Kasus Tambang Ilegal
IPW Desak Presiden Bentuk Satgasus Tindak Mafia Tambang, Sebut Banyak Aparat Bekingi Tambang Ilegal
Kasus mafia tambang mencuat setelah pengakuan Ismail Bolong yang menyetor ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
TRIBUN-MEDAN.com - Kasus mafia tambang mencuat setelah pengakuan Ismail Bolong yang menyetor ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Ismail Bolong merupakan mantan polisi yang membekingi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Ia membuat pengakuan menyetor ke petinggi Polri agar tambang ilegal yang dibekinginya aman.
Menyambut pernyataan Ismail Bolong ini, Ferdy Sambo yang ditetapkan sebagai terdakwa pembunuhan berencana Yosua juga memberikan keterangan.
Mantan Kadiv Propam Polri ini mengatakan sudah pernah memeriksa Komjen Agus terkait setoran tambang ilegal.
Namun semua itu dibantah tegas oleg Komjen Agus. Ia mengatakan tak pernah terlibat dengan tambang ilegal di Kaltim.
Kini, Ismail Bolong telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan dua pegawai tambang ilegal di Kaltim.
Baca juga: Materi Belajar Ekonomi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Ekonomi
Baca juga: Lapak Judi Dadu Arnold Simanjuntak Digerebek, Pemain Ramai-ramai Lompat ke Sungai
Desak Presiden Jokowi Bentuk Satgasus
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius terhadap mafia tambang.
Yakni, dengan membentuk satuan tugas khusus (satgasus) yang bertugas menertibkan mafia yang diduga banyak dibekingi oleh aparat penegak hukum.
Satgasus ini idealnya dikepalai oleh Menko Polhukam, seperti ketika Presiden memberi penugasan kepada Menko Polhukam dalam penanganan kasus Ferdy Sambo.
"Yang meresahkan para pengusaha dan investor tambang saat ini adalah praktik mafia yang menggunakan pola 'hostile take over'. Yakni, upaya paksa mengambil alih saham perseroan tambang dengan proses hukum yang terlihat legal," kata Sugeng dalam diskusi media bertajuk ”Beking Aparat di Balik Mafia Tambang” yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Hostile take over biasanya diawali dengan perjanjian kerja sama atau pembelian saham perseroan resmi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun, melalui jaringan, yang kuat, utamanya di lembaga-lembaga hukum, mereka kemudian mengambil alih paksa saham perusahaan secara murah.
"Jadi, mereka sebenarnya tidak berniat berinvestasi, tapi memang hendak mencaplok perusahaan resmi dengan proses hukum yang terlihat legal," urai Sugeng.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ketua-Indonesia-Police-Watch-IPW-Sugeng-Teguh-Santoso-dalam-dialog-Kompas-Petang.jpg)