Ramadan 1444 H
Begini Proses Pembuatan Lengkong, Kerap Jadi Menu Berbuka Puasa, Perajin: Omzet Tahun Ini Menurun
Lengkong atau dikenal juga dengan nama cincau hitam merupakan satu di antara menu yang biasanya dikonsumsi saat berbuka puasa.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Lengkong atau dikenal juga dengan nama Cincau hitam merupakan satu di antara menu yang biasanya dikonsumsi saat berbuka puasa.
Lengkong biasanya dipotong dengan bentuk dadu atau diserut dengan alat khusus, agar tampilannya semakin menarik.
Baca juga: YUK Cobain Es Kelapa Pandan di Rumah Makan Sarang Semut, Kuliner Medan yang Cocok untuk Menu Berbuka
Apalagi ditambahkan dengan potongan buah atau bahan minuman lainnya yang tentunya mengundang selera.
Maka tak heran jika lengkong yang memiliki bentuk sejenis gel berwarna hitam kecokelatan tersebut kerap diburu oleh masyarakat pada saat momen Ramadan tiba.
Namun, tak banyak orang tahu bagaimana proses pembuatannya dari mulai pengolahan hingga menjadi Lengkong yang siap di santap.
Berikut Tribun Medan merangkum pembuatan hingga omzet yang diterima oleh pemilik usaha rumahan tersebut.
Makanan khas Ramadan yakni cincau atau lengkong hitam yang biasa dijadikan campuran olahan berbagai jenis makanan dan minuman memang sudah tak asing lagi di lidah masyarakat.
Bahkan, lengkong ini sering banyak dicari untuk menyegarkan tenggorokan saat berbuka.
Selain karena menyegarkan, harganya juga terjangkau atau murah.
Di Sumatera Utara, tepatnya di Jalan Suryahaji, Tembung, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang ada usaha rumahan yang telah 12 tahun lamanya memproduksi lengkong.
Pemilik usaha rumahan pembuatan lengkong tersebut bernama Muhammad Ramli
Dengan kegigihannya bersama karyawan membuat perajin ini meraup omzet hingga puluhan juta rupiah saat bulan Ramadan.
Ramli menjelaskan, bahwa lengkong hitam ini terbuat dari daun lengkong kering yang diekstraksi melalui proses perebusan dalam waktu sekitar 4 jam.
Sebelum melalui proses tersebut, daun lengkong dicuci terlebih dahulu hingga bersih.
"Direbus hingga mendidih sehingga keluar sari getahnya kita diamkan selama sehari. Kemudian kita saring dan kita ambil saripatinya," ucap Ramli, Sabtu (8/4/2023).
Setelah itu, sari patinya akan dicampur dengan bahan baku tepung sagu dan tapioka.
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk proses memasukkan kedalam cetakan.
Kemudian barulah didiamkan hingga menjadi bentuk gel dan siap diedarkan.
Untuk pembuatannya, Ramli menjelaskan dalam 1 drum dibutuhkan daun lengkong sebanyak 12 kilogram, tepung tapioka dan sagu 6 hingga 7 kilogram sehingga bisa hasilkan 200 tepek lengkong.
Biasanya, olahan lengkong hitam ini dapat memproduksi 1.500 tepek dalam sekali pembuatan.
Dibantu dengan beberapa karyawan, lengkong buatannya laris manis di pasaran mengingat masyarakat Kota Medan dan Deliserdang sangat gemar mengkonsumsi Lengkong.
Namun, jika dibandingkan tahun sebelumnya, Ramli mengaku omzet penjualan lengkong pada bulan Ramadan tahun ini menurun sekitar 50 persen.
"Gak seperti bulan puasa sebelumnya. Dua Minggu puasa ini saja sudah agak menurun," ungkapnya.
Ramli mengatakan tak mengetahui penyebabnya pasti hingga minat masyarakat menurun membeli lengkong.
Sedangkan di hari biasa, Ramli mengatakan bisa memproduksi hingga 500 tepek.
Baca juga: Berburu Kue Jongkong Khas Panyabungan di Medan, Salah Satu Menu Andalan Berbuka Puasa
Bahkan di hari-hari tertentu bisa meningkat, seperti di hari Jumat Sabtu dan Minggu bisa 2 ribu lebih tepek lengkong diproduksi.
Adapun harga jual dari Ramli ke agen bisa Rp 3.500, dan untuk eceran Rp 5 ribu perpotongan dengan sistem jualnya melakukan order terlebih dahulu.
"Sistem kita kalau ada yang order kita buat, karena lengkong ini gak tahan lama. Paling lama 3 hari," jelasnya.
Ramli mengatakan untuk bahan baku yang dipakai, biasa pasokan dari wilayah Binjai dan Berastagi khususnya daun.
Menurutnya, ada dua jenis daun yang dipasoknya yakni dari Binjai bernama daun lengkong dan dari Berastagi yakni daun gunung.
Selain daun juga ada tepung tapioka dan tepung sagu sebagai campurannya untuk pembuatan lengkong.
Ramli mengakui bahwa, lengkong buatannya ini bisa tahan sampai 3 hari karena tanpa formalin atau bahan pengawet serta dibuat secara transparan.
Sehingga masyarakat yang ingin membeli juga bisa langsung melihat proses pembuatan tersebut.
"Lengkong itu asli memang khas warna hitam karena dari daunnya, bukan ada zat pewarna hitam," tutur Ramli.
Selama 12 tahun memproduksi lengkong, Ramli mengatakan harga bahan-bahan semakin melonjak.
"Dulu harga daun lengkong Rp 8 ribu sekarang Rp 20 ribuan," jelasnya.
Penjulanan lengkong Ramli sudah ada dibeberapa pasar di Kota Medan dijual, yakni Pasar Gambir ada 3 tempat, Pasar Sukaramai 2 tempat, Pasar Simpang limun 1 tempat, Psar Halat 1 tempat, Pasar Bakti ada 1 tempat, Pasar Mandala 1 tempat hingga ke Pasar Panyabungan.
(cr10/tribun-medan.com)
| Bulan Ramadan Jadi Momentum Aparatur Sipil Negara Meningkatkan Akhlak Mulia |
|
|---|
| Jelang Lebaran, Harga Daging Sapi dan Daging Ayam Melonjak |
|
|---|
| Tiga Kelompok Orang Berpuasa dan Meningkatkan Kualitasnya, Simak Penjelasan H Mukti Ali Harahap |
|
|---|
| Gerhana Matahari Terlihat 3 Persen di OIF UMSU, Masyarakat Laksanakan Salat Khusuf Berjamaah |
|
|---|
| Niat dan Keistimewaan Salat Gerhana Matahari, Berikut Tata Caranya dan Imbauan Kemenag |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.