Kerangkeng Manusia

Penasehat Hukum Tolak Keterangan Saksi, Keberatan Soal Topeng di Sidang Kerangkeng Manusia

keterangan saksi Heru dipergunakan oleh jaksa untuk menguatkan dakwaannya, yang kemudian menjadi bahan pertimbang majelis hakim memeriksa.

Penulis: Muhammad Anil Rasyid | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ANIL
Saksi dari LPSK mengenakan topeng dan lobe saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (24/8/2022)   

TRIBUN-MEDAN.com, LANGKAT - Penasehat hukum terdakwa kasus kerangkeng Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin, menolak keterangan saksi dari LPSK dan keberatan soal saksi yang juga memakai topeng saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (24/8/2022) sore.

Hal ini disampaikan oleh Mangapul Silalahi selaku penasehat hukum terdakwa Dewa Perangin-Angin dan Hendra Surbakti saat setelah saksi dari LPSK bernama Heru Pratama Gurusinga, memberikan kesaksian di depan Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini. 

"Pertama kami menolak keterangan saksi (Heru) yang dihadirkan oleh LPSK. Alasan penolakannya pertama, saksi sendiri tidak membaca dengan utuh keterangan apa yang diberikan kepada penyidik, dan itu diakui sama saksinya. Dan saksi juga mengakui pengguna narkoba," ujar Mangapul.

Baca juga: Penasehat Hukum Sebut Barang Bukti tak Sesuai Fakta saat Hakim dan Jaksa Susuri Kerangkeng Manusia

Lanjut Mangapul, keterangan saksi Heru dipergunakan oleh jaksa untuk menguatkan dakwaannya, yang kemudian menjadi bahan pertimbang majelis hakim memeriksa memutus perkara ini.

"Kami pun dari penasehat hukum mempunyai hak yang sama.Yang menjadi menarik sebenarnya adalah, LPSK justru yang menghalang-halangi proses pencarian kebenaran materil ini dengan menunda-menunda," ujar Mangapul. 

"Kalau toh akhirnya harus bertopeng, saya gak tau kita bolak-balik pelajari undang-undang LPSK tidak ada saksi diberikan topeng seperti itu. Dan keputusan majelis menghadirkan saksi, ini kompromi apa," ujar Mangapul. 

"Barusan saya mendapat informasi dari client saya, ada saksi yang bernama Trinanda, dengan identifikasi ciri-ciri yang mereka sendiri ragukan, karena kami tidak kenal dengan saksi yang dihadirkan. Ketika rekan saya tadi memeriksa identitas KTP, kita anggap saja dulu KTP sebagai identitas yang valid," sambungnya.

Mangapul dan timnya menegaskan jika menolak keterangan saksi, dan penolakan ini akan disampaikan dalam pledoi. 

"Topeng ini saya gak tau hukum acara apa yang menganut ini. Saya pikir jaksa, hakim, penasehat hukum samakan KUHAPnya, masih undang-undang nomor 8 tahun 1981 kan sebagai masterpiece karya anak bangsa Indonesia. Ada diskresi untuk undang-undang TPPO. Udang-udang TPPO undang-undang dikhusus untuk tindak pidana tertentu," ujar Mangapul. 

Kemudian Mangapul menuturkan, saksi dihadirkan LPSK dalam kasus TPPO atau kasus pasal 170.

"Saksi yang dihadirkan sebagai saksi karena dua client kami ini dianggap secara dengan bersama-sama menggunakan kekerasan, jadi tidak ada relevansinya. Kalau kita bicara undang-undang LPSK, itu juga tidak ada bahwa saksi karena ancaman keselamatan nyata segala macam, sehingga mendapat perlakuan yang berbeda dalam pemeriksaan saksi, seperti yang diatur dalam KUHAP, iya kita akui itu. Misalnya berada di tempat, teleconference, gak ada topeng bos," ujar Mangapul. 

Baca juga: Kasus Kematian Sarianto Ginting di Kerangkeng Manusia, Sepupu Korban dan Sopir Ambulans Jadi Saksi

Sedangkan itu, Mangapul didampingi penasehat hukum lainnya menjelaskan, jika sejak awal pihaknya sudah curiga dengan LPSK.

"Ada keraguan, disembunyikan, dipengaruhi, makanya pertanyaan kami tadikan darimana saksi mendapat kata-kata anak tahanan. Mohon maaf ya, bukan tanpa bermaksud, inikan katakanlah orang yang pemahamannya mungkin tidak sesempurna itu. Saya tanyak tadi kamu dengar kata anak tahanan itu darimana, waktu ada pemeriksaan. Jadi diksi anak tahanan itu keluar, yang dia taukan di situ anak kereng," tutup Mangapul. 

Sementara itu, terdakwa Dewa Perangin-angin yang merupakan anak kandung Terbit Rencana Perangin-Angin bersama Hendra Surbakti didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP atas kematian penghuni kerangkeng bernama Sarianto Ginting. 

Persidangan pun kembali dilanjuti pada, Rabu (31/8/2022) dengan agenda pemeriksaan saksi.

(cr23/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved