Tribun Wiki
Tradisi Adat Mangirdak Hingga Martutu Aek di Batak Toba, Proses Sebelum Melahirkan Hingga Lahiran
Masyarakat Batak Toba memegang teguh adat istiadatnya. Bahkan, dalam proses saat mengandung hingga melahirkan pun ada adatnya
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN- Masyarakat adat Batak Toba dikenal sebagai suku yang memegang teguh adat istiadatnya.
Tak heran, jika dalam kehidupan sehari-hari, mereka melakukan berbagai ritual dengan tujuan keselamatan dan keberkahan hidup.
Misalnya saja soal ritual atau adat mengenai wanita yang tengah hamil.
Dalam suku Batak Toba, ada beragam prosesi adat yang dilakukan, mulai dari wanita tersebut hamil hingga melahirkan.
Lantas, apa saja adat tersebut, simak ulasannya.
Mangirdak atau Mangganje atau Mambosuri boru
Mangirdak atau Mangganje, atau Mambosuri Boru, atau Manonggot merupakan satu diantara dari serangkaian upacara adat pada Suku Batak Toba terhadap calon ibu yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan.
Mangirdak jika diartikan dengan Bahasa Indonesia berarti memberikan semangat kepada wanita yang menikah yang hendak melahirkan.
Sebagai contoh, seorang laki-laiki bermarga Naibaho menikah dengan seorang perempuan boru Manihuruk (boru juga adalah marga untuk penyebutan wanita).
Maka orang tua dari istri (disebut sebagai Parboru) beserta rombongan dari keluarga marga Manihuruk mendatangi putri dan manantunya itu dengan membawa makanan dan ulos.
Tidak hanya kehamilan tujuh bulan saja, syarat Mangirdak adalah dilaksanakan pada kehamilan pertama wanita yang telah menikah, atau disebut juga dengan Buha Baju.
Sebagai catatan, upacara ini biasanya berlaku juga bagi pasangan yang jika salah satunya bukan berasal dari Suku Batak.
Misalnya pria bermarga Naibaho menikah dengan Boru Tionghoa, atau bisa sebaliknya, lelaki dari Suku Jawa yang menikahi Boru Sitanggang.
Mangharoani
Mangharoani adalah tradisi adat yang diadakan oleh orang tua untuk merayakan kelahiran anaknya atau disebut juga dengan mangalang hesek.
Tradisi ini diisi dengan kegiatan makan bersama keluarga, atas rasa bahagia dan syukur kepada Tuhan karena sang ibu melahirkan dalam kondisi yang baik dan sehat.
Pada upacara Mangharoan ini si ibu dari si anak bayi akan diberikan asupan makanan yang diharapkan bisa memperlancar suplai sir susunya kepada si anak.
Tradisi ini bertujuan mendekatkan diri secara lebih antara si anak dengan si ayah dan ibunya agar keterikatan mereka bisa terjaga dengan baik untuk ke depannya.
Martutu Aek
artutu aek adalah merupakan sebuah perayaan tradisional Batak Toba yang memiliki kemiripan sebagai upacara pembaptisan ataupun pengesahan.
Tradisi ini menggunakan air, yang dikenal sebagai pemurni.
Acara ini dikenakan pada seorang anak yang baru lahir, sekitar usia tujuh hari.
Si anak yang mau dibaptis (mengikuti acara martutu aek) dibawa ke sumber mata air.
Ritual ini dimulai dengan doa yang disampaikan oleh pemimpin acara kepada Sang Ilahi, yang dinamai Mulajadi na Bolon.
Selanjutnya, pemimpin upacara membentangkan ulos ragi idup di atas pasir.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI, Jalan Tol Binjai Resmi Beroperasi, Berikut Tarif Sesuai Golongan dan Jarak Tempuh
Pemimpin upacara ayau yang disebut sebagai ulu punguan meneteskan minyak kelapa ke dalam cawan yang telah berisi jeruk purut guna memastikan bahwa roh (dalam bahasa Batak Toba: tondi) si bayi tersebut berada di dalam badan.
Selanjutnya, anak yang hendak diberi nama tersebut dimandikan di mata air.
Pemimpin upacara tersebut mengoleskan kunyit ke tubuh bayi dan menyucikan (memandikan) bayi tersebut degan jeruk purut.
Lalu, pemimpin upacara mengoleskan minyak kelapa ke dahi bayi.
Usai acara tersebut, pemimpin upacara mencabut pisau Solam Debata yang dibawanya memberkati bayi tersebut.
Dengan memohon kepada Mulajadi Na Bolon, Ulu Punguan menarikan kain putih agar kain putih tersebut diberkati oleh Mulajadi Na Bolon sebagai pembungkus bayi agar mereka di kemudian hari jauh dari marabahaya.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI: Varia Theater, Bioskop Primadona Era 1980 di Kisaran, Kabupaten Asahan
Dari sumber lain mengatakan, bila bayinya laki-laki, maka akan tombak harus dibawa serta sebgai simbol laki-laki.
Bila bayi tersebut perempuan, maka yang dibawa turut dibawa adalah baliga, perkakas tenun berbentuk seperti sisir. Itulah yang dijadikan sebagai simbol perempuan.
Sembari menciduk air kemudian memandikan bayi tersebut, pemimpin upacara menyampaikan doa dan ungkapan pengharapan agar keturunan si empunya anak semakin banyak.
Sambil melantunkan sejumlah peribahasa berupa umpama dan umpasa dalam Bahasa Batak Toba, acara berlangsung dengan hikmat.
Usai upacara di areal mata air, bayi tersebut dibawa kembali ke rumah. Setelah berada di dalam rumah, pemberian nama bagi si anak pun dilakukan. Setelah berada di rumah, acara keluarga pun berlangsung.
Baca juga: TRIBUN-MEDAN-WIKI: Mengenal Tarian Ikan Kekek, Bagian Tradisi Masyarakat Pesisir Langkat
Sejumlah pihak yang berhubungan dengan acara tersebut saling memberikan penguatan dan semangat dalam menjalani hidup di masa yang akan datang.
Bagi masyarakat Batak Toba, martutu aek juga diartikan sebagai acara kepercayaan, memperkenalkan bayi pada Mulajadi Na Bolon.
Dalam upacara tersebut, keluarga meminta agar bayi itu disucikan oleh Mulajadi Na Bolon.(tribun-medan.com)
| Profil Marcus Rashford, Pemain Barcelona yang Kini Mulai Dilirik Chelsea |
|
|---|
| Moises Caicedo, Anak Miskin dari Ekuador yang Kini Jadi Pemain Termahal Chelsea |
|
|---|
| Komjen Suyudi Ario Seto, Pati Polri Duduki Jabatan Sipil, Sempat Digadang Sebagai Calon Kapolri |
|
|---|
| Profil Mayjen TNI Agustinus Purboyo, Danseskoad Akmil 92 dari Kavaleri Jebolan King's College London |
|
|---|
| Profil Rizky Ridho, Kapten Persija Jakarta Puncaki Nominasi FIFA Puskas Award 2025 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/acara-mambosuri-atau-mandengkei-bagi-penantian-kelahiran-anak.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.