Ramadan 1444 H
Masjid Sultan Ahmadsyah Tanjungbalai, Saksi Kejayaan Kesultanan Asahan dalam Menyebarkan Agama Islam
Masjid Sultan Ahmadsyah diurus oleh Tengku Alexander yang merupakan keturunan ke delapan sultan . Saibun yang naik tahta menjadi Sultan ke 11.
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN-MEDAN.COM, TANJUNGBALAI - Masjid Raya Sultan Ahmadsyah Kota Tanjungbalai merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Asahan yang masih terawat hingga saat ini.
Masjid Sultan Ahmadsyah menjadi saksi bisu berpengaruhnya Kesultanan Asahan dalam menyebarkan agama islam di bumi nusantara khusunya di pesisir pabtai Timur Sumatera.
Masjid yang terletak di Jalan Masjid, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai dan dibangun oleh Sultan Asahan ke - 9, Sultan Ahmadsyah dibangun sekitar tahun 1884 hingga 1888.
Kini, masjid Sultan Ahmadsyah diurus oleh Tengku Alexander yang merupakan keturunan ke delapan sultan . Saibun yang naik tahta menjadi Sultan ke 11.
Dahulu, Masjid Sultan Ahmadsyah tak hanya difungsikan sebagai tempat beribadah. Namun, Masjid Sultan Ahmadsyah dijadikan tempat lengembangan diri bagi masyarakat dan strategi penyebaran agama Islam.
Bahkan, Masjid Sultan Ahmadsyah dijadikan sebagai tempat para pejuang Sumatera Utara berkumpul dan menyusun strategi untuk melawan penjajah.
Selain memiliki sejarah yang mendalam, arsitektur masjid yang eksotis juga mengajak setiap mata akan tertuju padanya. Arsitektur yang kental akan kebudayaan melayu dan cina yang tertuang di mimbar masjid yang kental dengan ukiran cina.
Ukiran tersebut membuktikan bahwa pada jaman dahulu Kesultanan Asahan mulai terpengaruh dengan kebudayaan tionghoa yang dibawa oleh pedagang cina ke tanah Sumatera.
Keunikan lainnya, masjid Sultan Ahmadsyah tidak memiliki tiang penyanggah di bagian dalam masjid. Hanya besi penahan yang menjaga agar atap masjid tidak roboh dan bertahan meski sudah satu setengah abad lamanya.
"Rata-rata ini masih bangunan aslinya. Kalau masuk kedalam, masjid ini lebar karena tidak memiliki tiang penyangga. Ini karena besi penahan atap itu didesain sedemikian rupa," kata Tengku Alexander.
Ia mengaku, filosofi pada jaman dahulu, ditiadakannya tiang penyangga dikarenakan filosofi bahwa Allah tidak memerlukan penyangga.
"Selain, tujuannya juga agar ketika salat shaf rapat tanpa terhalang tiang. Agar shaf tidak terputus," katanya.
Selain itu, masjid yang dapat menampung dua ribu jamaah itu memiliki 40 pilar penyangga di teras masjid yang menjadi pondasi berdirinya masjid.
"Pembangunan pilar ini dibangun dengan campuran tanah liat, pasir dan batu, tidak menggunakan semen. Pada jaman dulu tidak ada semen," ujarnya.
Keunikan lainnya juga terdapat pada kubah masjid yang biasa kokoh di tengah-tengah bangunan masjid, namun Masjid Sultan Ahmadsyah memiliki berdiri tegak di teras.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Masjid-Raya-Sultan-Ahmadsyah-Kota-Tanjungbalai.jpg)