Ternyata Bos Indomaret Jauh Lebih Kaya dari Bos Alfamart, Berikut Daftar Orang Terkaya Indonesia

Ternyata Bos Indomaret lebih kaya dari Bos Alfamart. Berikut daftar orang terkaya Indonesia.

DOK FORBES
Anthony Salim pemilik Salim Group atau holding dari Indomaret (kiri) dan Djoko Susanto pemilik Alfamart Group (kanan). Keduanya masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. 

Selain mi instan, produk lainnya yang sudah banyak dikenal adalah susu Indomilk, tepung terigu Bogasari Segitiga Biru, Kunci Biru, dan Cakra Kembar.

Pada tahun 2009, PT Indofood pernah mencatat laba bersih yang diperolehnya tahun itu yakni mencapai Rp 2 triliun dan ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan.

Laba bersih tersebut merupakan keuntungan yang paling besar yang pernah dia raih selama menjalani bisnisnya. Padahal pada tahun 2009, harga komoditas terus bergejolak namun PT Indofood berhasil melewatinya.

Dalam berbisnis Anthony Salim terus berinovasi dan berekspansi.

Bahkan untuk mendukung prinsipnya itu, Anthony Salim bekerja sama dengan Nestle SA untuk memperbesar pangsa pasar yang semakin sulit untuk ditembus.

Untuk melancarkan bisnisnya tersebut, Anthony Salim berani untuk menyetor 50 persen saham.

Strateginya dalam memimpin perusahaan tergolong berhasil.

Dia yakin dengan adanya komunikasi yang baik dengan karyawan, maka kinerja perusahaan bisa fokus dan menghasilkan.

Kekayaan bos besar Alfamart

JIka bos besar Indomaret masuk dalam jajaran orang terkaya ke-5 di Indonesia, bagaimana dengan bos Alfamart?

Alfamart dimiliki Djoko Susanto.

Forbes mencatat dia masuk dalam posisi ke-10 orang terkaya di Indonesia dengan nilai kekayaaan Rp 4,1 miliar dollar AS atau Rp 63,96 triliun.

Djoko Susanto lahir dari keluarga pedagang, pemilik Toko Sumber Bahagia di Pasar Arjuna, Jakarta.

Taipan pemilik jaringan minimarket Alfamart, Djoko Susanto
Taipan pemilik jaringan minimarket Alfamart, Djoko Susanto (KONTAN DAN FORBES)

Dari berdagang itulah orangtuanya bisa menghidupi Djoko Susanto atau Kwok Kwie Fo bersama 9 saudaranya.

Agar usaha dagang itu bisa berjalan lancar, Djoko Susanto ikut membantu orangtuanya jualan hingga dia "lupa" kewajibannya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.

Akhirnya, Djoko Susanto harus putus sekolah di bangku sekolah dasar SD.

Kendati demikian, namun siapa sangka jika Tuhan punya kehendak mengubah nasib Djoko Susanto jauh lebih baik.

Kendati tak lulus SD, namun dia kini menjadi pengusaha sukses dan salah satu orang terkaya di Indonesia.

Kekayaannya bersumber dari bisnis minimarket waralaba (franchise) jaringan Alfamart atau Alfamidi.

Jumlah toko yang tersebar di Indonesia, jika dilihat per tahun 2020, sudah ada lebih dari 17 ribu lokasi.

Minimarket tersebut tidak hanya ada di kota-kota saja, tapi sudah mulai masuk ke desa-desa.

Jadi, hampir semua masyarakat Indonesia pernah berbelanja di minimarket tersebut.

Kesuksesan Alfamart sendiri telah mengantarkan pendirinya yang bernama Djoko Susanto menjadi salah satu dari 10 orang yang paling kaya di Indonesia.

Dikutip dari Gramedia Blog, Djoko Susanto merupakan seorang pengusaha yang berasal dari keturunan Tionghoa.

Ia adalah anak dari keluarga 10 bersaudara. Nama kecil Djoko Susanto adalah Kwok Kwie Fo.

Dulu, orang tuanya merupakan seorang pedagang dan pemilik sebuah kios meski bukan kios yang tergolong besar.

Kios milik orang tua Djoko Susanto diberi nama Toko Sumber Bahagia yang berlokasi di Pasar Arjuna, Jakarta.

Saat itu, Djoko Susanto mulai terlibat di dalam toko milik kedua orangtuanya sejak Ia masih kecil dan kemudian pada usia 17 tahun, Djoko Susanto mulai berbisnis.

Pada saat itu, Djoko Susanto tidak melanjutkan sekolah dan memutuskan untuk menjaga toko kedua orangtuanya itu. Seperti kebanyakan orang-orang keturunan Tionghoa, ia juga sangat giat untuk berdagang.

Sifat itulah yang sampai sekarang ditanamkan di dalam diri Djoko Susanto. Ia bahkan tidak malu meski bukan lulusan dari universitas ternama atau perguruan tinggi manapun. Djoko Susanto memang hanya tamat sampai kelas 1 SD saja karena Ia memutuskan untuk membantu orang tuanya jaga toko.

Tanpa disangka-sangka, toko kelontong milik kedua orang tuanya mulai dikembangkan oleh Djoko Susanto dan akhirnya dapat tumbuh dengan baik serta berkembang menjadi beberapa cabang.

Bahkan toko kelontong milik orang tuanya itu sempat memiliki ratusan lokasi cabang yang tersebar di pasar-pasar tradisional.

Di sini, Djoko Susanto selalu berusaha untuk inovatif dan terus mencari berbagai peluang dan celah apa yang berbeda dengan kompetitor.

Akan tetapi takdir berkata lain, usaha toko yang sudah dikembangkan dengan maksimal itu mengalami musibah di Pasar Arjuna.

Pada tahun 1976, peristiwa kebakaran telah membuat kios miliknya yang ada di wilayah Pasar Arjuna hangus terbakar sehingga modal senilai 80 sampai 90 persen miliknya hilang begitu saja.

Musibah kebakaran tersebut tentu menyisakan kesedihan yang cukup mendalam, tangis, dan juga kesal.

Ia sangat merasa terpuruk karena modal yang sudah Ia kumpulkan dan perjuangkan ikut terbakar dan habis tak bersisa.

Tapi, hidup harus tetap berjalan.

Djoko Susanto tidak mau terlalu lama larut dalam kesedihannya.

Peristiwa kebakaran tersebut memang menjadi pengalam yang paling buruk, tapi juga menjadi pelecut untuk membangkitkan semangat.

Djoko Susanto pun mulai mencoba untuk bangkit dari kesedihannya dengan membangun lagi usaha dagangnya.

Tidak butuh waktu yang lama untuk Djoko Susanto bisa bangkit dan mencapai level yang sama seperti sebelum terjadi kebakaran.

Setelah bisnis dagangnya kembali seperti kondisi awal, Ia pun mulai melirik jasa perdagangan lain atau jualan rokok.

Menurut Djoko Susanto, saat itu rokok menjadi salah satu barang yang selalu laku dan banyak peminatnya.

Selain itu, rokok juga menjadi produk yang sangat fast moving di pasaran dan sangat mudah untuk dijual.

Hal itulah yang menjadi salah satu kunci sukses Djoko Susanto dalam berdagang, yaitu dengan cara berjualan produk-produk yang memang sedang diminati oleh konsumen dan memiliki daya tarik yang kuat.

Para konsumen memang membutuhkan produk tersebut, sehingga dengan promosi yang minim pun konsumen akan tetap mencari produk tersebut.

Jadi, sebagai pelaku usaha, kita hanya tinggal melakukan berbagai macam inovasi sampingan agar dagangan kita bisa dipilih oleh konsumen.

Kemudian, usaha rokok yang ia miliki dikembangkan lagi dengan membuka jaringan baru.

Djoko Susanto melakukan sebuah perubahan supaya dapat diterima oleh mitra pengecer.

Sistem pendekatan yang Ia terapkan kepada para pengecer dan juga mitra dari bisnis tersebut sukses membuat rokok yang Ia jual laku keras.

Bahkan Djoko disebut sebagai salah satu bintang bari di bidang industri rokok.

Tidak heran jika kemudian Putera Sampoerna yaitu pemilik dari rokok HM Sampoerna Group, tertarik untuk menjadikan Djoko Susanto sebagai salah satu mitra distribusi.

Setelah melewati berbagai macam percobaan dengan membuka 15 outlet di Jakarta, Putera Sampoerna semakin yakin bahwa Djoko Susanto memang sangat menjanjikan.

Dari situlah kemudian keduanya mulai membentuk perusahaan patungan di bidang distribusi yang diberi nama PT Panamas, tahun 1985.

Putera Sampoerna yang ketika itu sudah menjadi konglomerat dan memiliki 70 persen saham, sementara Djoko saat itu masih belum menjadi pengusaha besar, diberi saham senilai 30 persen.

Di saat yang bersamaan, sejak tahun 1989, karena terlalu percaya dengan Djoko, Putera Sampoerna meminta Djoko untuk duduk di posisi direksi di perusahaan rokok milik Putera yaitu PT HM Sampoerna.

Kolaborasi antara Djoko Susanto dan Putera Sampoerna akhirnya berjalan dengan lancar.

Sehingga keduanya kemudian setuju untuk mengembangkan jaringan bisnis retail minimarket yang nantinya akan menjadi cikal bakal Alfamart.

Di dalam patungan bisnis tersebut, Djoko Susanto juga masih menjadi salah satu pemegang saham minoritas, karena 70 persen saham masih dikuasai oleh Putera yang saat ini menjadi pemodal utama.

(*/ Tribun-Medan.com)

Sumber: Tribunnews
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved