Tribun Wiki
Sosok Titan Sadewo, Sastrawan Muda Medan Pendobrak Aturan Baku Puisi
Titan Sadewo kini menjadi sorotan setelah buku perdananya berjudul 'Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta' terbit
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Nama Titan Sadewo semakin melejit pascabuku perdananya berjudul 'Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta' terbit.
Titan secara konsisten memperkenalkan sastra kepada anak-anak muda di Kota Medan agar mereka memiliki animo yang besar dalam berkesenian.
Itu sebabnya, Titan bersama teman-temannya sering menghelat acara diskusi sastra yang mengundang sastrawan-sastrawan ternama di Kota Medan, dan membahas khazanah sastra Indonesia era dahulu hingga sekarang.
Kecintaannya terhadap dunia sastra sudah muncul sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.
Kala itu, ia merasa penasaran dengan namanya sendiri.
Cerita Titan, dirinya semakin suka dengan puisi saat gurunya memberi buku berjudul ‘Dendang, Kabut, Senja’ karya Mansur Samin.
"Saya baca buku ini sampai pada titik dimana saya percaya bahwa membaca puisi seperti orang mengalami gejala bipolar disorder. Saya baca bukunya Mansur Samin yang begitu mengacak emosi. Dari Mansur Samin saya termotivasi untuk membuat puisi yang mampu mengacak-acak perasaan pembaca,” ujar Titan, Selasa (14/11/2023).
Kini, dengan sederet pengalaman berharga yang pernah ia jalani, tentu menambah kepercayaan dirinya di dunia sastra, hingga akhirnya berhasil menerbitkan satu buah karya yang melambungkan namanya.
Beberapa kegiatan sastra yang pernah digelutinya yakni seperti temu penyair Nusantara.
Dirinya juga diundang sebagai pemenang dan pembicara di Payakumbuh Poetry Festival yang merupakan festival puisi di Sumatra Barat, di mana lomba tersebut diikuti sebanyak 450 penyair di seluruh Indonesia dan yang dipilih hanya 5 terbaik.
Titan termasuk satu diantaranya.
Selain itu, dirinya juga aktif menjadi pemateri dalam bidang sastra dan memenuhi undangan sebagai juri.
“Saya juga sudah membuat tur untuk buku ciptaan saya. Tur itu bagi saya sendiri bukan pindah tempat, namun pindah disiplin seni. Saya tidak pernah menyangka bahwa buku saya disambut dengan antusias. Jadi tur-tur dari buku saya antara lain seperti pameran lukisan yang merepresentasikan puisi saya sampai ada pula dalam ranah arsitektur,” ungkapnya.
Bisa dikatakan, pemuda satu ini adalah pendobrak aturan baku dalam puisi.
Hal tersebut dapat dilihat dari gaya menulis Titan di buku karyanya yang banyak melibatkan detail-detail eksentrik, cukup jarang ditemui di buku sastra lain.
Titan memakai variasi coretan, ragam tipografi, sampai diksi-diksi hewan di dalam bukunya yang pada PO (Pre Order) pertama terjual sekitar 170 eksemplar itu.
Ia menganggap jika sastra, terkhusus puisi, tidak seharusnya dipandang kaku.
Bahkan, puisi dapat diekspresikan dengan cara apapun dan melalui visualisasi lintas disiplin sekali pun.
Seperti lukisan, arsitektur, sampai drama.
Menurutnya juga, puisi tidak harus benar-benar dipandang sebagai sesuatu yang murni sebagai sebuah teks dengan aturan-aturan bakunya.
Alih-alih seseorang dapat mendobrak aturan-aturan dalam puisi yang selama ini telah dipahami oleh banyak orang sebagai suatu ketetapan.
“Pertama kali saya memandang puisi Sutardji, saya bilang pada diri saya sendiri bawa puisi ini tidak bisa dipandang dengan kacamata realisme. Karena puisi-puisi Sutardji sangat sufistik sekali, ya, seperti kerap mengangkat soal Tuhan, kebudayaan Melayu, bencana, dan lain-lain, lalu saya lihat tipografinya, kira-kira ada gak ya bangunan yang sangat mirip seperti puisi Sutardji, ternyata benar-benar ada di dunia. Hal yang sama juga terjadi di dalam puisi-puisi saya yang judulnya ‘Salib Aku di Dadamu’. Nah, di Tokyo ada gereja yang betul-betul berbentuk salib. Dari sini saya paham ternyata bentuk-bentuk tipografi dalam puisi Sutardji dan puisi saya sendiri nyata di dunia dalam bentuk bangunan atau representasi lain,” jelasnya.
Di samping itu, Titan juga menjadi praktisi sastra dan aktif mengikuti event-event seni.
Saat ini ia juga merupakan seorang guru di sekolah Ulul Izmi.
Mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan mendekatkan cara mengajar karya sastra yang asyik, mengenalkan karya sastra menggunakan media lain.
“Saya mencoba memperkenalkan sastra dengan cara yang seakan-akan tidak sastrawi alias sedikit nyentrik. Menggunakan media lain selain sastra, seperti seni rupa, arsitektur, film, sampai musik,” kata Titan.
Titan mengakatakan, jika banyak hal yang dapat diciptakan menjadi puisi.
Bahkan, hal-hal yang sangat dekat dengan kegiatan manusia sehari-hari sekali pun, seperti memasak.
“Misalnya dalam memasak, mereka sebenarnya bisa buat puisi berdasarkan resep makanan atau komposisi makanan. Misalnya toppingnya itu bisa kerinduan, lauknya adalah pertemuan, dan lain-lain. Banyak, sih, hal-hal yang bisa dilakukan di sastra. Dan intinya adalah bagaimana kita membuka diri bahwa gagasan bersastra itu tidak terpaku dalam teks namun dia bisa keluar dari teks itu sendiri. Harapannya adalah bisa lebih terbuka lagi memandang sastra memandang sastra itu bukan hanya buku,” pungkasnya.
(cr26/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
| Kisah Ronny Pasla, 'Si Macan Tutul' Bikin GBK Bergemuruh Gagalkan Tendangan Dewa Sepak Bola Brasil |
|
|---|
| SOSOK Kiandra Ramadhipa, Pebalap Muda Indonesia Tempati Posisi 5 di ETC 2025 |
|
|---|
| Profil Prof Yohanes Surya, Fisikawan yang Pilih Mundur dari Jabatan Komisaris Independen PT Telkom |
|
|---|
| Profil Petrus Fatlolon, Eks Bupati Tanimbar yang Dulunya Dosen, Kini Masuk Penjara |
|
|---|
| Profil dan Agama Aisha Retno, Penyanyi Keturunan Indonesia yang Sebut Batik dari Malaysia |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Titan-Sadewo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.