Kontroversi Tewasnya Brigadir Yosua
Alasan Timsus Tak Periksa Dokter Forensik Pertama Diduga Beri Hasil Palsu Kasus Kematian Brigadir J
Susno Duadji pernah menyoroti dokter forensik pertama yang melakukan autopsi jenazah Brigadir J.
TRIBUN-MEDAN.com - Susno Duadji pernah menyoroti dokter forensik pertama yang melakukan autopsi jenazah Brigadir J.
Sorotan ini muncul setelah banyak terbukti ada rekayasa kronologis dan penghilangan barang bukti.
Terlebih, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengatakan tidak ada baku tembak dan menyatakan Ferdy Sambo otak pembunuhan Brigadir Yosua pada 8 Juli lalu.
Susno Duadji sebagai mantan Kabareskrim Polri mengatakan ada kejanggalan untuk mengungkap kasus Brigadir J yang terlibat baku tembak dengan Bharada E di rumah Kadiv Propam Nonaktif Irjen Ferdy Sambo.
Susno pun menyoroti hasil autopsi pertama yang dilakukan di RS Polri Kramat Jati dan menyatakan penyebab kematian Brigadir J dikarenakan luka tembak.
Namun kemudian pihak keluarga menemukan kejanggalan banyaknya luka-luka selain luka tembak yang ada pada jenazah Brigadir J.
Susno pun mendesak Polri untuk memeriksa dokter forensik yang pertama kali melakukan autopsi pada jenazah Brigadir J.
Pasalnya Susno curiga bahwa dokter forensik tersebut bekerja di bawah tekanan.
Susno juga mendesak agar Polri bisa membuka hasil visum pada Brigadir J ke publik.
"Catatan saya, dokter yang memeriksa dan memberikan autopsi itu harus diperiksa, bila perlu dinonaktifkan. Karena dia janggal, dan visumnya harus dibuka ke publik, apa visum yang dibuat dokter itu. Jadi sorotan kita juga harus ke dokter yang memeriksa itu," kata Susno dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (23/7/2022).
Menurut Susno, pemeriksaan pada dokter forensik tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah dokter tersebut bekerja di bawah tekana atau tidak.
Karena jika dokter tersebut benar-benar melakukan tugasnya untuk mengautopsi jenazah Brigadir J dengan benar, maka hasil autopsi tersebut tidak akan diperdebatkan oleh publik.
Selain itu sejak awal juga bisa terungkap jelas apa sebenarnya penyebab kematian Brigadir J, serta darimana asalnya temuan luka-luka pada jenazah Brigadir J.
"Dia memeriksa itu di bawah tekanan atau meriksa beneran? Karena kalau memeriksa beneran public tidak akan ribut, ini kena tembak peluru, luka sayat atau kena benda tumpul. Atau dokter-dokteran yang periksa," tegas Susno.
Tanggapan Kadiv Humas Polri
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa dokter forensik yang pertama kali melakukan autopsi terhadap jenazah Brigadir J telah melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan kode etik profesinya.
"Ya (sudah) sesuai SOP. Kalau Dokfor RS Polri tetap sesuai kode etik profesi dan menyampaikan secara keilmuan," kata Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (9/8/2022).
Di sisi lain, kata Dedi, pihaknya meminta semua pihak menunggu hasil autopsi ulang atau autopsi kedua jenazah Brigadir J.
Nantinya, hasil autopsi itu bakal diumumkan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dalam waktu dekat ini.
"Tunggu hasil dari PDFI yang dalam waktu dekat akan disampaikan hasil autopsi kedua," tukasnya.
Periksa Semua yang Terlibat Autopsi Pertama
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ramos Hutabarat dan Ferdi meminta polisi juga memeriksa pihak-pihak yang memroses autopsi awal yang dikeluarkan oleh pihak Kepolisian.
Ini diungkapkan oleh Ramos Hutabarat, setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan tersangka baru, yakni Irjen Pol FS.
Menurut Ramos, perkara ini juga berawal saat hasil autopsi pertama, yang disebut ada satu tembakan.
Tetapi, saat pihak keluarga membuka jenazah, ditemukan sejumlah luka.
"Dokter yang memeriksa seharusnya juga diperiksa, karena mereka yang awal mula turut serta menghalang-halangi dan menutupi hal tersebut," kata Ramos, Selasa (9/8/2022).
Hal tersebut diungkapkan oleh Ramos, pasalnya, dalam keterangan Kapolri, hanya menyebut tersangka yang berasal dari Bareskrim, Propam, Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan.
Menurutnya, keterlibatan tim dokter dalam proses autopsi melalui prosedur, seperti tanda tangan, serta dokter, katanya, harus bekerja dengan kode etik yang juga diikat dengan sumpah kedokteran.
Ia kembali menekankan, bahwa, semua yang melakukan perbuatan, harus mempertanggunjawabkan perbuatannya.
"Mereka ada sumpah kedokteran, dan mereka harus menyampaikan secara jujur, tidak boleh menutup-nutupi," tukasnya.
(*)
Sebagian artikel sudah tayang di tribunnews.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/kadiv-humas-irjen-dedi.jpg)