowi diisukan akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024 dan menginginkan kontestasi hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon).

Baca juga: INILAH Nama-nama Caleg PDIP Sumut yang Berpotensi Lolos ke Senayan

Buku itu juga membahas soal isu Jokowi yang mendukung sejumlah pihak untuk menjadi capres dan cawapres di Pilpres 2024 dan menentukan siapa capres dan cawapres yang harus diusung.

Isi buku

Di awal, SBY menuliskan ketertarikannnya untuk bicara soal “cawe-cawenya Jokowi” dalam Pemilihan Presiden Tahun 2024.

"Apa yang ingin saya ungkapkan dalam artikel ini sepenuhnya pandangan dan pendapat saya. Yang setuju dengan saya monggo, yang tidak setuju tentu saya hormati. Itulah indahnya konstitusi kita, UUD 1945, yang menjamin dan memproteksi kebebasan berbicara," tulis SBY ketika itu.

Berikut poin-poin dalam buku tersebut:

SBY juga mengatakan, adalah hak Presiden Jokowi untuk memberikan endorsement kepada siapapun untuk menjadi Capres dan atau Cawapres.

Tidak boleh endorsement yang berarti dukungan dan “keberpihakan” itu dianggap keliru.

"Tak ada yang boleh melarang dan menghalanginya. Jika untuk menyukseskan “jago” yang didukungnya. Presiden Jokowi melakukan kerja politik, menurut pendapat saya itu juga tidak keliru."

"Tentu dengan catatan beliau tidak menggunakan sumber daya negara untuk menyukseskan kandidat yang dijagokannya itu. Jika kemudian perangkat negara, termasuk fasilitas dan uang negara digunakan untuk itu, di samping tidak etis juga melanggar undang-undang."

"Sebagai contoh jika lembaga intelijen (BIN), Polri, TNI, Penegak Hukum, BUMN dan perangkat negara yang lain itu digunakan, jelas merupakan pelanggaran undang-undang yang serius karena bakal membuat Pilpres mendatang tidak lagi jujur dan adil."

"Apabila Pak Jokowi bersama pembantunya-pembantunya bekerja secara “all out” agar para pemimpin parpol yang berada dalam koalisi pemerintahan Presiden Jokowi tidak membentuk pasangan ketiga disertai semacam ancaman, ya inilah yang bisa menjadi masalah."

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved