Viral Medsos

POLEMIK Jokowi Tugaskan Menhan Prabowo sebagai Orkestrator Informasi Intelijen, Apa Itu Orkestrator?

Orkestrator adalah solusi manajemen alur kerja untuk pusat data informasi. Dengan Orkestrator, dapat mengotomatiskan pembuatan, pemantauan

Editor: AbdiTumanggor
HO
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ditunjuk Presiden Jokowi sebagai orkestrator informasi intelijen. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto agar Kementerian Pertahanan menjadi Orkestrator informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan negara. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023).

"Tadi di dalam saya menyampaikan pentingnya Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator bagi informasi-informasi intelijen di semua lini yang kita miliki," kata Presiden Jokowi.

 Jokowi menyebutkan, informasi intelijen itu selama ini berasal dari banyak institusi, antara lain Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian RI, serta Badan SIber dan Sandi Negara.

Menurut dia, beragam informasi itu harus dijadikan sebagai informasi yang solid untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.

"Ini harus diorkestrasi agar jadi informasi yang satu sehingga kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan, itu betul, paling tidak mendekati benar," ujar Jokowi.

Ia pun mewanti-wanti agar jangan sampai potensi terjadinya sebuah peristiwa baru dilaporkan kepadanya saat sudah kejadian.

"Langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu, ini hati-hati. Ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini, jangan sudah kejadian saya baru dikasih tahu," kata Jokowi.

----

Orkestrator adalah solusi manajemen alur kerja untuk pusat data informasi. Dengan Orkestrator, dapat mengotomatiskan pembuatan, pemantauan, dan penyebaran sumber daya.

Jika dalam dunia sepak bola, seorang orkestrator atau pivot merupakan pemain yang berperan sebaga jembatan antara lini belakang dan depan. Peran ini sangat krusial bagi sebuah tim, bahkan pemain dengan gaya main ini kerap disebut sebagai nyawa sebuah tim karena memiliki tugas mengalirkan bola dengan visi bermainnya yang baik. Orkestrator biasanya bertugas membangun serangan mulai dari wilayah tengah lapangan.Bisa mengalirkan bola kepada pemain lain dengan umpan-umpannya yang akurat. Ketika sedang dalam posisi menyerang, ia hanya akan berada di area tengah lapangan tanpa masuk ke dalam kotak penalti.

----

Sementara itu, Menhan Prabowo mengungkapkan, Presiden Jokowi juga mengingatkan jajarannya untuk tetap waspada dalam menghadapi ketidakpastian global.

"Kita harus waspada, itu instruksi beliau, harus waspada," kata Prabowo.

Prabowo mengatakan, dalam arahannya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia mempunyai modal yang cukup kuat untuk menghadapi ketidakpastian.

Ia mencontohkan keberhasilan pemerintah menangani pandemi Covid-19 dengan sigap dan cepat sehingga kondisi ekonomi tanah air tetap kuat.

Namun demikian, Indonesia harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang dapat timbul akibat situasi global yang tidak pasti.

"Untuk itu, kita harus kerja sinergis, kita harus bekerja sama semua unsur kita dan beliau minta Kementerian Pertahanan untuk menjadi semacam koordinator supaya Indonesia selalu antisipasi," ujar Prabowo.

Dalam Rapat Pimpinam (Rapim) Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023) itu, turut dihadiri Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Wakil Menteri Pertahanan M Herindra.

Kemudian, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Tanggapan Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI 

Permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengorkestrasi atau mengoordinasikan informasi intelijen dinilai sebagai wujud ketidakpuasan atas laporan tentang strategi ancaman yang mereka susun. Hal itu menurut mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto.

"Dengan perintah untuk mengorkestrasi informasi intelijen itu sebenarnya Presiden Jokowi meminta supaya Prabowo efektif dan optimal memanfaatkan informasi intelijen dari lembaga lain buat menyusun laporan," ujar Soleman B Ponto.

"Itulah sebabnya Presiden ingatkan agar bertanya atau carilah data dari semua lembaga intelijen yang ada. Sehingga Jakumhanneg (Kebijakan Umum Pertahanan Negara) yang dibuat betul-betul untuk menghadapi ancaman yang ada," jelas Soleman dikutip dari Kompas.com, Senin (23/1/2023).

Namun, Soleman B Ponto, menyatakan tidak tepat jika Menteri Pertahanan (Menhan) menjadi koordinator informasi intelijen bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Menurut undang-undang intelijen, bila end user-nya Presiden, maka koordinatornya adalah BIN (Badan Intelijen Negara). Jadi bila Menhan jadi koordinator intelijen untuk end user-nya presiden, maka hal itu jelas keliru," kata Soleman.

Menurut Soleman, seorang Menhan hanya bisa menjadi koordinator intelijen untuk kepentingan Kemenhan atau pengguna informasinya adalah sang menteri. "Sama halnya dengan bila end user-nya Panglima TNI, maka koordinator intelijennya adalah BAIS TNI. Bila end user-nya Kapolri, maka koordinator intelijennya adalah Baintelkam," ucap Soleman.

"Saya ulangi, bila Menhan sebagai koordinator intelijen untuk end user Presiden itu keliru," sambung Soleman.

Soleman mengatakan, sebenarnya Kemenhan sudah rutin melakukan koordinasi intelijen dengan lembaga lain. Sebab, menurut Soleman, di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Menhan diwajibkan untuk membantu Presiden membuat kebijakan Umum Pertahanan Negara (Jakumhanneg).

Nantinya Presiden akan meneken Jakumhanneg untuk kemudian menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. "Nah, dalam rangka membuat Jakumhanneg inilah Kemenhan dalam hal ini Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Dirstrahan) harus melakukan koordinasi intelijen, dan hal ini sebenarnya sudah jalan dengan baik," ucap Soleman.

Tanggapan Partai Demokrat

Sementara, Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat Rizki Natakusumah meminta Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipimpin Prabowo tak salahgunakan informasi intelijen untuk menyerang pihak kritis usai ditugaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan.

Sebab, Rizki mengatakan, beban tanggung jawab atas informasi intelijen yang sudah dikoordinasikan tersebut sangat besar.

"Kami memperingatkan agar jangan sampai ada penyalahgunaan informasi intelijen untuk menyerang pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah dan demokrasi secara umum," ujar Rizki, Kamis (19/1/2023).

Rizki mengungkapkan, harus ada disparitas analisis intelijen mana yang berpotensi menjadi ancaman keamanan, dan mana yang diskursus kebangsaan kritis. Dengan demikian, kerja-kerja intelijen tidak dibiarkan liar dan berlangsung begitu saja.

"Presiden juga harus memiliki mekanisme kontrol internal. Jangan dilepas begitu saja ke sebuah lembaga tertentu tanpa pengawasan sehingga terjadi monopoli informasi intelijen," katanya.

Sementara itu, Rizki menyebut pernyataan Jokowi itu sebenarnya merupakan peringatan bagi Kemenhan untuk meningkatkan kemampuan intelijen negara yang beberapa kali kecolongan, khususnya ketika terjadi serangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab di Papua.

Ia menilai seharusnya ada dobrakan supaya informasi intelijen bisa digunakan dengan baik untuk mencegah ancaman. "Harus ada dobrakan agar berbagai informasi intelijen yang ada bisa menjadi modal negara mencegah ancaman keamanan sebelum benar-benar terjadi," ujar Rizki.

Anggota DPR: BIN Koordinator Intelijen, Bukan Kemenhan

Halnya denga Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P Mayjen (Purn) TNI TB Hasanuddin tidak sependapat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menugaskan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto agar menjadikan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan.

TB Hasanuddin menekankan bahwa tidak ada istilah orkestrator dalam dunia intelijen. "Terkait hal ini ada dua hal yang harus diperhatikan. Yang pertama, tidak ada istilah atau peran orkestrator dalam regulasi mengenai intelijen negara," ujar TB Hasanuddin Kamis (19/1/2023). 

Ia mengatakan, peran yang ada adalah koordinator sesuai dengan aturan Pasal 38 Ayat 1 dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dalam pasal tersebut, BIN (Badan Intelijen Negara) berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara.

TB Hasanuddin mengatakan, amanat yang diberikan kepada BIN sebagai koordinator intelijen negara diatur lebih lanjut melalui Perpres Nomor 67 Tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara.

Berikut bunyi Pasal 3 dalam Perpres Nomor 67 Tahun 2013: "BIN sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara bertugas mengoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara; memadukan produk Intelijen; melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan pimpinan nasional".

Oleh karena itu, TB Hasanuddin mengatakan, sudah jelas bahwa BIN adalah pihak yang berwenang untuk menjadi koordinator penyelenggara intelijen negara. "Jadi sudah jelas sesuai undang-undang. BIN adalah satu-satunya pihak yang berwenang untuk melakukan koordinasi penyelenggara intelijen negara dan memadukan atau mensinkronisasi produk-produk intelijen penyelenggara intelijen negara di instansi lain untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menugaskan Prabowo Subianto agar Kemenhan menjadi lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan. Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023). "Tadi di dalam saya menyampaikan pentingnya Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator bagi informasi-informasi intelijen di semua lini yang kita miliki," kata Jokowi, Rabu.

Menurutnya, beragam informasi itu harus dijadikan sebagai informasi yang solid untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. "Ini harus diorkestrasi agar jadi informasi yang satu sehingga kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan, itu betul, paling tidak mendekati benar," ujar Jokowi.

(*/tribun-medan.com/kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved