Viral Medsos

Soeharto di Mesir Saat Kerusuhan Mei 1998 Meletus, Militer Duduki Ibu Kota, Yusril Bertemu Prabowo

Di tengah situasi politik dan keamanan nasional yang tidak menentu, Soeharto mengikuti pertemuan KTT G-15 di Mesir

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS/EDDY HASBY
KERUSUHAN MEI 98 - Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Di tengah situasi politik dan keamanan nasional yang tidak menentu, Soeharto mengikuti pertemuan KTT G-15 dengan memberikan pemaparan terkait kondisi perekonomian di Asia, terutama Indonesia yang dilanda krisis moneter.

Pada 9 Mei 1998, Soeharto bertolak ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15.

Sebelum berangkat ke Kairo, Soeharto memberikan keterangan pers.

Ia mengatakan bahwa ketenangan, keamanan, dan ketenteraman diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.

Soeharto juga berharap situasi di Tanah Air bisa kondusif selama ia melakukan lawatan ke Mesir.

"Saya percaya, rakyat menyadari betapa pentingnya stabilitas nasional, khususnya stabilitas politik. Lebih-lebih di saat kita akan mengadakan perbaikan-perbaikan akibat krisis. Semua ini memerlukan ketenangan, keamanan, dan ketentraman," kata Soeharto saat itu kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma, dilansir dari harian Kompas.

SUASANA saat Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri pada 20 Mei 1998
SUASANA saat Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri pada 20 Mei 1998 (kompas.com)

Selain menghadiri acara KTT G-15, Soeharto juga memiliki agenda lain, salah satunya bertemu dengan Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak, di Istana Al Ittihadiyah.

“Keberangkatan Pak Harto ke Kairo memang dianggap sangat penting untuk dilakukan, terutama untuk memulihkan image pada dunia luar bahwa keadaan di dalam negeri itu cukup kondusif untuk pergi keluar negeri,” kata Yusril Ihza Mahendra, staf Sekretariat Negara saat itu, dalam wawancaranya bersama Kompas.com, Senin (15/5/2023) lalu.

Rencananya Soeharto baru akan pulang ke Indonesia pada 15 Mei. Namun, Soeharto mempersingkat sehari kunjungannya.

Ia kembali ke Indonesia pada 14 Mei 1998 melalui Bandara Kairo menuju Jakarta. Sebab, sehari sebelumnya, kerusuhan pecah di Jakarta. Massa menuntut reformasi.

Baca juga: Ibunda Ucok Siahaan Masih Dirundung Sedih Setiap Lihat Barang-barang Anaknya, Aktivis Diculik 1998

Rumah Yusril didatangi Paspampres

Soeharto tiba di Jakarta, 15 Mei 1998. Melalui Menteri Penerangan saat itu, Alwi Dahlan, Soeharto menanggapi isu yang beredar dan membantah dirinya bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam, toko-toko banyak yang tutup dan sebagian besar warga masih takut keluar rumah.

“Ketika Pak Harto pulang dari luar negeri itulah sebenarnya memuncaknya kerusuhan bulan Mei 1998 itu,” kata Yusril.

Soeharto tiba pagi hari, Yusril lantas tidak langsung menemui Soeharto.

“Saya tidak mau ganggu karena beliau masih capek dan istirahat,” kata Yusril.

Namun, pada 16 Mei dini hari sekira pukul 01.00 WIB, rumah Yusril di Ciputat, didatangi tentara. “Beberapa mobil militer berhenti di rumah saya, ketuk-ketuk, dan saya lihat tentara kok banyak sekali di depan rumah saya, saya tahu seragam yang dipakai itu seragam pasukan pengamanan presiden (paspampres),” ucap Yusril.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved