Menteri Nadiem Makarim tak Wajibkan Skripsi, Rektor dan Mahasiswa Langsung Merespons
Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang tidak menjadikan skripsi sebagai sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi mahasiswa perguruan tinggi.
TRIBUN-MEDAN.com -
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang tidak menjadikan skripsi sebagai sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi mahasiswa perguruan tinggi.
Menanggapi kebijakan ini, Rektor IPB University, Arif Satria menilai hal ini tidak akan mengurangi mutu lulusan perguruan tinggi.
"Transformasi standar lulusan yang diatur kebijakan Mas Menteri ini tidak menurunkan mutu lulusan," ujar Arif melalui keterangan tertulis, Selasa (29/8/2023).
"Misalnya, mahasiswa bisnis membuat proposal bisnis karena tidak semua harus menjadi peneliti, ada yang tertarik menjadi pengusaha, aktivis di masyarakat," tambah Arif.
Dirinya menilai yang perlu diasah adalah kemampuan menulis dari apa yang direncanakan mahasiswa.
Sehingga, kemampuan ini yang wajib menjadi keterampilan baru bagi para mahasiswa.
"Inilah yang menjadi keterampilan baru yang di masa depan,” kata Arif.
Arif menilai keterampilan berkomunikasi bukan hanya sebatas lisan melainkan juga tulisan.
Menurut Arif, menulis dapat menggambarkan cara berpikir seseorang.
"Oleh karena itu, kita memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk tugas akhirnya tidak harus penelitan dan skripsi. Mereka bisa menulis (proyek) apa yang diminati dalam proses peningkatan skills,” tutur Arif.
Lebih lanjut, Arif Satria mengatakan bahwa saat ini pihaknya fokus pada learning outcome berupa peningkatan kompetensi dan keterampilan nonteknis (soft skills). Maka, dari sisi aturan Permendikbudristek yang baru ini sudah fleksibel.
"Ruang fleksibilitas yang dihadirkan Permendikbudristek ini menjadi modal agar sesuai dengan kebutuhan zaman di masa depan dan yang paling penting menghasilkan learning outcome yang baik," pungkas Arif.
Seperti diketahui, aturan baru tersebut diterbitkan seiring peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi yang mengacu pada Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa bentuk prototipe dan proyek. Bisa bentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," ujar Nadiem dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-26, Selasa (29/6/2023).
Nadiem mengatakan setiap kepala prodi punya kemerdekaan sendiri dalam menentukan standar capaian kelulusan mahasiswa mereka.
Sehingga standar capaian lulusan ini tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan tinggi.
"Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi," tutur Nadiem.
Pasca regulasi ini diterbitkan, tugas akhir mahasiswa bisa dalam beberapa bentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya baik secara individu maupun berkelompok.
Adapun jika program studi sarjana atau sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhirnya dapat dihapus atau tidak lagi bersifat wajib.
Sementara itu, mahasiswa program magister atau magister terapan dan doktor atau doktor terapan wajib diberikan tugas akhir namun tidak perlu diterbitkan di jurnal.
Aturan ini membuka berbagai opsi bagi perguruan tinggi untuk menentukan penilaian terhadap mahasiswa.
Respons Mahasiswa
Sebagian Mahasiswa di beberapa kampus sepakat dengan kebijakan baru yang dibuat oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Sebagaimana diketahui, Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang tidak menjadikan skripsi sebagai sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi mahasiswa perguruan tinggi.
Terkait hal ini, Wakil Presiden Mahasiswa BEM Unsika, Bram Indra Maulana sepakat dengan kebijakan tersebut.
Meski di sisi lain ia menilai skripsi merupakan hal bagus untuk melatih cara berpikir mahasiswa.
"Bagi saya itu mungkin suatu gebrakan perubahan yang besar dari pemerintah dalam meng-explore tingkat kemampuan dan memberikan Freedom of thought kepada mahasiswa untuk menuangkan keilmuannya," kata Bram kepada Tribunnews, Rabu (30/8/2023).
Senada dengan Bram, Rizal Hidayat dari mahasiswa Universitas Diponegoro pun sepakat atas kebijakan tersebut.
"Karena materi S1 tuh emang sebenarnya masih umum, sedangkan skripsi menjurus ke 1 topik doang," ujar Rizal.
"Tapi kalau dihilangkan tanpa ada pengganti yang jelas ya malah makin bodong," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum BPL HMI Cabang Jakarta Selatan, M. Sulthan Amani menilai, Kemdikbud harus menetapkan standar dan indikator yang jelas untuk mahasiswa dapat dikatakan lulus.
Setelah dikeluarkannya kebijakan skripsi tidak lagi menjadi satu-satunya syarat kelulusan.
"Sehingga Universitas atau Institusi Pendidikan sederajat nggak ambigu dan nggak asal dalam menentukan standar kelulusan," jelas alumnus dari Universitas Nasional itu.
Diberitakan sebelumnya, Nadiem Makarim mengungkapkan ke depan mahasiswa S1 dan Sarjana Terapan bisa bebas skripsi.
Sedangkan bagi mahasiswa jenjang S2 dan S3, sudah tidak wajib unggah jurnal yang sudah dikerjakan.
Hal ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Baca juga: PT LIB Tinjau dan Apresiasi Kesiapan Stadion Baharoeddin Siregar Jelang Liga 2 2023-2024
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya yang viral dan menarik di Google News
Ikuti juga informasi lainnya terupdate Tribu-Medan.com di Facebook, Instagram dan Twitter
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/mendikbudristek-nadiem-makarim.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.